TW / Slightly rape scene!
Aku gak gambarin dengan detail tapi mungkin akan sedikit mengganggu bagi beberapa orang, please be wise and be careful to read this part.🌸🌸🌸
Lo nggak usah caper ke Kafka bisa nggak? Lebay banget, nggak beneran diperkosa juga tapi segitunya banget manfaatin rasa bersalah Kafka biar dia ngasih perhatiannya ke lo terus.
Kalo lo masih berulah liat aja apa yang bisa gue lakuin!
Aku menggelengkan kepalaku pelan, merasa heran, memejamkan mata, menarik nafas dan berpikir dengan keras memang apa yang kulakulan pada Kafka?
Pesan yang dikirimkan oleh Sonya bahkan cukup kasar, penuh penekanan dan juga memperingatiku dengan nada mengancam.
Aku baru tiba disekolah, masih terlalu pagi, hanya ada beberapa murid bahkan sahabatku Mila belum tiba. Aku tidak memegang ponsel sejak kemarin malam karena sibuk belajar kemudian tertidur, dan baru sekarang sempat mencek ponselku. Rupanya ada pesan dari Sonya yang ia kirim padaku dari tadi malam.
Gadis itu mengamuk padaku, tentang Kafka.
Aku bingung dengan permintaan Sonya, karena bahkan beberapa waktu ini aku selalu menghindar dan menjaga jarak dengan Kafka, lagipula aku sendiri masih belum sanggup untuk berada dalam jangkauan Kafka, aku masih sulit memaafkannya.
Hanya satu kali, mau tidak mau saat listrik rumah padam dan saat itu hanya ada Kafka. Aku sebenarnya tidak ingin Kafka mengetahui kelemahan ku. Apalagi soal aku yang takut akan gelap, aku takut setelah hari itu maka aku akan merepotkan Kafka dan ia pasti akan semakin membenci ku karena aku selalu menjadi beban untuknya.
Membaca pesan dari Sonya membuatku tak habis pikir. Apa lagi yang harus ku lakukan agar gadis itu puas, pergi dari rumah Kafka? Menghilang dari jarak pandang Kafka?
Jika begitu baru sepertinya Sonya akan berhenti mengancamku.
Memang benar aku berencana untuk meninggalkan rumah Kafka, tapi tidak sekarang. Sedikit lagi, sebentar lagi.
Setelah kelulusan sekolah aku memiliki rencana untuk melanjutkan study ke Bandung mengambil jurusan seni untuk memperdalam kemampuan menggambarku. Aku ingin tinggal sendiri, menyewa kos di Bandung dengan uang hasil tabungan dari lukisan ku yang terjual, aku sudah menghitungnya dan itu cukup.
Aku juga sudah meminta izin pada Papi Ivan dan Bunda Jasmine, bukan maksudku untuk tidak tahu diri karena meninggalkan begitu saja keluarga yang sudah membesarkan ku dengan baik. Justru karena aku tidak ingin merepotkan mereka lebih banyak, aku pikir aku sudah cukup dewasa untuk berdiri sendiri dan aku akan bekerja keras.
Meski dengan berat hati, syukurnya Papi Ivan dan Bunda Jasmine memberi ku izin untuk pindah ke Bandung.
Selain karena study dan ingin hidup mandiri, tentu saja karena Kafka. Lelaki itu mengambil andil sebagai salah satu alasan aku ingin pergi dari rumah Papi Ivan.
Aku sudah tidak sanggup, aku lelah menyimpan rasa cinta untuk Kafka seorang diri. Nggak mudah buat aku menelan pil pahit bahwa sampai kapanpun perasaan ku terhadap Kafka tak akan tersampaikan. Rasa suka ku pada Kafka hanya semakin berkembang setiap harinya, dan itu melelahkan.
Mencintai Kafka seorang diri sejak masih dibangku SMP, memendam nya bertahun-tahun, menyaksikan Kafka dan Sonya yang selalu bersama dihadapan mataku, mengetahui bahwa hati Kafka hanya untuk Sonya selama bertahun-tahun pula.
Itu semua sungguh tidak mudah.
Jangan kira aku tidak pernah berusaha untuk menghapus rasa suka ku terhadap Kafka. Sudah sering ku lakukan, memaksakan diri untuk mengubur perasaanku dalam-dalam, menekan diri sendiri untuk berhenti berharap, karena sebesar apapun aku berharap pada Kafka, tetap saja ia tak akan pernah bisa ku miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our September Moments (Complete)
RomansaKafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana sang bunda memperkenalkan seorang anak gadis yang seumuran dengan dirinya. Tadinya Kafka pikir gadi...