36. Kafka (Lemonade)

304 38 13
                                    




🌸🌸🌸



Perasaan gue cukup campur aduk setelah menceritakan beberapa hal pada dua sahabat gue, Januar dan Septian, gue cukup lega setelah berbagi dengan mereka. Masih teringat bayangan wajah Januar dan juga Septian yang menertawakan gue karena berpindah hati melabuhkan perasaan ke Khayla tanpa bisa gue cegah.

Gue dikatain kena karma karena selama ini nyuekin Khayla dan bahkan sempat benci sama cewek itu.

Namun meskipun tawa mereka yang terbahak-bahak dan cukup mengesalkan, tak elak Januar dan Septian tetap aja sangat khawatir setelah gue menceritakan perihal Sonya. Dan satu hal yang juga bikin gue terngiang sampai sekarang, baik Januar maupun Septian sempat mempertanyakan gimana perasaan gue sesungguhnya ke Sonya selama ini.

Mereka kompak berkata dengan jujur bahwa mereka meragukan perasaan gue buat Sonya selama ini adalah bentuk cinta.

"Lo bilang kan selama ini nggak akan berpaling dari Sonya karena dia udah tipe lo banget sepuluh juta persen lah pokoknya. Gimana kalo ternyata itu semua bukan rasa cinta Kaf?"

"Gimana ternyata kalo perasaan lo buat Sonya sekedar bentuk kagum karena dia memenuhi persyaratan dalam kategori tipe ideal lo?"

Pertanyaan atau entah pernyataan dari dua sahabat gue cukup mengusik pikiran gue, mereka cukup serius saat mengatakannya dan entah kenapa gue merasa kesulitan untuk mengelak apa yang mereka utarakan. Gue berpikir ulang, apakah selama ini gue nggak bisa bedain antara rasa kagum dan rasa cinta?

Meski keberadaan Sonya sudah hilang dari hati gue, tapi tiba-tiba gue merasa harus mencari tau dan memastikan bentuk perasaan gue selama ini ke Sonya. Sayangnya gue nggak tau harus memulai semuanya dari mana.

Mungkin untuk saat ini yang terpenting adalah memikirkan terlebih dahulu cara untuk mendekati Khayla dengan lebih baik, agar dia mau ngebuka hati buat gue, meskipun perlahan.

Karena itu sekarang kaki gue melangkah dengan pasti menuju ruang baca. Setelah menanyakan dengan Bunda dimana keberadaan Khayla gue segera membersihkan diri terlebih dahulu kemudian bersiap melancarkan rencana hasil ide dari Januar dan Septian.

Semoga ide mereka kali ini beneran berguna.

Tangan gue sudah menenteng satu box ayam goreng dan juga satu box besar pizza, tentunya lengkap dengan lemon tea kesukaannya Khayla.

Membuka pintu ruang baca dengan tergesa kemudian mata gue menelisik seluruh ruangan, kosong, Khayla nggak ada disini.

Melangkah dengan perlahan, gue sadari pintu balkon terbuka, angin berhembus sehingga gorden-gorden nya sedikit berterbangan. Gue memantapkan untuk berjalan menuju balkon.

Ketemu,

Khayla ternyata duduk dibangku yang berada dibalkon, rambutnya ia kuncir dengan cukup tinggi sehingga pandangan gue bisa menangkap earphone yang tersampir di kedua telinganya. Pantas aja dia nggak denger sedikitpun waktu gue melangkah masuk ataupun suara gue yang sempat manggil nama dia.

Tubuhnya menyandar dengan nyaman, kedua tangannya tengah memegangi novel yang dia baca. Gue udah tau dari lama kalau Khayla emang suka baca, entah novel fiksi dengan berbagai genre, buku-buku kumpulan puisi atau bahkan buku filsafat sekaligus. Ruang baca yang disediain sama Bunda memang seperti memanjakan untuk Khayla.

Mungkin itu pula yang menjadi salah satu alasan Khayla berada disini padahal hari sudah pukul 7 malam, angin berhembus dengan cukup kencang, syukurnya Khayla terlihat memakai sweater yang cukup hangat untuk membungkus tubuh kecilnya

"Hei." Gue menepuk dengan perlahan pundak Khayla, mencoba sedikit membuyarkan nya dari fokusnya.

"Hei Kaf..." Sahutnya cukup kaget dengan keberadaan gue, Khayla segera melepaskan satu earphone nya dan mendongak kearah gue karena gue masih berdiri disamping kanannya.

Our September Moments (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang