Dua hari berlalu setelah keberangkatan Pangeran Kegelapan. Aku selalu menemani Stella tidur, gigauannya sering menjadi kiasan mimpi burukku. Tentu saja kami semua—aku, Kyle, dan Stella—selalu mengkhawatirkannya.
Jendela kamar Stella kubiarkan terbuka, gorden menjulur di udara membisikkan angin yang menderu. Bulan samar menampakkan cahayanya di balik awan tipis yang kadang berlalu. Aku hanya berbaring menatap indahnya cahaya itu menari dengan bias oranye cahayaku di latar dinding. Aku rindu dengan dingin, rindu dengan putih yang mencekam, dengan kegelapan yang lembut. Malam seakan mengingatkanku tentangnya, dan makin menumbuhkan kekhawatiran di hatiku.
Pangeran Zveon ...
Dingin, putih yang mencekam, kegelapan yang lembut.
Aku tak yakin apakah hari akan segera berganti menjadi pagi, aku bahkan tak tahu sudah berapa lama kantuk tak menyerangku. Rasa khawatirku melebihi segalanya, namun sudah pasti Stella lebih merindukannya.
Aku meringkuk dalam-dalam sambil melilitkan selimut sepanjang daguku, berharap menemukan posisi nyaman yang cukup sehingga aku bisa tidur. Stella telah lebih dahulu terbalut mimpi, entah itu mimpi buruk atau tidak, karena ia bergerak-gerak dalam tidurnya, bergumam, dan itu terus terjadi selama beberapa saat. Namun kuakui tidurnya malam ini jauh lebih 'tenang' daripada kemarin. Perlahan aku mendengar dengkurannya yang pelan.
Ingatan masa laluku kembali. Sesuatu yang amat penting, tak kusangka hampir mustahil untuk dapat kuwujudkan.
Janjiku pada Pangeran Zveon.
"Aku tahu kau amat menyayangi adikmu. Rasa sayangmu akan kualirkan melalui raga dan jiwaku, sehingga aku juga takkan membiarkannya terluka karena apapun. Itu semua kulakukan karena aku menyayanginya sebagai temanku, sebagai Putri Negeri West, dan sebagai cintaku terhadap George, karena aku sendiri pun takkan membiarkan George terluka karena apapun. Aku mungkin belum mampu mengendalikan kekuatanku. Tetapi, aku berjanji aku akan sekuat dirimu."
Aku teringat ketika Pangeran menatapku tercengang, mengangguk padaku, dan memandangku dengan senyuman kepercayaan.
Pangeran selalu memercayaiku.
Pangeran tidak pernah menutupi kisahnya dariku, bahkan ketika aku bertanya kepadanya. Ia akan selalu memberiku apa yang aku butuhkan. Ia tak pernah meragukanku.
"Pangeran seorang vampir?" tanyaku pada suatu waktu. Di kali pertama aku melihatnya, tak kusangka aku akan melihat sesosok pemuda gagah dengan mata merah menyala. Tak ragu ia melepas tudungnya dan membiarkan aku mengamati pesonanya.
"Aku seorang Double Gene," terang Pangeran. "Aku seorang penyihir dan seorang vampir. Kau pasti asing dengan istilah itu."
Pangeran selalu memberiku bimbingan, dan ia mengajariku untuk pantang menyerah.
Saat ia membawaku pergi ke hutan untuk memburu seekor monster...
"Ta...tapi mengapa kau langsung menyuruhku memburu monster di hari pertama kau melatihku?" bisikku keras, tak ingin ada monster yang mendekat akibat teriakanku.
Pangeran Zveon tersenyum. "Karena aku ingin kau cepat bisa." jawabnya singkat.
Saat ia terluka namun ia tetap bersikeras untuk menggendongku karena cedera yang kualami.
"Naiklah ke punggungku. Aku akan menggendongmu." ujarnya padaku.
"Tidak, Pangeran! Kau terlihat tidak kuat..."
"Aku kuat." paksa Pangeran Zveon ketus. "Ziella, kau sedang dalam kondisi terluka. Naiklah ke punggungku. Cepat."
Aku menaiki punggungnya ragu, kemudian Pangeran mengangkatku tanpa merasa keberatan sama sekali. Aku memegang pundaknya erat saat ia membawaku pergi dari hutan menuju kembali ke istana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and Light (Wattys 2016 Winner)
FantasyPemenang Wattys Award 2016 @WattysID kategori Cerita Unik / Trailblazers. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Ziella dan kakaknya, George, adalah spesies Hellbender yang terakhir. Para penyihir telah memburu spesies mereka, hingga kini...