“Kamu memang wanita yang tidak tahu diri ya. Mulai berani kamu sama saya? Apa karena kamu bekerja di perusahaan Andra, jadi merasa mendapat perlindungan? Heh, dengar Alana. Andra tidak akan peduli padamu. Mau kamu mati atau hidup. Bahkan Andra tidak akan peduli dengan itu!”
Alana tetap tersenyum. Meski hatinya hanya sedang menahan diri agar tak terpancing emosi atas hardikan Darma padanya.
“Terserah Anda mau mengatakan apa, Tuan. Tapi yang jelas, aku bukan lagi Alana yang akan diam seperti dulu jika Anda menindasku. Jadi maaf kalau aku sedikit kurang sopan karena menjawab setiap ocehan Anda. Niatku di sini adalah untuk bekerja. Bukan untuk mencari masalah dengan siapapun. Termasuk dengan Anda, Tuan. Jadi jika Tuan tidak ada kepentingan lain. Bisakah Anda pergi dan membiarkan aku kembali fokus dengan pekerjaanku?” pinta Alana yang secara tidak langsung mengusir Darma.
Tentu saja Darma terkejut dengan sikap Alana yang berani-beraninya mengatakan hal itu. Seumur hidupnya, tak ada satu pun sekretaris Andra yang berani padanya seperti yang Alana lakukan saat ini.
“Dasar wanita miskin! Baru kali ini aku diusir dari perusahaan milikku sendiri! Awas kamu, Alana!” Darma mendelik dan mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya. Matanya melempar tatapan yang begitu tajam dan menusuk pada Alana.
Sebelum kemudian Darma memutuskan untuk mengenyahkan diri dari sana. Darma berjalan tegas menuju lift. Memencet tombol dengan penuh napsu—dan amarah. Hingga saat pintu lift terbuka, Darma cepat masuk ke dalam sana tanpa sepatah katapun.
“Apa kiranya yang akan Tuan Darma lakukan padaku nanti, setelah aku berbicara tidak sopan padanya?” gumam Alana bertanya-tanya setelah Darma pergi dan Alana menghembuskan napasnya lelah.
Ya. Alana merasa lelah dengan sikap kedua orang tua Andra yang seakan tidak ada habisnya mencemooh dirinya.
“Hanya karena aku miskin. Mereka memandangku sebelah mata. Bahkan mereka juga tega memisahkanku dengan Andra. Apa harta sebegitu berharganya di mata Tuan Darma dan Nyonya Nita? Padahal usia mereka sudah semakin senja. Sejujurnya, aku merasa sangat kasihan pada mereka. Karena mereka lah orang miskin sesungguhnya. Rela mencari harta sampai menghalalkan segala cara,” lanjut Alana seraya mendesah pelan.
Ya. Darma dan Nita adalah wujud orang miskin yang sesungguhnya. Dan Alana merasa kasihan dengan sikap yang dimiliki oleh kedua orang tua Andra itu.
***
Saat pulang kerja, Andra melihat Alana yang tengah berdiri di pinggir jalan. Pasti Alana sedang menanti kendaraan umum yang lewat.
Tampak gadis itu sesekali melirik kearah jam di tangannya. Rambut Alana yang terurai, kadang terbang tersapu angin malam yang pastinya akan terasa dingin.
Dan entah bagaimana, mobil milik Andra dengan lancangnya malah berhenti tepat di depan Alana.
“Hah! Sial! Kenapa aku malah menghentikan mobilku di sini? Sekarang aku jadi bingung harus melakukan apa,” gumam Andra kesal sambil melirik kearah jendela mobilnya.
Dilihatnya Alana menatap mobilnya dengan kening yang berkerut.“Apa sebaiknya aku tawari Alana tumpangan saja? Tidak ada salahnya jika aku mengantar Alana pulang malam ini,” lanjut Andra sembari mengangguk-anggukan kepalanya.
Ya. Bukankah selama ini Andra kerap kali menyakiti hati Alana dan hanya membuat wanita itu terluka. Sesekali Andra mungkin perlu menunjukan sikap baiknya.Lagipula, ia juga tidak tega jika Alana terus menunggu di pinggir jalan sambil menggosok-gosok lengannya yang kedinginan.
Maka Andra kini membuka pintu mobilnya, lalu ia turun dan menghampiri Alana. Membuat kedua alis wanita itu saling bertaut menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantan Istri CEO Tampan
Romance"Saya akan bantu lunasi biaya operasi Andra. Tapi dengan satu syarat," ucap wanita tua itu pada Alana. "Apa syaratnya, Ma?" "Tinggalkan Andra, dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya!" Demi kesembuhan Andra, Alana rela meninggalkan suaminya itu...