"Nggak boleh cewek sama cowok berduaan dalam kamar. Nanti yang ketiga nya setan!"Aku terperangah mendengar kalimat yang terlontar dari Kafka. Apa-apaan anak ini, setelah mendobrak pintu kamar ku dengan kencang, dia malah mengatakan kalimat yang tidak masuk akal. Meskipun Biru tak terpengaruh sedikitpun aku tetap merasa tak enak pada Biru.
Aku tidak menceritakan apapun pada Biru tentang Kafka karena merasa tak perlu, namun di beberapa kesempatan Biru memang pernah berujar bahwa Kafka terlihat kekanakan. Penilaian secara singkat yang pada nyatanya memang benar adanya.
Kafka memang agak kekanakan, tapi aku tidak menyangka dia bisa sekonyol ini. Aku pikir dia akan keluar setelah mengatakan kalimat sindiran itu dengan kencang, tapi Kafka malah duduk pada bangku dibagian meja belajar ku. Ia duduk dengan tegap disana sambil matanya menyorot tajam kearah aku dan Biru.
Lihatlah penampilan nya sekarang, kacau, berantakan, rambut tak tersisir, masih menggunakan seragam sekolah yang sudah terlihat lusuh. Lalu atas tujuan apa dia malah memilih mendatangiku di kamar daripada membersihkan dirinya yang sudah sangat tak karuan.
Aku tau keadaan Kafka yang begitu kacau memang disebabkan oleh ku, dia menyelamatkan ku, merelakan dirinya basah kuyup untuk mengeluarkan ku dari kolam. Aku memang akan berterimakasih padanya, tapi nanti.
Aku juga tau bahwa Kafka mmm...
Menyelamatkan ku dengan cara memberi nafas buatan, Mila memberitahu saat aku masih terbaring di IGD tapi kenapa Mila harus mengatakannya di depan Bunda.
Bagaimanapun cara memberi nafas buatan itu adalah dengan, aku tidak bisa melanjutkannya. Yang pasti aku malu karena Mila mengatakannya di hadapan Bunda itu artinya beliau tau aku dan Kafka secara tak langsung pernah bersentuhan. Meski aku tak sadarkan diri dan Kafka juga hanya berniat menolong, aku tetap merasa canggung.
Yang aku bingung kenapa Kafka sampai rela berbuat sejauh itu untuk menyelamatkanku, apa tidak ada cara lain? Dia terlalu gegabah, Mila juga mengatakan bahwa ada beberapa pasang mata yang melihat kejadian itu.
Kalau cerita tentang Kafka yang menolongku bahkan memberiku nafas buatan sampai ke telinga Sonya, aku harus bersiap diri untuk menghadapi gadis itu lagi. Sonya pasti akan marah besar terhadapku, yang aku tidak tau entah dia akan berbuat apa untuk menjauhkan ku dengan Kafka.
Semua begitu konyol, padahal aku dan Kafka tidak pernah dekat. Meski beberapa minggu terakhir Kafka memang bersikap cukup aneh padaku, hanya saja kurasa Sonya tidak perlu khawatir. Seumur hidup Kafka ia habiskan untuk mencintai Sonya. Lalu apa yang perlu dikhawatirkan.
Kehadiran ku tidak akan merenggut tali kasih antara Kafka dan Sonya.
Saat ini aku hanya ingin fokus untuk sembuh, aku masih begitu takut untuk berinteraksi dengan laki-laki. Hanya Biru, Pak Ivan, Bang Arga yang bisa ku percaya. Dan mungkin Kafka bisa sedikit ku perhitungkan.
Aku masih berjuang untuk menghilangkan rasa takut ku terhadap laki-laki karena kejadian itu dan sekarang aku malah kembali terkena musibah. Apa seseorang memang bisa begitu tidak beruntung dalam waktu yang beruntun?
Ahh...
Aku juga kehilangan ayah dan ibu ku dalam jangka waktu yang berdekatan. Sepertinya ketidakberuntungan memang suka menghampiriku, Khayla tolong kuatlah.
Setidaknya saat ini aku memiliki Biru yang berjanji untuk menemaniku sampai dengan aku sembuh seperti sedia kala, aku tau memang tak seharusnya menggantungkan harapan pada manusia, tapi bagaimanapun ketika harapan itu ada, aku masih ingin sedikit mempercayainya.
•••
Selesai menyuapi ku makan, memberi obat dan menenangkan ku, Biru akhirnya pamit untuk pulang. Waktu sudah terlihat pukul 7 malam lewat 15 menit. Biru bahkan membereskan piring kotor dan membawanya turun ke bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our September Moments (Complete)
RomantikKafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana sang bunda memperkenalkan seorang anak gadis yang seumuran dengan dirinya. Tadinya Kafka pikir gadi...