38. Kafka (The one who's fell first)

335 35 24
                                    






Waktu tanpa terasa berjalan cukup cepat namun juga terasa sangat lamban diwaktu bersamaan, hari demi hari yang gue lalui ternyata menghantarkan pada kenyataan bahwa sudah satu bulan sejak gue mengungkapkan semua isi hati gue ke Khayla, sudah terhitung satu bulan gue mencoba meyakinkan untuk Khayla dengan berbagai cara.

Hubungan kami memang jauh lebih membaik dari sebelumnya meskipun Khayla belum bisa sepenuhnya membuka dirinya, dia belum memberi ruang agar gue bisa memahami bagaimana karakter seorang Khayka Savira yang sesungguhnya.

Gue sebenarnya sangat tidak sabaran tapi juga dituntut harus begitu sabar diwaktu yang bersamaan.

Apakah pernah ada yang mengalami jatuh cinta dalam waktu yang singkat namun langsung jatuh terperosok hampir sedalam samudra? Sampai rasanya gue kesusahan bernafas kalau nggak ada Khayla disekitaran gue.

Pelukan-pelukan yang menenangkan, ciuman-ciuman kecil terjadi beberapa kali selama satu bulan gue memperjuangkan Khayla, tapi rasanya semua jalan ditempat. Nggak ada perkembangan yang berarti.

Maaf kalau gue terdengar seperti nggak bersyukur, tapi diatas semua yang terjadi antara kami, gue masih harus menyimpan rasa kesal dan cemburu seorang diri. Gue nggak bisa bilang ke Khayla ketika gue dilanda cemburu tiap kali liat dia yang masih berangkat ke sekolah sama Biru. Mau ngambek pun nggak bisa karena gue tau Khayla nggak akan perduli.

Ketidakpastian membuat semuanya sangat abu-abu. Satu bulan mungkin terdengar sangat sebentar bagi banyak orang, gue pasti dipandang nggak tau diri karena baru perjuangin Khayla selama sebulan tapi sudah banyak mengeluh.

Pasalnya hal ini baru kali ini terjadi sama gue. Seorang Kafka Auriga nggak punya sedikitpun pengalaman tentang cara mengatasi rasa cemburu karena cinta. Dulu saat gue meyakini gue menyukai Sonya, nggak ada cowok lain diantara kami, Sonya juga nggak membuka diri sama cowok lain, nggak ada satu hal pun yang bikin gue tau apa itu rasa cemburu. Karena itu meski bertahun-tahun nggak ada kejelasan hubungan sama Sonya, gue bisa bersikap tetap santai karena memang nggak ada yang perlu dikhawatirin.

Tapi sama Khayla?

Rasanya kayak jungkir balik.

Gue merasakan banyak hal yang sebelumnya nggak pernah gue alami. Cemburu ternyata sangat melelahkan, apalagi ketika nggak punya hak untuk mengatakan kalau gue sedang cemburu.

Karena itu meski baru beberapa bulan tapi ini semua cukup menyiksa gue.

Belum lagi Khayla yang selalu menginap di rumah Mila dari hari jumat hingga minggu dikarenakan mereka punya jadwal belajar private yang dipersiapkan untuk menghadapi ujian.

Gue baru tau kalau rasa rindu ternyata semenyiksa ini, walaupun hanya ditinggal selama tiga hari tapi sudah cukup bikin gue sangat uring-uringan, gelisah nggak karuan. Belasan tahun Khayla selalu berada dalam jarak pandang gue karena kami yang tinggal satu atap, meski di masalalu gue belum jatuh cinta sama dia tapi kami memang nggak pernah pisah walaupun hanya satu hari.

Jadi ketika gue tau Khayla nggak akan ada dirumah saat weekend tiba, rasanya sangat menyesakan. Bisa apa gue saat kangen dia? Nyamperin kerumah Mila? Bilang biar dia jangan nginep dirumah Mila karena gue nggak sanggup pisah? Nggak mungkin! Nggak ada yang bisa gue lakuin karena Khayla bukan milik gue.

Ditambah waktu ujian yang semakin dekat yang mana artinya kelulusan sekolah kami juga sudah hampir didepan mata. Faktanya Khayla bakal segera pindah ke Bandung buat lanjutin pendidikannya.

Gila, gue kayak diserang bertubi-tubi dari segala sisi.

Yang paling membingungkan, entah cara gue yang emang belum bisa bikin Khayla yakin. Sedekat apapun kami sekarang, sebanyak apapun pelukan ataupun ciuman yang kami lakukan, tetap saja Khayla masih pulang-pergi sekolah sama cowok bernama Biru.

Our September Moments (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang