Chapter 23 - War (2)

8.1K 718 8
                                    

Saat para pasukan bertempur dari kedua sisi, malam telah menguasai waktu. Anna menggeram tiap kali ia menangkis serangan-serangan musuhnya, dan dengan cepat ia membalas mereka dengan tebasan kapaknya yang kuat. Darah memercik mengenai rambutnya yang menghitam. Sementara itu Zveon berkuda dengan cepat sambil menodongkan pedangnya hingga ia berhasil menjatuhkan orang-orang damagus dari kuda-kuda mereka hingga berjatuhan di tanah. Prajurit-prajurit dari West dan East turut menggempur sambil berteriak nyaring dalam pertarungan mereka. Desingan pedang memekakkan udara, dan darah memerahkan rerumputan di Padang Seford.

Anna terus menangkis dan mendepak pedang-pedang musuhnya dengan ayunan kapaknya, tak sedikitpun ia goyah dari gerakan-gerakan Damagus bahkan serangan mendadak sekalipun. Vampir-vampir monster yang berlarian menujunya dengan tampang garang dilumpuhkannya dengan menghantam tanah di bawahnya; retakan dahsyat mengguncang hampir sebagian Seford dan karenanya, terbentuk lubang menganga yang lebar yang melintang dari kapak Anna. Lubang itu membesar dan meruntuhkan tanah di sekitarnya hingga para vampir damagus berteriak gusar karena tertarik gravitasi dan jatuh ke dalamnya, begitu pula para makhluk damagus yang lain. Beberapa dari mereka ada yang berpegangan pada ujung lubang dan menatap ngeri ke arah kawanan mereka yang terperangkap di bawah.

Lubang itu memberi peluang bagi pasukan Fantasia Cosmo untuk mendorong musuh-musuh hingga banyak yang terjatuh dan tertimbun reruntuhan batu yang kian meluas. Anna melanjutkan pertarungannya; menebas tubuh-tubuh musuhnya yang kian menyerangnya dari segala arah. Mereka semua tahu bahwa Anna adalah sang pemimpin, oleh karena itu, kini giliran para iblis yang menyerangnya dari udara.

Anna pun mengepakkan sayap-sayapnya dan menghadapi mereka dengan seringainya yang tajam. Mata kanannya—yang berwarna biru—berkilauan di balik gelapnya malam. Mata kirinya—yang berwarna merah—menyiratkan kelincahannya, sehingga dari udara pun tak satu pun dapat melawannya. Anna menyempatkan diri untuk berputar di udara, lalu mengayunkan kapaknya sekuat tenaga hingga ia berhasil menebas enam, delapan iblis-iblis sekaligus.

Iblis-iblis itu berjatuhan, sayap-sayap mereka berbercak merah, mereka jatuh ke tanah seperti para burung yang ditembak mati oleh pemburu. Tetapi seorang iblis tiba-tiba datang dari balik tubuh-tubuh yang berjatuhan itu. Anna menatapnya tajam. Seorang pria iblis paruh baya dengan rambut panjang diikat, mengepakkan sayapnya dan terbang statis untuk mengamati Anna.

Raghnall Owen membawa trisula, tersenyum simpul padanya. Senyum itu memperjelas guratan luka yang melintang di wajahnya hingga membuat Anna nyaris meringis jijik. "Boleh juga, Anna. Kekuatanmu hebat."

Anna mendengus menatapnya, masih di udara. Angin malam membuatnya agak kesusahan untuk menyeimbangkan sayap-sayapnya.

"Tapi kau harusnya tahu..." Raghnall melemparkan tatapan ganas kepadanya. "bahwa lawanmu yang sesungguhnya itu AKU!" Raghnall menyerang Anna tiba-tiba. KLANG! Dengan sigap Anna menepis serangannya.

Anna dan Raghnall terus bertempur di udara, tak ada satu pun yang ikut campur dalam pertarungan kedua pemimpin itu. Sementara itu, para prajurit dan pasukan damagus saling menyerang di bawah mereka, beberapa berjatuhan di lubang yang dibuat Anna di tanah.

Zveon masih menggerakkan kudanya dengan kecepatan penuh; tangannya menuding para vampir yang mengganggu jalannya hingga mereka semua terhempas berkat sihir proteksinya yang ia kerahkan pada mereka. Para penyihir damagus melontarkan sihir-sihir serangan pada Zveon, namun Zveon terlalu cepat untuk mereka. Serangan itu berbentuk bola api yang berwarna warni; kebanyakan bernuansa merah. Zveon membalas mereka dengan semburan sihir biru yang ia lecutkan dari pedangnya, mengenai mata-mata para penyihir tersebut. Mereka jatuh terjerembab di tanah dan sebagian dari mereka tak sanggup bangun karena injakan kaki kuda-kuda yang menindas mereka.

Sebenarnya, bertempur bukan alasan utama Zveon untuk terus menyerang mereka. Jika Zveon berniat untuk mengenyahkan mereka semua, dari awal Zveon pasti sudah sibuk bertarung dengan pedangnya. Namun ia hanya berpacu menyerobot pasukan damagus hingga Zveon hampir mencapai barisan terakhir dari seluruh pasukan itu. Ia hanya 'menyingkirkan' makhluk kegelapan damagus yang berusaha menyerangnya karena ia tetap tak mau berhenti untuk mencari. Zveon berkeliling, terus berkeliling. Tebasan demi tebasan ia ayunkan disertai lecutan sihir birunya. Ledakan sihir-sihir api dari para penyihir mengenai tanah di sekitarnya. Tak satupun dapat menyentuhnya. Namun ia tetap tak menemukannya di antara para makhluk kegelapan damagus. Tapi ia terus dan terus mencarinya.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang