Kini mereka sudah duduk berdampingan di dalam kursi pesawat. Sabuk pengaman pun sudah membelit perut mereka dengan aman. Makanan juga telah mengisi perut mereka yang kosong.
Tapi sejak tadi, tak ada satu pun dari mereka yang membuka suara. Andra dan Alana hanya saling bergeming. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Bedanya, Alana tersenyum menatap kearah jendela pesawat sambil memikirkan Rehan. Sedangkan wajah Andra tak tampak sebaris pun senyum di bibir lelaki itu.
‘Terimakasih Tuhan. Akhirnya aku pulang juga ke Jakarta. Aku akan memeluk Rehan lagi. Dua hari saja di bali rasanya sudah seperti setahun. Tapi sekarang aku akan bisa melepas kerinduanku pada Rehan dan ibu.’ batin Alana.
Andra menopang sebelah pipinya dengan tangan kanan. Lalu ia mengusap wajahnya dengan gusar.
‘Aku masih penasaran dengan sosok lelaki yang ada di sekeliling Alana. Sebenarnya ada berapa lelaki dalam hidup wanita itu? Siapa Rehan? Dan siapa pula Danu?’ gumam Andra terus berkecamuk di dalam batinnya.
Rasanya resah sekali membayangkan Alana yang dikelilingi oleh dua orang lelaki dalam kehidupannya. Entah mengapa Andra tidak suka membayangkannya.
Andra merasakan sakit di hatinya tapi ia berusaha sembunyikan. Dan ego-nya yang tinggi membuat Andra tak mungkin mengakui kecemburuannya itu pada Alana.
‘Alana! Kenapa dengan hatiku? Kenapa aku sangat tidak suka mendengar ada laki-laki lain yang mengobrol denganmu seakrab itu? Laki-laki itu membuatmu tertawa dan tersenyum. Kalian sepertinya telihat sangat dekat sekali. Dan.. sialnya hatiku merasa tidak rela!’ Andra mendesah gelisah di dalam batinnya.
Perasaan cemburu sudah melingkup dalam sanubari. Dan semua itu karena sosok Rehan dan Danu. Dua orang lelaki yang belum Andra ketahui statusnya bagi Alana.
***
Tok! Tok! Tok!
Alana kini telah sampai di rumahnya. Dan ia mengangkat tangan untuk mengetuk pintu rumahnya itu dengan senyum simpul yang terukir di bibir.
Menanti Rehan akan keluar dan terkejut melihatnya.
Benar saja. Tak berapa lama pintu terbuka dan bocah kecilnya langsung melebarkan mata begitu melihat Alana berdiri di hadapannya.
“Mama! Mama sudah pulang?! Nenek! Mama sudah pulang dari bali! Nenek!” Rehan berseru senang dan langsung berteriak memanggil Winarti yang sedang melipat pakaian di ruang tengah.
Alana tersenyum dan berjongkok memeluk Rehan dengan sangat erat.
“Lihat Mama bawa apa untuk kamu!” Alana menunjukan bingkisan yang ia bawa pada Rehan. Dan Winarti juga keluar dari rumah. Tampak raut senang di wajahnya saat Alana telah pulang.
“Wah, ini kan robot kesukaan Rehan, Ma! Mama beli dimana?” tanya Rehan dengan wajah antusiasnya.
Alana tersenyum menyugar rambut anak lelakinya dengan gerakan lembut. “Mama membelinya di toko mainan saat di bandara. Ketika melihat robot itu, Mama langsung teringat sama Rehan. Rehan senang ‘kan dengan oleh-olehnya?”
“Senang sekali Ma. Terimakasih banyak, Ma. Rehan sayaang banget sama Mama. Mama memang yang terbaik deh.” Rehan memeluk leher Alana dengan erat. Lalu sesekali menciumi rambut ibunya itu yang tergerai lurus hingga ke pinggang.
“Tapi..” raut wajah Rehan seketika berubah. Senyumnya memudar dan ia melepaskan pelukannya seraya menatap Alana dengan wajah tertunduk.
“Tapi apa Rehan?” Alana mengerutkan kening.
Winarti juga heran dengan perubahan air muka Rehan yang tiba-tiba. “Kata temen-temen Rehan di sekolah, mereka bilang robot ini ‘kan mahal Ma. Jujur saja Rehan senang. Tapi seharusnya Mama tidak usah beli ini. Uangnya buat ditabung saja ‘kan kasihan Mama sudah capek-capek bekerja seharian. Dan uangnya malah dibelikan robot ini..” Rehan menundukan pandangan. Menatap pada robot di tangannya dengan bibir bawah yang terkulum.
Alana dan Winarti tersenyum saling pandang. Mereka tahu jika Rehan sekarang telah besar. Bocah itu sudah mengerti dengan arti penting dari uang dan sayang untuk menghambur-hamburkannya.
“Rehan! Dengar Mama ya. Mama ‘kan habis dapat bonus. Karena menemani boss Mama ke bali untuk proyek bisnis perusahaan. Jadi Mama ada rezeki lebih untuk membelikan sesuatu buat anak Mama tersayang. Lagipula bonus Mama masih tersisa untuk ditabung kok. Jadi kamu jangan khawatir. Jangankan robot ini, apapun yang Mama punya akan Mama berikan untuk kamu selama Mama mampu, Rehan. Karena kamu adalah hidup Mama.” Alana menjelaskan.
Membuat kepala Rehan yang tadi menunduk kini kembali terangkat menatapnya. Dengan berkaca-kaca mendengar penuturan Alana, Rehan langsung menyeka air matanya dan kembali mendekap Alana dengan begitu erat.
“I love you, Mama!”
“I love you too, Rehan!”
***
“Bisakah Mama tidak mencecarku tentang Sherly setiap kali aku baru pulang ke rumah?” pinta Andra pada Nita saat Andra baru saja membuka pintu kamarnya. Nita mengekori Andra dari belakang.
Dengan perasaan jengah, Andra menghempaskan pantatnya di sebuah sofa panjang yang ada di dalam kamar. Lantas melepas satu per satu sepatu hitam yang dikenakannya. Enggan menatap Nita yang berdiri sambil berpangku tangan di sampingnya.
“Mama hanya masih tidak terima, kamu pergi ke bali tidak membawa Sherly.”
“Aku ke bali untuk bekerja, Ma. Bukan untuk bulan madu,” tukas Andra dengan ketus setelah menyingkirkan sepatunya ke sembarang arah. Lalu Andra membuka kancing bagian atas kemejanya. Karena Andra merasa suasana di kamarnya mulai agak gerah.
“Mama tahu, Ndra. Tapi kamu dan Sherly itu harus semakin dekat. Kamu harus ingat dengan rencana perjodohan kalian. Mama tidak enak sama Tuan Arwen yang kemarin malam datang ke sini untuk menanyakan keberadaan kamu. Mama dengar, kamu bahkan tidak pernah mengangkat telpon dari Sherly selama kamu di bali.” Nita masih melemparkan tatapan tajamnya pada Andra.
Sementara Andra memilih menulikan telinga dengan mencoba menonton tayangan televisi yang acaranya random. Tampak air muka Andra terlihat keruh. Dan bahkan Nita sama sekali tak mau memerdulikan itu.
“Dan soal wanita murahan itu. Kamu tidak berbuat hal yang macam-macam dengannya ‘kan, Ndra?” tak nyaman terus-menerus berdiri. Nita memutuskan untuk duduk juga di samping Andra. Menatap wajah anaknnya yang nyaris sama seperti sebuah tembok. Tampak datar dan tak berekspresi.
“Mama gak rela ya kalau sampai kamu tidur sama Alana,” lanjut Nita.
Andra hanya menepikan punggungnya pada sandaran sofa. Tapi matanya tetap lurus pada televisi yang sama sekali tak menarik minatnya. Acaranya yang random malah membuat Andra muak. Tetapi Andra juga tak mau melihat Nita yang seakan tak pernah puas mendesaknya.
“Memangnya kenapa, Ma? Kalau pun benar aku menidurinya kenapa Mama harus setidak rela itu?”
“Jadi benar, kamu sudah meniduri Alana?” bola mata Nita melebar menatap Andra dengan raut terkejut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Istri CEO Tampan
Romance"Saya akan bantu lunasi biaya operasi Andra. Tapi dengan satu syarat," ucap wanita tua itu pada Alana. "Apa syaratnya, Ma?" "Tinggalkan Andra, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya!" Demi kesembuhan Andra, Alana rela meninggalkan suaminya itu...