Terik menyapa, pancaran sinar matahari yang cukup menusuk, cuaca kali ini kayaknya nggak mau bersahabat dengan kelas kami yang sedang melangsungkan pelajaran olahraga di lapangan sekolah. Bahkan olahraga kali ini adalah lari estafet, cukup melelahkan, beberapa siswi perempuan juga nampak tak sanggup untuk menuntaskan estafetnya.Gue lihat Sonya bahkan sudah izin saat kegiatan baru berlangsung sekitar 20 menit, ia menepi dan mengatakan pada guru olahraga kami kalau jantung nya nggak begitu kuat untuk bisa berlarian.
Namun di diseberang sana diurutan ketiga dari lingkaran estafet ini, Khayla masih setia menunggu giliran nya, ada peluh tipis yang berjatuhan di pelipisnnya.
Setelah mendapatkan gilirannya, Khayla berlari dengan cukup kencang, meski badan nya kecil tapi cewek ini seperti nggak kenal lelah. Langkah kaki-kakinya terlihat begitu lincah. Memang akan selalu ada Khayla dengan sisi pemberani, mandiri, dan semangat juang nya yang tinggi.
Khayla bahkan berhasil melakukan tiga putaran dan tim dia memenangkan pertandingan lari estafet ini, meski setelahnya saat selesai, dia terengah.
Gue memandangi Khayla dari jarak yang cukup jauh, dia masih bisa tersenyum dengan hangat sambil bercanda dengan Mila meski dadanya terlihat kembang kepis karena kelelahan.
Hati gue lumayan lega sekarang, setelah ceritain semua kegundahan gue ke Bang Arga, gue memutuskan untuk mengikuti saran dari Arga. Cukup membuka hati untuk segala kemungkinan, jangan denial sama apapun yang dikatakan oleh hati gue sendiri.
Emang belum ditahap gue bisa dengan gamblang bilang kalau gue suka sama Khayla, setidaknya hati gue mengatakan kalau gue tertarik dengan Khayla.
Iya, tertarik.
Artinya eksistensi Khayla bisa mempengaruhi banyak aspek di dalam diri gue. Gimana cara pandang gue ke dia sekarang udah sedikit lebih jelas.
Lalu gimana dengan Sonya? Sampai sekarang dia masih jadi tipe idela dari cewek yang gue idam-idamkan, perwujudan nyata dari cewek yang gue impikan. Hanya saja rasa suka gue ke dia mungkin sedikit mengambang karena kehadiran Khayla yang memasuki hati gue tanpa permisi.
Tangan gue sebenernya sekarang gatal, kaki gue pengen banget melangkah menuju tempat Khayla berdiri, gue mau ngasih minuman isotonik yang sebelum pelajaran olahraga tadi dimulai sempat gue beli. Gue pengen nunjukin perhatian gue ke dia walaupun hanya perhatian kecil, tapi kaki gue terasa masih berat. Lapangan lagi rame banget, banyak murid-murid memenuhi entah dari kelas yang sama dengan gue atau dari kelas lain.
Gue masih ada rasa malu, takut dipandang aneh sama murid lain, takut dikira gue ngejar banget sama Khayla, takut juga niat baik gue ditolak Khayla. Ego gue ternyata masih ada.
"Kaf, kantin ayok!" Suara ajakan dari Januar untuk ke kekantin membuyarkan langkah kaki gue yang tadinya masih terasa bimbang. Januar sedikit berteriak karena posisi dia berjarak sekitar sepuluh langkah dari gue yang diam mematung sendirian sedari giliran estafet Khayla dimulai sampai pelajaran olahraga ini selesai.
Mau nggak mau gue memutuskan untuk berlari kearah Januar dan Septian yang udah nunggu gue buat bareng ke kantin. Pakaian olahraga masih melekat di tubuh kami, biasanya kami bertiga ganti seragam setelah selesai makan di kantin.
Gue sempat melirik sebentar kebelakang, kearah Khayla dan Mila, mereka juga udah mulai bubar dan pergi entah kemana. Sorry Khayla gue masih belum begitu berani untuk menunjukan afeksi gue ke elo dihadapan orang banyak.
•••
Sesampainya di kantin, kami bertiga langsung memesan mie ayam yang selalu jadi langganan saat kami selesai olahraga, judulnya olahraga banyak makan banyak juga, abis bakar kalori malah di isi lagi. Tapi gue masih inget buat olahraga sendiri di luar pelajaran sekolah kok, buat jaga bentuk badan gue dan pastinya buat kesehatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our September Moments (Complete)
RomansaKafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana sang bunda memperkenalkan seorang anak gadis yang seumuran dengan dirinya. Tadinya Kafka pikir gadi...