Berontakan Alana tak berarti apapun. Andra tetap mendekap tubuh rampingnya dengan begitu erat. Tak peduli pada kedua pipi Alana yang sudah banjir air mata.
“Melepaskanmu? Tidak akan semudah itu! Aku masih belum puas merendahkanmu!” kata Andra.
Dan Alana yang mendapat sedikit tenaga, kini menendang barang berharga milik Andra lantas menampar pipi lelaki itu dengan kuat.
“Aargghh!”
“Kamu memang tidak akan pernah puas, Ndra. Kamu tidak akan pernah puas selama dendam itu masih menguasai hati dan pikiran kamu!” tegas Alana dengan meninggikan suaranya. Matanya berkilat tajam menatap pada Andra yang meringis memegangi barangnya yang tadi ia tendang sekuat tenaga.
“Alana.. kamu!” Andra hendak meraih tangan Alana lagi. Tapi cepat Alana pergi keluar dari ruangan Andra. Meninggalkan lelaki itu yang berjalan menunduk untuk duduk di kursi kerjanya.
“Arrgghh.. sialnya Alana! Beraninya dia menendang asset berharga milikku! Awas saja kalau lain kali aku mendapat kesempatan, aku akan memberinya pelajaran yang tak pernah ia bayangkan!” rutuk Andra kesal sambil meringis merasakan miliknya yang terasa berdenyut akibat ulah Alana.
***
“Jadi besok kamu masih cuti, Danu?” tanya Alana pada Danu sambil menyodorkan piring yang telah ia isi dengan nasi dan lauk pauk. Lantas diterima oleh Danu dengan senyum dan anggukan kepala.
“Ya, Alana. Aku memang mengambil cuti beberapa hari. Habisnya aku rindu sekali sama kamu dan Rehan. Aku ingin memiliki waktu yang banyak untuk bisa bersama dengan kalian.”
Alana tersenyum mendengar jawaban Danu. Ia tak masalah jika Danu ingin menginap selama beberapa hari di rumah sewanya. Hanya saja, Alana merasa tidak enak karena tentu rumah sewanya ini sangat sederhana dan kecil jika dibandingkan dengan rumah Danu yang terbilang megah dan mewah.
Apa Danu tidak merasa risih tinggal di rumah sekecil ini?
“Wah, masakan kamu enak sekali Alana. Sudah lama aku tidak pernah makan udang goreng yang seenak ini,” komentar Danu sambil mengunyah.
Membuat Alana kembali tersenyum. Sedangkan Rehan dan Winarti juga mengangkat kepala mereka dan terkekeh melihat Danu yang makan dengan lahap.
“Hati-hati, Ayah. Makannya harus berdoa dulu, nanti tersedak loh.” Rehan mengingatkan.
“Siap, Boss. Masakan buatan Mama kamu bikin perut Ayah ketagihan. Sampai-sampai lupa kalau belum berdoa.” Danu berkata lalu terkekeh menoleh pada Alana yang menunduk sambil mengulum senyumnya.
“Tuh, ‘kan. Mama Alana malah senyum. Nanti udang goreng yang aku makan malah jadi manis dong karena lihat senyumnya kamu,” ucap Danu dan kali ini Alana melemparkan pelototan salah tingkah kearahnya. Sementara Rehan dan Winarti tertawa.
“Danu! Malu sama Rehan. Kamu masih mengunyah makanan di dalam mulut, jangan sambil bicara!” kata Alana.
Baru saja Alana mengingatkan, tapi Danu malah langsung tersedak.
Uhuk! Uhuk!
“Danu! ‘Kan aku bilang juga apa? Kamu sih, bicara terus!” mata Alana melebar panik. Tangannya menepuk-nepuk tengkuk Danu.
“Mama. Ayahnya jangan dimarahin. Ayah ‘kan lagi tersedak, harusnya dikasih minum,” celetuk Rehan menahan tawanya.
Alana seketika baru teringat dengan air minum. Bergegas ia bangkit menuangkan air putih ke dalam gelas dan memberikannya pada Danu.
“Minum dulu airnya, Danu!” suruh Alana. Danu meraih gelas dari tangan Alana lalu meminumnya hingga tandas tak bersisa.
“Aaahh..” Danu menyeka bibirnya yang agak basah menggunakan telapak tangan. Kemudian menaruh gelas kosong bekasnya di atas meja.
“Terimakasih Mama Alana yang paling cantik.” Danu menaik-turunkan alisnya pada Alana. Sembari menampilkan senyum terbaiknya seolah barusan tidak pernah terjadi apapun.
Tapi Alana justru menatap Danu dengan raut kesal sambil melipat kedua tangannya di—dada.
“Kok mukanya cemberut gitu?” tanya Danu bingung.
Dan Alana memutar bola matanya, kemudian menghembuskan napasnya kasar. “Masih mau banyak bicara lagi disaat mulut kamu penuh dengan makanan?” tanya Alana menyipitkan matanya.
Danu hanya meneguk ludah sembari menggigit bibirnya. Dari tatapannya, tampak sekali Alana sedang agak marah dan kesal.
“Kamu tahu, Danu. Tersedak itu akan bahaya jika tak segera ditolong. Sikapmu sungguh kekanakan sekali. Kamu masih bisa bicara setelah tenggorokanmu menelan makanan dengan baik. Bukan hanya kamu, nanti Rehan bisa mencontohmu juga. Dan aku yang akan panik,” jelas Alana yang memberondong Danu dengan nada protesnya.
Mata Danu menatap lurus pada Alana. Entah mengapa hatinya justru bahagia melihat raut cemas di wajah wanita itu.
“Mama jangan khawatir. Buktinya Ayah masih hidup kok. Mama secemas itu ya melihat Ayah tersedak. Ciee.. Mama takut kehilangan Ayah ya?” godaan Rehan seketika membuat Danu mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, menyembunyikan seulas senyum yang terkembang di sana.
Sementara Alana yang hendak membuka mulutnya menyangkal ucapan Rehan, kini sudah terpotong lagi dengan perkataan Danu.
“Tentu saja Mama Alana khawatir sama Ayah. Mama Alana ‘kan sangat menyayangi Ayah. Iya ‘kan, Alana?” tanya Danu pada Alana sambil mengedipkan sebelah matanya.
Winarti yang melihat Alana tercenung tak bisa berkutik, justru menahan senyum.
“Eh, iya. Mama sayang sama Ayah Danu, sama seperti Mama menyayangi Rehan.” Alana menjawab pelan. Lalu mengatupkan kembali bibirnya dan memilih meraih piring makannya.
Alana menghembuskan napasnya pelan, mencoba menghabiskan makanannya meski ia tahu Danu sedang memerhatikannya dari samping dengan senyum simpulnya.
***
Alana keluar dari kamarnya dengan membawa sebuah selimut tebal berwarna merah. Selimut itu untuk Danu. Tadinya Alana sudah memaksa agar Danu tidur saja di kamar Rehan. Tetapi Danu menolak. Mungkin karena ranjang tidur di kamar Rehan berukuran minimalis dan tak cukup menampung tubuh Danu yang tinggi kekar. Ranjang di kamar Alana pun sama kecilnya.
Jadi seperti malam kemarin, malam ini pun Alana menghampiri Danu yang berbaring di kursi panjang yang ada di ruang tengah. Membawa serta selimut di tangannya.
“Kan sudah berapa kali ku bilang, sebaiknya kamu tidur di kamar Rehan saja. Biar Rehan tidur denganku agar kamu nyaman. Setidaknya di dalam kamar tidak akan ada nyamuk, Danu,” ucap Alana yang secara kebetulan memergoki Danu yang tengah menepuk-nepuk nyamuk di pipi dan tangannya.
Danu menyengir lebar, mengubah posisi berbaringnya menjadi duduk. Sedangkan Alana tetap berdiri di depannya.
“Tidak usah, Alana. Aku hanya perlu berkenalan dengan nyamuk-nyamuk di sini. Sepertinya mereka menyukaiku. Atau mungkin karena aku tampan jadi mereka menciumi pipiku terus,” kelakar Danu berseloroh.
Membuat Alana mau tak mau mengulum senyum, menggelengkan kepalanya. Dan jantung Danu langsung memompa lebih cepat saat itu juga.
“Ada-ada saja. Kamu itu, aku bicara serius selalu saja menanggapinya dengan bercanda,” kata Alana yang memilih ikut duduk di samping Danu.
“Kalau serius terus, nanti aku stress! Wanita yang aku cintai belum bisa membalas cintaku, jadi aku harus berusaha membuat suasana hatiku bahagia agar tak selalu merana karena cinta,” kekeh Danu. Dan Alana yang mendengarnya merasa tersindir, tapi ia juga mengulum senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Istri CEO Tampan
Romance"Saya akan bantu lunasi biaya operasi Andra. Tapi dengan satu syarat," ucap wanita tua itu pada Alana. "Apa syaratnya, Ma?" "Tinggalkan Andra, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya!" Demi kesembuhan Andra, Alana rela meninggalkan suaminya itu...