Ketika Alana pulang dari kantor dan melihat ke kamar Rehan, seketika kening Alana berkerut mendapati Rehan yang sedang bergaya di depan cermin. Sambil menyisir poninya, bocah itu membetulkan kerah piyama tidur yang ia kenakan. Lalu tersenyum dan berpose memandangi wajahnya sendiri.
Tingkah Rehan yang tak biasa itu tentu saja membuat Alana tak tahan untuk menahan senyum.
“Wah, tampan sekali anak Mama. Sudah berasa jadi foto model ya?” kekeh Alana menyandarkan tubuhnya di kusen pintu, sembari menggeleng-gelengkan kepala melihat Rehan.
“Mama?!” pekik Rehan terkejut langsung menaruh sisirnya di atas nakas. Lalu membalikan badannya menghadap Alana sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. “Kok tumben Rehan tidak dengar suara Mama saat datang. Sejak kapan Mama berdiri di situ?” tanya Rehan salah tingkah.
Alana terkekeh lalu melangkah mendekat.
“Kamu terlalu asyik bercermin sampai tidak mendengar suara Mama ya, padahal dari tadi Mama manggil-manggil kamu loh.” Alana duduk di tepi ranjang Rehan. Menatap wajah anak lelakinya yang tampak begitu tampan malam ini.
“Sejak kapan rambut kamu dibasahi terus dibuat bergaya seperti ini?” Alana mengacak pelan rambut Rehan yang terlihat klimis. Membuat bocah itu merengut dan protes.
“Ish, Mama. Jangan diberantakin. Tangan Mama nakal sekali!”
“Habisnya anak Mama ini terlihat begitu tampan. Sampai membuat Mama gemas melihatnya.” Alana menarik tubuh Rehan agar ikut duduk di sampingnya. “Ada angin darimana, kamu jadi senang berpose seperti itu? Rehan mau bercita-cita jadi foto model ya?” lanjut Alana bertanya.
Dan Rehan tersenyum malu-malu. Sambil nyengir lebar, ia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Alana.
“Bukan, Ma. Rehan bukan mau jadi foto model. Tapi Rehan lagi suka sama gaya rambutnya Om Baik.”
“Om Baik?” alis Alana terangkat sebelah. “Tunggu! Om Baik itu.. orang yang dulu pernah menabrak kamu dan membawa kamu ke rumah sakit, bukan?” Alana bertanya dan Rehan langsung menganggukan kepalanya.
“Iya, Ma. Dan Mama tahu tidak, tadi pagi Rehan ketemu lagi loh sama Om Baik. Kami bertemu di sekolah. Rehan seneeng banget bisa bertemu lagi sama dia. Soalnya Om itu ramah, terus keren. Rambutnya juga klimis dan yang paling Rehan suka adalah tubuhnya tinggi. Rehan saja kalah jauh tingginya sama Om itu,” tutur Rehan menceritakan tentang sosok Om Baik pada Alana.
Dan Alana hanya mendengarkan sembari memasang wajah penasaran. Ucapan Rehan seakan menarik hati Alana bahwa sosok Om Baik itu memang sangat ramah dan penyayang pada anak kecil. Terbukti, hanya dengan dua kali bertemu saja Rehan sudah langsung menyukai sosok Om Baik yang ia ceritakan.
“Kamu sudah tahu siapa nama Om Baik itu?” tanya Alana dan Rehan menepuk keningnya.
“Aduh, Rehan lupa lagi mau tanya namanya, Ma. Kok Rehan bisa pelupa ya. Nanti lain kali kalau bertemu lagi pasti Rehan akan tanyain siapa nama Om itu. Oh iya. Kalau Mama sendiri, apa Mama tidak mau ketemu sama Om Baik? Dia itu ramah loh, Ma.” kali ini Rehan justru balik bertanya pada Alana. Membuat Alana tersenyum menggelengkan kepalanya. Kemudian menjawil pelan hidung bangir anak lelakinya itu dengan gemas.
“Tidak. Mama tidak mau bertemu dengan dia,” jawab Alana.
“Tapi kalau suatu saat nanti Mama dan Om Baik bertemu, gimana Ma?” tanya Rehan memiringkan kepalanya, menatap Alana dengan wajah ingin tahu.
Alana mengedikan bahunya. “Ya. Tidak gimana-gimana. Kalau suatu saat Mama harus bertemu dengan Om Baik yang kamu ceritakan itu ya biar saja. Berarti memang sudah takdirnya kami bertemu.”
Rehan terdiam memerhatikan Alana, namun bibirnya tersenyum mendengar jawaban dari ibunya itu.
“Ah, sudahlah. Mama mau mandi dulu. Kalau Mama terus saja bicara sama kamu, kapan Mama mandinya?” Rehan dan Alana sama-sama terkekeh. Kemudian Alana bangkit berdiri dan berjalan keluar kamar meninggalkan Rehan yang masih duduk di tepi ranjangnya.
“Kalau begitu, Rehan mau berdoa aja deh. Supaya Mama dan Om Baik benar-benar bertemu suatu saat nanti. Biar Mama tahu kalau Om Baik itu sangat ramah. Dan mereka pasti bisa jadi teman baik.” Rehan bergumam sembari menyunggingkan senyum penuh semangat di wajahnya.
***
“Keputusan sudah diambil oleh Tuan Arwen. Jika besok kamu dan Sherly akan bertunangan. Kamu tidak bisa menghindar, Andra! Cincin untuk kalian sudah dipilihkan. Kamu hanya tinggal memasangkannya di jari manis Sherly dan memperkenalkan Sherly sebagai calon istri kamu di hadapan semua tamu dan kolega bisnis kita!”
Andra tersenyum kecut saat ucapan Darma yang menyambutnya pulang kerja tadi kini kembali terngiang di telinganya.
Ya. Darma bilang Andra tidak bisa menghindar. Pertunangan Andra dengan Sherly tetap akan dilaksanakan bersamaan dengan acara ulang tahun perusahaan besok malam. Apalagi Andra dituntut untuk mengenalkan Sherly sebagai calon istrinya.
Andra mendengkus masam membayangkan itu. Tangannya kembali mencekik botol minuman, lantas menuangkannya ke dalam gelas bekasnya. Tapi Andra menggeram saat ternyata isi botol itu sudah habis.
“Aarghhh! Sial!”
PRANG!
Andra melempar botol kosongnya ke lantai hingga pecah berhamburan. Saat ini Andra tengah duduk di atas kursi minibar. Hanya minuman yang bisa membuat hati dan pikirannya tenang.
“Kenapa semuanya jadi serumit ini? Aku harus bertunangan dengan Sherly?! Malas sekali! Membayangkan wanita manja dan tukang ngadu itu akan semakin lengket padaku. Tidak! Aku tidak bisa membiarkan pertunangan itu terjadi. Besok malam aku harus melakukan sesuatu. Tapi apa?!” Andra mengacak rambutnya gusar.
Perjodohan paksa ini membuatnya begitu pusing. Padahal Andra sama sekali tak menyukai Sherly. Tapi Andra terpaksa harus menerima perjodohan bisnis ini karena paksaan kedua orang tuanya.
“Aku ingin menuntaskan dendamku dulu pada Alana. Aku ingin berpuas-puas diri lebih dulu dengan wanita itu. Jika aku terlalu cepat bertunangan dengan Sherly, mereka pasti akan mendesakku untuk segera manikah setelah itu. Ck! Aku sungguh muak dengan semua ini!” decak Andra dengan kesal.
Tangannya bergerak meraih botol yang masih penuh untuk kemudian membukanya dengan gerakan kasar. Lalu Andra menuangkannya ke dalam gelas dan langsung meneguk minuman itu dengan sekali tegukan hingga tandas.
TAK!
Andra menyentak gelas kosongnya di atas meja minibar. Tatapannya nyalang ke depan. Matanya menyipit sembari benaknya mengulang kembali kejadian saat di mobil. Dimana Andra tak sengaja melihat foto mesra Alana bersama Danu.
“Foto itu pasti diambil di hari ulang tahunmu, Alana. Wajah Danu terlihat sangat senang ketika disuapi olehmu. Rupanya hubungan kalian sudah sangat dekat. Tapi kenapa hatiku terasa panas? Kenapa aku merasa tidak suka melihatmu dekat dengan lelaki lain? Padahal seharusnya aku tidak boleh merasa cemburu. Karena aku belum puas melihatmu menderita. Aku belum puas,” desis Andra setengah berbisik. Kemudian Andra kembali menuangkan minuman dan meneguknya hingga habis.
Sepertinya malam ini Andra akan menjadikan minnuman sebagai teman setianya untuk berpesta pora merayakan kemelut dalam hidupnya.
Novel ini akan dilanjut sampai tamat di Wattpad, tapi updatenya sangat lambat. Dan seluruhnya ada lebih dari 170 bab.Kalau mau baca yang full sampai tamat, bisa baca di Aplikasi Karyakarsa.
Di sana ada paket sampai tamat, cuman 45.000
Tinggal cari nama syifasafaah di kolom pencarian karyakarsa.Yang gak mau susah ke aplikasi, bisa beli PDF novelnya di aku lewat Whatsapp 👉 087820586662. Harga 30.000 per-novel. Bayarnya bisa via dana atau transfer bank.
(DISKON) Harga bundling PDF Khusus bulan ini.
- BELI 1 Pdf harga 30.000
- BELI 2 Pdf harga 50.000
- BELI 3 Pdf harga 65.000
- BELI 4 Pdf harga 75.000
- BELI 5 Pdf harga 85.000
- BELI 7 Pdf harga 100.000Ada 7 judul pdf.
1. Penghangat Ranjang Tuan CEO
2. Mantan Istri CEO Tampan
3. Istri Pengganti Tuan Damian
4. Bukan Wanita Penggoda
5. More Than Love
6. Stepmother's Love Snare
7. Salah Pilih Pengantin
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Istri CEO Tampan
Romansa"Saya akan bantu lunasi biaya operasi Andra. Tapi dengan satu syarat," ucap wanita tua itu pada Alana. "Apa syaratnya, Ma?" "Tinggalkan Andra, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya!" Demi kesembuhan Andra, Alana rela meninggalkan suaminya itu...