31. Khayla (I'm a Fool)

379 37 25
                                    




-Flashback 3 years ago~

"Kalian seneng kan kita balik liburan lagi ke Jogja?" Tanya Bunda antusias kepadaku dan juga Kafka serta Sonya yang tersenyum dengan sumringah.

Kami sedang berada di Pantai Parangtritis, hari sudah cukup larut dan matahari yang terik akan segera terbenam. Bunda menyarankan agar kami semua mengelilingi sekitaran pantai sambil menaiki kuda dan menikmati jingga nya gemerlap sinar matahari saat akan terbenam serta biru nya ombak laut yang menghantam namun sekaligus nampak menenangkan.

Karena itu Papi Ivan dan Om Wira sedang pergi untuk mencari penyewa kuda, dan Tante Risa ibu dari Sonya mengemasi perbekalan kami untuk ditaruh kembali ke dalam mobil, Bunda juga ikut membantu Tante Risa.

Keluarga Papi Ivan dan Om Wira memutuskan kembali berlibur ke Jogjakarta sebagai hadiah atas kelulusan kami bertiga di tingkat sekolah menengah pertama dan akan meneruskan ke jenjang sekolah menengah atas, seperti hadiah pertanda bawa kami juga memasuki usia remaja yang lebih matang.

Awal tahun lalu tepatnya di bulan februari kami sempat berlibur ke Jogja, seperti biasa untuk perayaan ulang tahun ku dan juga Sonya. Namun saat itu kami hanya sempat menghabiskan tiga hari untuk berlibur dikarenakan waktu yang tidak cukup mengingat kami masih harus bersekolah dan Papi Ivan serta Om Wira juga harus bekerja.

Dan kali ini karena memang tengah libur semester, maka para orang tua mengambil cuti dan kami akan menghabiskan sepuluh hari untuk mengeksplor Jogjakarta, waktu yang sangat cukup untuk menikmati masa-masa liburan.

Hanya saja kapanpun dan dimanapun tempatnya, semenyenangkan apapun hal yang tengah ku lakukan, akan selalu ada kepahitan didalam sana. Kepedihan yang tidak bisa kuungkapkan, tak bisa kubagi dengan siapapun hingga harus berakhir dengan kupendam seorang diri.

Semenjak hatiku menyadari bahwa aku menyukai Kafka satu tahun yang lalu, tepatnya saat kami duduk dibangku kelas dua SMP, semuanya tak lagi sama.

Aku sulit jika harus menghadapi Kafka dan Sonya yang berada di jarak dekat denganku karena siapapun juga bisa melihat bahwa Kafka sangat menyukai Sonya. Kafka bahkan berani terang-terangan menunjukan rasa suka nya didepan para orang tua.

Sedari tadi bahkan mereka terus berpegangan tangan, saling menggegam seolah Kafka takut jika Sonya menghilang dari jarak pandangnya meski hanya sebentar.

Aku merutuki diriku sendiri, kenapa seorang Khayla Savira berani menjatuhkan hati pada laki-laki yang sudah jelas tidak akan memandang kearahku barang sedikitpun. Sebenarnya apa yang ku lihat dari seorang Kafka Auriga hingga hatiku berlabuh padanya?

Kafka memang tampan, ia memiliki fisik yang cukup memukau untuk ukuran seorang anak lelaki berusia 15 tahun. Tubuhnya tinggi, matanya menyorot tajam namun juga lembut disaat bersamaan, rahangnya begitu tegas dan bibir tipisnya memiliki senyuman yang manis. Tapi tolonglah, fisik bukan segalanya.

Aku yakin ketampanan Kafka hanya memengaruhi 20% sebagai alasanku jatuh cinta padanya. Sisanya? Aku justru tidak tau, aku belum bisa memahami dengan jelas apa yang membuatku begitu menyukai Kafka.

Mungkin karena ia selalu mengingat ulang tahunku? Hadiah-hadiah kecil darinya? Atau Kafka yang selalu ingat bahwa minuman favoritku adalah segelas lemon tea.

Jika aku mengatakan bahwa aku mencintai Kafka karena sikapnya terhadapku, maka itu semua bullshit. Jelas-jelas perlakuan Kafka padaku sangat seadanya, berbanding jauh terbalik dengan bagaimana cara ia memperlakukan Sonya.

Kafka bahkan akan langsung begitu panik hanya karena ada seekor semut yang hinggap di kaki Sonya, kemudian ia dengan mudahnya akan mengelusi kaki Sonya lalu memberikan apapun yang Sonya inginkan.

Our September Moments (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang