Kemudian Andra menggeleng dengan tegas.
"Tidak! Kalian berdua salah. Sejak hari dimana Alana sudah membuat hidupku hancur, saat itu aku sudah melenyapkannya dari hati dan pikiranku. Bagiku Alana yang dulu sudah mati. Dan Andra yang dulu pun juga sudah mati. Tidak ada satu pun yang tersisa dalam diriku selain kebencian yang mendalam padanya!" Andra berkata dengan rahang yang merapat.
Entah mengapa membuat senyum miring tersungging di bibir Nita.
Sedangkan Darma, wajahnya masih menatap Andra dengan datar dan tegas.
"Dan tentang Sherly, semua itu tidak ada sangkut pautnya dengan Alana. Jadi aku minta, jangan pernah membawa-bawa nama Alana. Di saat kita sedang memperdebatkan tentang perjodohan ini!" air muka Andra tampak begitu serius. Kedua matanya menghunus tajam kearah wajah Darma dan Nita.
"Kalau begitu, tunjukan kalau kamu memang sudah melupakan wanita murahan itu! Cepat nikahi Sherly, atau minimal bertunanganlah dulu dengan dia, Ndra! Biar Tuan Arwen tidak terus bertanya tentang keseriusan hubungan kalian," desak Nita.
Tapi Andra hanya mendengus sebal, menatap sebentar pada kedua orang tuanya lalu melengos begitu saja menaiki tangga.
"Andra! Papa dan Mama belum selesai bicara sama kamu! Jangan berlaku tidak sopan terhadap orang tua kamu sendiri!" sentak Darma dengan keras.
"Lain kali saja kita bahas ini lagi, Pa. Aku mengantuk. Ingin tidur," sahut Andra malas tanpa membalikan badannya.
Kakinya tetap melangkah menaiki tangga.
Sementara Darma dan Nita berdecak kesal melihat tingkah Andra yang tak bisa diatur.
"Huh, anak itu benar-benar! Semenjak Andra kenal dengan wanita murahan itu, dia berubah jadi pembangkang pada kita, Pa. Wanita itu benar-benar pembawa sial! Mama tidak akan membiarkan dia hidup tenang selama Andra belum mau menerima perjodohan dengan Sherly!" Nita menyentuh lengan suaminya. Yang kemudian diangguki oleh Darma.
"Betul, Ma. Selama dia masih ada berdekatan dengan Andra. Dia pasti akan terus menempel seperti benalu. Kita harus menyingkirkannya agar Andra tidak lagi bertemu dengan wanita itu!" sahut Darma dengan meremas kepalan tangannya. Seakan ia sedang mencengkeram Alana dan meremukkan wanita itu dengan tangannya sendiri.
***
"Wah, Ma. Nasi gorengnya enaaak sekali. Mama beli di mana?" Rehan bertanya saat ia baru saja mengunyah nasi goreng yang Alana bawakan untuknya.
Tadi Rehan mengatakan kalau dia ingin makan nasi goreng, dan seketika saja Alana teringat dengan pedagang nasi goreng yang dulu selalu menjadi langganannya saat masih menikah dengan Andra.
Sebenarnya sebelum pergi ke sana Alana merasa ragu, ia takut jika Mang Karim sudah tak berjualan lagi. Tapi ternyata Alana salah, lelaki tua itu masih tetap menjalankan usaha gerobaknya.
Akan tetapi, Alana akhirnya harus bertemu dengan Andra. Alana tidak tahu kalau lelaki itu juga sedang berada di sana.
"Ma! Mama kok malah melamun?" tanya Rehan menggoyang-goyangkan lengan Alana yang duduk di sampingnya.
"Ah, iya Rehan. Kenapa?" Alana mengerjap dan menatap anaknya dengan seksama.
"Tadi aku tanya, Mama beli nasi gorengnya di mana?"
"Oh. Mama beli di seorang pedagang gerobak. Namanya Mang Karim. Kenapa, Rehan suka ya dengan rasanya?"
Rehan langsung mengangguk dengan cepat. Seraya mengacungkan kedua jempol tangannya pada Alana.
"Iya, Ma. Aku sangat suka nasi gorengnya. Rasanya enaaak banget. Rehan jadi pengen deh, kapan-kapan main ke warung gerobaknya Mang Karim itu. Terus makan nasi goreng di sana sama Mama dan Nenek. Pasti Nenek juga bakalan suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Istri CEO Tampan
Romance"Saya akan bantu lunasi biaya operasi Andra. Tapi dengan satu syarat," ucap wanita tua itu pada Alana. "Apa syaratnya, Ma?" "Tinggalkan Andra, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya!" Demi kesembuhan Andra, Alana rela meninggalkan suaminya itu...