Sinar putih mengelilingi kami seperti kabut awan yang merasuki mata. Partikel sihir memindahkan raga kami dari ruangan berbelit juluran aster itu ke sebuah balairung putih raksasa tempat kota kecil para hellbender berada dalam hitungan detik, kali ini mereka tidak membelenggu kedua tanganku. Suara riuh para penduduknya yang berkeliaran terasa mengejutkan di telingaku begitu cahaya putih memudar sempurna. George maupun Azelia menanggapinya tanpa ekspresi, seakan mereka sudah terbiasa dengan suasana itu.
"Apakah Ziella ada di antara mereka?" Aku bertanya pada wanita berambut ungu menyala di sampingku itu. Sebelum ia menjawab, sontak para hellbender melongok memandang kami bertiga. Pelataran portal itu berada tepat di tengah-tengah kota, menjadi pusat perhatian para penghuninya seperti kitaran orbit. Aku jelas masih merasakan tatapan tajam di balik mata-mata yang berkilau itu, tak mengindahkan keberadaanku. Tetapi presensi Azelia di sampingku membuat mereka semua bungkam, mengurungkan cemoohan dan hinaan yang hendak mereka lemparkan padaku. Mereka pasti berpikir apa yang sedang dilakukan Ratu mereka yang berjalan berdampingan dengan seorang penyihir sepertiku.
"Bersabarlah, Zveon," jawab Azelia, menyapu pandangan pada rakyat yang tengah membeku di hadapannya. Para hellbender mulai membungkuk dan bertekuk lutut, nyaris dalam waktu bersamaan dan serempak. Tetapi pandangan mereka masih tertikam padaku keheranan. "Ia akan datang begitu melihatmu."
Azelia berjalan, menyeret gaunnya yang menghampar di lantai. George mengikuti dari belakang, dan aku menyamakan langkah di tengah jalan protokol yang menghubungkan portal dengan celah pelangi tempatku memasuki balairung ini. Bangunan kotak-kotak dari batu berderet teratur dan memancarkan sinar putih, seakan segala sesuatu dari tempat ini terbuat dari serpihan cahaya, termasuk pendaran warna-warni corak rambut para hellbender yang bergejolak, tak lain mengingatkanku tentang suluh api yang meninggalkan jejas di kenangan mereka. Bara api itu seakan ingin menimbun dan menghanguskanku, kegelapan satu-satunya dalam tempat itu, menerkamku ke dalam letupan dendam.
Azelia berhenti di tengah-tengah jalan, menggugah atensi rakyatnya sambil menerima tatapan keheranan mereka. Beberapa hellbender mulai unjuk diri dan berkacak sambil berteriak, "Bunuh penyihir itu!" dan suara-suara serupa bermunculan. George menarik napas panik, sedangkan Azelia tetap mempertahankan wibawanya.
"Diam." Suara beku Azelia menciptakan kesunyian yang merebak. Keheningan mulai menguasai tempat itu lagi, walau celaan mereka masih terpancar melalui sorot mata mereka terhadapku. "Aku yakin kalian dapat merasakan auraku." Perkataannya yang lantang membuat gema di penjuru balairung, beriringan dengan resonansi kekuatannya. "Aku tidak sedang berada di bawah kontrolnya, aku bisa memastikan itu. Penyihir yang ada di sampingku ini adalah Pangeran West Wing, sang penguasa dunia kegelapan. Ia tidak datang untuk menimbulkan konflik berdarah. Ia datang demi perdamaian."
Seluruh hellbender mulai berceloteh dan berbagai ungkapan keraguan mulai terdengar. Aku memindai seisi ruangan itu untuk memperhatikan mereka sekaligus mencari gadis hellbender berambut oranye yang bahkan sinarnya tak lebih menyilaukan dari sinar rambut mereka. Deru kekuatan berputar seperti pusaran angin topan sehingga aku juga tak dapat mendeteksinya melalui indra keenamku. Para peri itu menatapku sangsi, walau setelah sekuat tenaga kulunakkan pandanganku yang terlalu tajam. Aku mengangguk saat Azelia melirikku, mempersilakannya berbicara.
"Dunia kelam West yang pernah kalian ketahui kini telah tiada. Para pemimpin West yang semena-mena itu telah bubar. Dan kini, West Wing adalah dunia yang baru. Pangeran Zveon menjanjikan keselamatan untuk kita semua," lanjut Sang Ratu, bahkan aku terkejut mendengar advokasi yang diutarakannya. Tak lebih dari beberapa saat yang lalu bilah pedangnya nyaris menyembelih kepalaku. Kini ia memberikanku kesempatan untuk mengembalikan bangsa hellbender ke dalam perserikatan negeriku.
Aku menapakkan kaki ke depan, membelakangi Azelia sehingga seluruh mata itu menangkap bayanganku. Kebencian masih tersegel pada pandangan mereka. Bahkan, para orang tua menyuruh anak-anaknya untuk bersembunyi di rumah kotak putih. Beberapa wanita bergumul di sudut terjauh balairung, saling menenangkan diri. Para pria menatapku bengis. Bahkan mereka masih tak bisa menelan kata-kata ratu mereka begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and Light (Wattys 2016 Winner)
FantasyPemenang Wattys Award 2016 @WattysID kategori Cerita Unik / Trailblazers. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Ziella dan kakaknya, George, adalah spesies Hellbender yang terakhir. Para penyihir telah memburu spesies mereka, hingga kini...