Menapaki tangga dengan perlahan, kedua kaki gue mencoba untuk menyisiri anak tangga sedikit demi sedikit. Berbekal hanya penerangan dari flash handphone yang sekarang dipegang sama Khayla.Gue harus ekstra hati-hati.
Setelah tawaran gue buat gendong Khayla ke lantai bawah yang awalnya gue sanksi dia bakal nerima, tapi kemudian Khayla mengangguk dengan perlahan. Gue belum tau pasti sebesar apa rasa takut Khayla sama kegelapan sampai dia mau nerima tawaran buat gue gendong.
Yang artinya gue dan Khayla kembali berada pada jarak yang cukup intim.
Khayla gue gendong dengan bridal style, satu lengan nya berpegangan erat dileher gue dan satunya lagi digunakan buat megang handphone gue sebagai penerang satu-satunya.
Sedang kedua tangan gue sibuk memegangi tubuh mungil Khayla dengan erat.
Kepala Khayla masih tersandar, bersembunyi di dada gue. Dalam gelapnya ruangan sekarang, gue sebenernya tersenyum tipis. Sejujurnya gue suka banget sisi Khayla yang manja.
Sesampainya diruang tengah, gue segera menurunkan Khayla di sofa dengan posisi terduduk. Awalnya gue mau duduk juga dengan mengambil posisi sedikit lebih jauh, tapi netra gue sempat menangkap raut wajah Khayla yang masih sangat ketakutan.
Akhirnya gue putuskan buat duduk disamping dia, bersisian. Bahkan lutut kami saling terantuk.
Hening, canggung, bingung, tetapi juga penuh dengan debaran memabukan. Itu yang gue rasain saat ini.
Gue nggak pernah berada diposisi sedekat ini dengan Khayla sebelumnya. Satu-satunya cewek yang selalu berada dalam radar gue cuma Sonya, dengan Sonya gue sering beberapa kali berangkulan, berpegangan tangan atau sekedar mengusap lembut rambutnya. Tapi gue tahu persis kalau Sonya emang manja, jadi ketika kontak fisik itu terjadi nggak ada debaran apapun di relung gue buat Sonya. Gue udah bisa membaca semua sikap Sonya.
Namun yang gue heran, dengan Khayla semua terasa beda. Sisi manja dia ini baru pertama kali dia kasih buat gue.
Dengan Khayla gue harus selalu menebak-nebak kalimat apa yang bakal keluar dari mulutnya, apa tindakan selanjutnya yang bakal dia lakuin.
Gue sempat beberapa kali ngeliat Khayla yang cukup manja ke Biru, dan itu bikin gue iri. Tiap kali Khayla lagi bareng sama Biru, hati kecil gue selalu bersuara secara nggak sengaja kalau gue juga pengen diposisi Biru. Gue juga pengen tau gimana rasanya saat seorang Khayla bersikap manja.
Dan malam ini gue bisa rasain bagaimana sangat membutuhkannya Khayla sama kehadiran gue, tiap kali Khayla gue sentuh dan gue tenangin, sorot wajahnya terlihat lebih damai. Ketakutan di matanya memudar meski dengan perlahan.
Ini, begini momen yang gue pengen dari dulu bahkan sebelum kehadiran Biru gue selalu bertanya-tanya, cewek sepemberani dan semandiri Khayla apa dia bisa jadi cewek manja, cewek yang nggak bisa ngelakuin apapun tanpa gue.
Saking penasarannya, bahkan gue dulu pernah berujar kalau gue siap jadi budak Khayla asalkan dia nunjukin semua sifat manja nya ke gue, asalkan dia begitu membutuhkan gue, semuanya bakal gue lakuin buat dia.
Lengkungan bibir gue seketika tertarik kembali, senyum yang nggak bisa gue hentikan saat semua tentang Khayla berputar di imajinasi gue.
Mata gue melirik sebentar kearah telapak tangan Khayla yang tersampir diatas paha nya. Nampak masih sedikit gemetar, penglihatan gue menyusuri semua ruangan, masih gelap. Sama gelapnya dengan di ruang baca tadi hanya saja disini lebih leluasa karena ruangan yang jauh lebih luas.
Khayla masih ketakutan, gue tau itu. Bagaimanapun satu-satunya penerangan yang kami miliki sekarang hanya berasal dari flash handphone.
Gue mencek baterai ponsel gue, tersisa 10%
![](https://img.wattpad.com/cover/363237687-288-k239671.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our September Moments (Complete)
RomanceKafka Auriga si bungsu yang kesepian lantaran jarak usia dengan saudaranya terpaut cukup jauh sehingga ia tak punya teman main dirumah, sampai dimana sang bunda memperkenalkan seorang anak gadis yang seumuran dengan dirinya. Tadinya Kafka pikir gadi...