"Ibun, Kafka ijin mau belajar bareng sama Sonya."Gue menginterupsi sebentar bunda yang sekarang lagi asyik dengan adonan kue nya, dari gue kecil bunda nggak pernah berubah, beliau selalu aja suka nyobain resep-resep viral dari internet.
"Belajar di rumah Sonya?" Bunda ngalihin sebentar fokus nya ke gue.
"Nggak bun, kita mau ke study cafe gitu. Ada tempat baru, yang bisa buat belajar sekalian nongkrong dan dilengkapi perpustakan juga."
"Loh kenapa nggak belajar dirumah aja Kaf, ini udah jam 7 malam. Nanti jam berapa lagi kalian pulangnya?"
Gue tau kalau Bunda pasti bakal protes, tapi kali ini gue bakal bersikeras. Gue yakin Bunda bakal tetap kasih izin asalkan gue ngajak Khayla juga. Dan disinilah gue juga punya rencana buat ninggalin Khayla dipinggir jalan lagi kayak yang gue lakuin tadi pagi.
Gue harus ngasih pelajaran sedikit demi sedikit sama dia biar dia tau diri, dia pemberani kok. Jadi gue rasa diturunin dijalan doang mah nggak masalah, buktinya tadi pagi dia tetap sampai kesekolah dengans selamat, meskipun hampir telat.
"Mau cari suasana bun biar nggak sumpek, lagian tempatnya deket kok. Janji deh sebelum jam 10 Kafka pasti udak balik, lagipula mana berani Kafka pulangin Sonya lewat dari jam malam dia."
Bunda terlihat menghela nafas sebentar.
"Yasudah, tapi kenapa nggak sekalian ajak Khayla juga? Kalian kan satu kelas, pasti materi belajarnya sama aja kan?"
Binggo,
Sesuai tebakan gue, pasti disuruh ajak si cewek sialan itu.
"Kalau Khayla nya mau silahkan aja ikut kita bun." Gue memainkan kunci mobil yang sedari tadi bertengger dijari-jemari gue, memutar-mutarnya nggak tentu arah buat ngilangin rasa gugup karena gimanapun jujur aja ini untuk pertama kali nya mungki gue bakal kecewain bunda.
"Tunggu, bunda panggil Khayla nya dulu keatas." Bunda bergegas menuju kamar Khayla, entah kenapa kali ini Bunda yang inisiatif buat manggil Khayla, biasanya selalu gue yang disuruh buat ngajakin tuh cewek.
Beberapa menit, Khayla sama Bunda udah turun dan sekarang ada dihadapan gue.
Kaos lengan pendek, celana kulot baggy dan nggak ketinggalan earphone yang selalu dia bawa kemanapun pergi, sangat Khayla sekali.
"Bunda apa nggak-papa sendirian dirumah?" Suara Khayla menggema, kali ini dia kelihat kayak nggak mau ikut. Apa dia udah tau duluan sama rencana gue, apa udah kebaca karena kejadian tadi pagi. Sorot matanya penuh keraguan, gue bisa lihat itu.
Tiba-tiba Bunda melihat kearah gue, menatap gue dengan intens seolah mencari sesuatu.
"Kaf, bunda jujur punya firasat nggak enak. Tapi gimanapun kayaknya kamu tetap mau berangkat, dan kalian juga cuma mau belajar. Mungkin bunda aja yang pikiran nya lagi berlebihan, kamu jagain Khayla ya Kaf."
Bunda bahkan sekarang menggenggam tangan gue. Sial, kenapa sih harus ada janji-janji kayak begini.
Gue bingung jadinya, gue mana pernah berani ingkarin janji sama Bunda tapi sedari awal rencana gue emang mau ngasih pelajaran ke Khayla.
Gue yakin dia bakal baik-baik aja kok, lagian ini masih jam 7 malam, orang-orang diluar sana masih banyak yang beraktifitas.
Meski begitu mau nggak mau gue harus ngangguk dan menyetujui permintaan Bunda. Maafin Kafka bun, tapi buat kali ini aja Kafka benar-benar nggak bisa jadi anak yang penurut.
"Yaudah kalian cepat berangkat gih sana biar nggak kemaleman."
Setelahnya gue berpamitan dengan bunda, begitupula Khayla yang menyalami tangan bunda. Gue lihat raut khawatir masih terukir diwajah bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our September Moments (Complete)
RomanceKafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana sang bunda memperkenalkan seorang anak gadis yang seumuran dengan dirinya. Tadinya Kafka pikir gadi...