Gue mengerjap kecil, warna kuning ke-emasan itu mulai terselip di balik tirai hitam jendela kamar gue. Suara kicauan burung mulai terdengar, gue menarik nafas perlahan, menatap kearah jam yang tersampir di nakas samping kiri gue.Sekarang pukul 7.15 pagi dan ini hari minggu, jika hari minggu biasanya gue akan bermalas-malasan dan akan kembali memejamkan mata, tapi nggak untuk pagi ini.
Gue bergegas bangun, berlari kecil ke kamar mandi di dalam kamar gue dan menatap cermin dengan seksama. Terlihat cukup jelas kalau mata gue kurang tidur, tadi malam gue emang nggak bisa tidur dengan nyenyak.
Mencoba mengenyahkan pemikiran yang terus berputar di otak gue dari tadi malam, gue mengambil pasta gigi, menyikat gigi dan kemudian membersihkan sedikit diri gue.
Setidaknya gue harus terlihat lebih segar.
Pagi minggu kali ini cuma ada gue dan Khayla dirumah, bunda masih di Sukabumi dan papi pun nyusulin bunda kemaren, kata mereka besok baru pulang.
Gue nggak mau ngasih kesan yang buruk ke Khayla, gue udah janji ke bunda bakal jagain Khayla selama kita hanya berdua dirumah.
Karena itu gue bertekat senggaknya gue harus ada effort di pagi hari ini, meski dimulai dari hal kecil dengan sekedar membelikan sarapan untuk Khayla, mungkin terdengar sederhana tapi bukankah hal sederhana itu terkadang adalah beberapa hal yang sangat diimpikan oleh orang lain.
Sejujurnya ini juga salah satu usaha gue buat narik perhatian Khayla, paling nggak sampai dia mau ngomong dengan normal lagi ke gue kayak biasanya. Baru setelah itu gue bisa meminta maaf lagi dengan perlahan ke Khayla.
Meski tadi malam gue dan Khayla bahkan sempat berada dalam jarak yang begitu intim, menghabiskan waktu berdua, hanya saja gue masih merasa kalau jarak yang sesungguhnya tetap terbentang jauh antara gue dan Khayla. Gue sadar dia mau dekat sama gue karena terpaksa, karena dia begitu ketakutan dan cuma ada gue yang bisa dia andalkan. Kalau aja ada Biru, pasti kemaren gue udah ketendang.
Setelah memastikan kalau diri gue cukup layak, gue melangkahkan kaki keluar kamar. Memperhatikan dengan lamat pintu diseberang kamar gue sampai akhirnya tangan gue terketuk, mencari keberadaan Khayla dikamarnya.
Semoga Khayla masih bergelung dengan selimutnya.
Beberapa kali ketukan gue sematkan, cukup lama. Ketika pintu terbuka gue disuguhkan Khayla yang mengerucut lucu, bibir tebalnya sedikit memanyun, kelopak mata nya sayup-sayup mengerjap kecil. Rupanya Khayla tadi emang masih tidur.
Syukurlah, karena emang ini yang gue pengen. Khayla menatap gue dengan sedikit malas, gue tau dia pasti masih ngantuk.
"Khay...Sorry gue ganggu tidur lo ya?" Gue ngomong sambil sesekali memilin tautan jari gue, gila gue udah kayak bocah SD yang malu-malu kucing sekarang. Canggung banget woy!
"Kenapa Kaf?" Suara khas bangun tidur seorang Khayla Savira memenuhi indera pendengar gue sekarang, lembut, pelan, mengalun seperti lagu baru yang langsung jadi favorit gue dan gue repeat setiap waktu. Nyatanya alunan nada bicara Khayla kali ini emang baru pertama kali gue dengar karena sebelumnya gue nggak pernah dengar suara khas bangun tidurnya Khayla, sekalipun.
Dan kayak yang gue bilang sebelumnya, seperti lagu baru yang gue sukai dalam sekejap dan ingin gue dengarkan secara berulang. Hati kecil gue sekarang bertanya, setelah hari ini, kapan lagi ada kesempatan buat gue untuk bisa dengerin nada indah dikala Khayla baru terbangun dari tidur nyenyak nya.
Gue terdiam untuk sesaat, masih mencerna, masih memandangi sosok gadis mungil yang matanya terus mengerjap. Gue menikmati semua apa yang ada dihadapan gue saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our September Moments (Complete)
RomansaKafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana sang bunda memperkenalkan seorang anak gadis yang seumuran dengan dirinya. Tadinya Kafka pikir gadi...