Chapter 3 - A Better Place

15.2K 1.2K 44
                                    

Aku dan George masih mengunci diri dalam rumah pada keesokan harinya. Ya, Pangeran Zveon masih berada di desa kami, entah apa yang dilakukannya. Aku dan George sarapan seperti biasa, dengan tabungan lauk-pauk kami yang masih tersisa banyak.

Aku memikirkan kejadian kemarin. Aku mengintip Pangeran Zveon di hutan, lalu ia mengejarku, membidikku dengan panah, dan ternyata dia tidak berusaha membidikku, tapi membidik seekor monster di belakangku. Aku terheran-heran dengan jubah gelapnya itu, tangannya yang berbalut lengan baju elegan dengan sarung tangan saat ia memegang busur, bajunya yang menawan, senyumnya yang tajam, dan suaranya yang tenang. Sebenarnya seperti apakah sosok Pangeran Zveon?

Lalu ia berkata bahwa ia sangat senang bisa melihat spesies Hellbender masih ada di dunia ini. Dan aku penasaran, mengapa Pangeran Zveon tidak menginginkanku? Ia meninggalkan aku dan Gerard begitu saja di hutan.

Mungkin, ia punya taktik lain?

Tak lama kemudian, George mengomentariku dengan heran. "Ziella, kau... Baik-baik saja?" tanyanya. Tadi malam, Gerard mengantarku kembali ke kamarku melalui jendela, jadi George sama sekali tidak tahu tentang kejadian tadi malam.

Butuh waktu sekejap untuk menyadari aku sedang makan seperti hantu. Daging di mulutku kukunyah sangat lambat, dan mataku melotot saat memikirkan pangeran. Aku mempercepat makanku dan menormalkan sikapku.

Aku tertawa kecil. "Hahaha, tidak apa-apa kok." Lalu aku makan dengan cepat.

George mendesah. "Semoga saja pangeran itu pulang hari ini," katanya, menyelesaikan sarapannya. Ia mengangkat piringnya dan pergi ke dapur untuk mencucinya.

Saat kami berada di ruang tamu untuk berdiskusi, Gerard datang memberi kabar. Ia ikut duduk bersama kami dengan napas tersengal. Mungkin ia datang buru-buru untuk memberitakan kabar penting.

"Ziella.. George.. Aku punya kabar untuk kalian berdua," kata Gerard tersengal-sengal. Rambutnya yang hitam sedikit acak-acakan. Keringat merembes di pelipisnya.

"Pangeran Zveon ingin berbicara kepada kalian," katanya lagi.

Kata-kata itu menusuk hati George seperti panah. "Dia... Tahu keberadaan kami?"

Gerard memandangnya gugup, lalu ia menelan ludah. Ia terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Ia menggaruk tengkuknya. "Yeah, aku tidak tahu mengapa dia bisa tahu kalian ada," ujarnya ragu.

Terjadi keheningan yang menusuk selama beberapa detik.

"Aku tidak percaya ini," ketus George mengerutkan kening. Aku sangat panik melihatnya seperti ini, tak biasanya kakakku marah. George segera berdiri menghadap Gerard. "Kau pasti memberitahukannya kan?" Tiba-tiba ia membentak sambil menarik kerah Gerard. Gerard tertarik ke depan, panik.

Aku mencoba menghentikannya. "George! Hentikan ini, jangan sakiti dia!" pekikku. "Apa yang kau katakan? Gerard tak bersalah!"

"Diam, Ziella!" bentak george, mendorongku hingga aku terhempas ke sofa. Aku merintihkan kepalaku yang terbentur tembok. "Aku tahu kau berbohong, Gerard. Dari awal saja kau sudah mendukung pangeran itu. Pasti kau memberitahunya, kan?" teriak George lagi.

Aku berusaha menarik George dari Gerard lagi. Aku sangat sedih ini terjadi. "Jangan salahkan dia, George, kumohon!" Aku menarik tangannya yang menggenggam kerah Gerard.

Tok tok tok.

Kami semua menoleh ke arah pintu dengan kaget. Siapa yang datang pada waktu ini? Kami jarang menerima tamu kecuali Gerard. George menarik tangannya, memandang ke arah Gerard, lalu kepadaku.

Suasana menjadi hening, kami mengamati pintu yang menunggu untuk dibuka itu. Aku merasakan takut yang luar biasa. Jangan-jangan itu...

"Biar aku yang bukakan," kata Gerard. Ia bangkit dari sofa, berjalan menuju pintu, sebelum akhirnya dicegat oleh George.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang