Chapter 24 - War (3)

7.6K 869 42
                                    

*ENAM TAHUN YANG LALU*

Semenjak saat itu, Darcy akan selalu mengurung Zveon di ruangan berpintu besi tersebut dan membiarkannya kelaparan. Darcy memanfaatkan masa bulan purnama untuk mengekang Zveon dan membawanya pergi membunuhi musuh-musuhnya, dan Zveon selalu bisa membunuh siapapun bahkan makhluk kegelapan yang amat sakti sekalipun. Darcy selalu sukses membuatnya kehilangan kesadaran karena ia memiliki kekuatan manipulasi. Darcy bahkan tak perlu repot-repot untuk membantunya membunuh. Zveon dapat membunuh siapapun yang Darcy inginkan, dengan tangannya sendiri. Darcy biasa membawa bocah penyihir-vampir itu dengan merantai tangannya dan memakaikannya masker yang menutupi seluruh wajahnya. Jika Darcy ingin membunuh seseorang, Darcy akan melepas rantai dan masker Zveon dan berkata, "Bunuh mereka, Zveon." dan mereka akan mati.

Zveon tak pernah tahu apa yang telah dia perbuat selama berhari-hari.

Sampai pada suatu hari ...

*

Zveon duduk bersandar di dinding ruangan tempatnya dikurung, tertidur. Layaknya seekor kelelawar, ia tidur di siang hari dan terjaga di malam hari. Apapun yang dirasakannya saat ini, Zveon tidak memiliki kesadaran sedikit pun akan identitasnya, masa lalunya, ataupun di mana dirinya sekarang. Keganasan telah menyabotasenya hingga satu-satunya yang ia pedulikan adalah aroma darah. Itu semua berkat mantra manipulasi yang dilakukan Darcy padanya, hingga ia terus berada pada zona predator hingga berhari-hari lamanya.

Tiba-tiba sesuatu yang tajam mengusik kepala vampir muda yang sedang tidur itu. Zveon membuka matanya sekejap, menelisik dinding di belakangnya dengan pandangan vampirnya yang tajam. Ia dapat melihat dengan jelas di balik temaram ruangan itu, hingga ia menemukan sebuah retakan kayu yang mencuat tajam keluar dari susunannya. Inilah yang membuat kepalanya sakit baru saja. Tetapi, matanya kemudian melihat ada yang aneh dari cuatan itu. beberapa helai rambut panjang tersangkut di sela-selanya. Zveon meraih rambut-rambut itu perlahan, dan mengendusnya. Ia mencium bau sihir—karena selain dapat mengendus darah, ia dapat merasakan sihir—pasti ada seorang makhluk kegelapan yang memasuki kamar itu, selain dia dan korban-korbannya, tentu saja.

Rambut itu berwarna biru.

Zveon mulai menggunakan akalnya. Apakah itu rambutnya? Tapi tidak mungkin, potongan rambutnya tidak sepanjang itu. Ini lebih mirip milik rambut seorang perempuan ... tunggu...

"Aku bilang menjauh dariku!!!"

Zveon mengulas kembali kilas memori yang hampir menyadarkannya itu. Ya... gadis mungil berusia sembilan tahun, berambut sebahu berwarna biru, warna yang sama dengan rambutnya, berwajah tambun dan bermata ungu kristal... Ia pernah mendorong gadis itu hingga ia terhempas ke tembok di ruangan ini. Pasti waktu itu rambutnya tersangkut. Tapi siapa gadis itu?

Stella.

"LARI, STELLA. LARI!!! SEKARANG JUGA!!!" Zveon menghabiskan sisa tenaga yang ia miliki untuk berteriak.

Mata Stella menyempit begitu melihat kakaknya muncul di pandangannya setelah Tuan Meseca tumbang di atas lantai, tangannya seakan-akan baru saja terarah untuk menghujam sebuah tombak. "Zveon!" pekik Stella sambil memeluk kakaknya erat-erat. Zveon melingkupi Stella dengan lengannya yang berbalut darah, sebagian darahnya dan sebagian lagi cipratan darah ayahnya.

"Ti... Tidak... Aku... Hhh.. Menjauhh.. Dariku.." Bau darah adiknya menggangu kesadarannya.

"Kenapa kau melemparku kakak..?"

Zveon melangkah mundur, menabrak dinding dan memegangi kepalanya. Perlahan-lahan, ingatan-ingatannya kembali, menyerbunya bertubi-tubi dari sisi yang paling menyakitkan.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang