16. Kafka (Tertolak)

695 59 7
                                    





Kurang lebih 20 menit sarapan pun sekarang sudah tersaji. Gue menatap satu persatu masakan Khayla, sarapan ala barat disuguhkan di meja makan. Mungkin karena sandwich yang gue minta maka Khayla memilih menu sarapan khas amerika sekarang.

Selain sandwich favorit gue, ada hash brown, omelette yang lengkap dengan potongan sosis dan juga avocado smoothies. Semuanya cukup menggiurkan dimata gue.

Duduk berhadapan dengan Khayla di meja makan, tanpa ada sepatah kata pun keluar dari mulut kami masing-masing. Semua terasa canggung. Gue bahkan masih belum berani buat nyomot sandwich nya saking canggung nya suasana kami.

Khayla melirik kearah gue, "Kaf, maaf ya aku masak ini aja." Suaranya pelan.

"Nggak-papa Khay ini udah lebih dari cukup kok. Gue ambil ya sandwich nya." Sepotong sandwich favorit gue sekarang berasa dalam satu genggaman. Gue menatap sebentar pada isian sandwich yang udah lama gue dambakan sebelum melahap nya.

Satu gigitan, dua gigitan. Kemaren gue masih mikir bunda bercanda kalau sandwich ini buatan Khayla, setelah gue liat didepan mata gue sendiri sewaktu Khayla masak dan sekarang sandwich itu udah bisa dinikmatin oleh lidah gue.

Magis, rasanya emang persis sama kayak yang selama ini gue makan.

Gue udah makan sandwich ini sedari SMP dan rasanya nggak berubah sama sekali, yang artinya sandwich yang jadi kesukaan gue ini emang bikinan Khayla. Saat ini bahkan tangan gue sudah berani untuk ngambil potongan selanjutnya, gue kangen banget sama sandwich ini

"Khay, sorry ya. Gue bukan bermaksud rakus tapi gue kangen banget dari kemaren gue pengen sandwich ini." Gue berusaha jaga image meskipun sebenernya udah kayak nggak ada gunanya lagi karena gue udah ngambil potongan ketiga sedang Khayla baru makan satu potongan.

"Nggak-papa Kaf, aku bikin nya emang buat kamu." Sembari berujar, Khayla tersenyum tipis kearah gue.

Gue sedikit berdebar sesaat. Kalimat yang diucapkan oleh Khayla seolah gue adalah orang spesial saat ini buat dia, padahal gue ngerasa hubungan gue dan dia belum sepenuhnya membaik. Gimanapun belum ada kalimat yang keluar dari mulut Khayla yang menjelaskan kalau dia udah maafin gue.

Hening lagi,

Nggak menyiakan kesempatan, gue juga nyobain hash brown dan omelette yang Khayla bikin.

Surprisingly,

Semua masakan Khayla enak, gue baru tau dia sejago ini masak. Nggak kalah sama masakan bunda.

Masih menikmati dengan tenang, tiba-tiba ponsel gue yang berada di stool bar berbunyi. Ada panggilan telepon disana, satu kali masih gue biarin. Gue masih mencoba mengindahkan dan menikmati sarapan dengan Khayla.

Dua kali, tiga kali. Mau nggak mau gue berdiri menuju ke arah stool bar buat ngecek ponsel. Nggak enak buat lanjutin sarapan dengan bising suara ponsel. Jarak meja makan ke stool bar sangat dekat, semua masih di satu ruangan, mungkin hanya memerlukan lima langkah.

Sonyaaaaaa🧸☀️

Nama kontak dari Sonya sekarang terpampang jelas di layar ponsel gue.

Sialan, gue baru inget kalau ini hari minggu dan gue udah tau apa tujuan Sonya nelpon gue.

"Halo Nya."

"Kafka kamu kok lama banget sih angkat telpon nya!"
Ada nada sebal yang bisa gue dengar dari suara Sonya diseberang sana.

"Sorry Nya...Aku lagi sarapan."

"Oh, yaudah. Hari ini kita kemana?"

Tuh kan apa gue bilang, Sonya pasti nelpon gue karena minta diajak jalan. Emang udah cukup lama sih, semenjak gue dibolehin sama bokap buat bawa mobil sendiri. Hari minggu jadi agenda gue dan Sonya buat jalan-jalan. Awalnya dulu gue yang ngajakin, lama-lama jadi kebiasaan.

Our September Moments (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang