11. Kafka ( Bimbang, gelisah )

731 63 1
                                    




"Khay ini catatan tugas yang kemaren lo ketinggalan selama absen, gue udah rangkumin buat lo."

Sudah hampir lima menit gue berdiri disamping meja Khayla, kelas udah mulai rame bahkan Sonya terus menatap kearah gue dengan seksama.

Sedangkan orang yang sedari tadi gue ajak ngomong tetap bergeming, gue seolah tak terlihat dimata Khayla.

"Khay semuanya udah gue rangkumin kok di buku ini buat lo, jadi lo nggak usah repot nyalin punya Mila lagi. Ambil buku ini aja."

Meskipun terasa memaksa tapi gue tetap pantang menyerah. Gue udah capek harus bikin catatan double buat Khayla juga selama tiga hari ini, masa nggak digubris sama dia. Seenggaknya meskipun masih marah ke gue, tapi harusnya Khayla ngehargain niat baik gue nggak sih.

Gue nggak ada niatan mau nyongok Khayla biar dia maafin gue dengan catatan ini kok. Gue cuman ngerasa bertanggung jawab soal keabsenan Khayla, seenggaknya hal kecil kayak gini yang bisa gue lakuin.

Jemari lentik Khayla bahkan sudah terlihat kelelahan karena sedari tadi dia nyalin berlembar-lembar tugas, sedangkan gue disini udah ngasih kemudahan buat dia padahal.

Gue mendesis ringan kearah Mila, "Mil, bantuin gue dong, biar Khayla nggak kecapean juga harus nyalin segitu banyak."

Mila hanya memandang singkat tapi terasa... mmm tajam.

"Tumben perduli."

Yah gue malah disarkasin sama Mila, gue tau mungkin buat sebagian orang sikap gue sekarang ini aneh. Mendadak memperhatikan kebutuhan Khayla, khawatir Khayla kecapekan, terlihat perduli sama Khayla.

Temen-temen di kelas gue mungkin udah tau persis gimana gue memperlakukan Khayla selama ini, meski berangkat dan pulang bareng, tapi selain hal itu gue nggak pernah berinteraksi sama Khayla.

Kayak orang asing aja, padahal kita satu rumah. Emang gue sih yang selama ini menghindari buat terlihat terlalu deket sama dia.

Gue juga yakin Mila pasti diceritain sama Khayla tentang gue, sedikit banyaknya. Makanya Mila bisa ngomong ketus gini ke gue.

Gue nggak bisa menjawab perkataan Mila, karena nggak tau harus ngomong apa. Gue juga nggak bisa membela diri, apalagi beberapa pasang mata sudah memandang kearah meja Khayla yang mana gue masih berdiri dengan tegapnya hampir 15 menit sambil menyodorkan catatan.

Terlihat aneh sama mereka, pasti.

Harga diri gue serasa jatuh banget saat ini, ego gue pengen teriak "Nggak usah sok kecakepan lo Khayla, berani banget nolak bantuan gue."

Tapi nggak mungkin banget gue bilang gitu sekarang, ego gue bener-bener disuruh ngalah buat kali ini.

"Yaudah ini buku nya gue taroh disini, terserah lo mau gunain apa nggak."

Gue meletakan buku nya persis dihadapan Khayla, bersisian dengan kotak pensilnya.

Mau nggak mau gue nyerah karena jam pelajaran udah mau dimulai dan guru bakal segera masuk, gue nggak mungkin berdiri disini terus saat kelas berlangsung.

•••


Gue memandang kesal kearah pemandangan didepan sana.

Baru aja mobil gue keluar dari gerbang sekolah dan langsung disajikan pemandangan dimana Biru sudah siap sedia menjemput Khayla, nggak berapa lama netra gue menangkap Khayla yang berlari kecil menuju Biru yang lagi duduk diatas motornya.

Seperti tadi pagi, gue kembali melihat Biru yang masangin helm buat Khayla, nuntun Khayla buat naik kemotornya dan meminjamkam jaket untuk menutupi rok Khayla.

Our September Moments (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang