Setelah dua hari lamanya aku berada di istana ini, aku berhasil menjalin hubungan yang akrab dengan (putri) Stella. Sedikit demi sedikit, aku tidak merasa kesepian lagi, karena Stella sudah merasa terbuka denganku sekarang. Aku tak yakin dengan Pangeran Zveon, menurutku ia sangat baik, tapi ... aku jarang menemuinya. Terakhir kali kami bertemu hanya di saat makan malam kemarin. Tadi malam aku kembali ke balkon, siapa tahu aku dapat menemuinya. Namun dia tak ada di sana, mungkin dia sedang sibuk.
Walau begitu, aku masih merindukan kakak. Aku sangat berharap dapat mengontak kakakku, mungkin dengan surat. Namun aku tak tahu caranya. Mungkin aku akan bertanya pada Stella.
Hari ini hari Sabtu, Stella tidak bersekolah. Setelah sarapan, Stella mengajakku ke kamarnya untuk berbincang-bincang seperti biasanya. Kami bersinggah di atas sofanya yang penuh dengan boneka.
"Stella, kau suka boneka ya?" tanyaku sambil memeluk boneka beruang yang paling besar di atas sofa itu. Sofa Stella berwarna ungu, di atasnya terdapat banyak boneka dengan berbagai macam warna yang menggemaskan. Setiap kali aku memasuki kamarnya, aku selalu teringat akan kamar anak kecil. Seumur hidupku, aku hanya memiliki sebuah boneka, yaitu boneka kelinci pemberian George yang sudah lama kusingkirkan di gudang rumah. Aku tak begitu suka boneka. Namun, melihat boneka Stella yang lucu-lucu seperti ini membuatku gemas karena mereka sangat lembut dan empuk.
"Iya," jawab Stella. Wajahnya merona merah. Stella meraih boneka sapi di sampingnya.
"Stella, mengapa kau merona?" tanyaku heran. Aku paham jika Stella malu karena dia masih suka mengoleksi boneka, karena boneka-boneka ini tampak sangat baru. Rona wajahnya begitu berlebihan.
Stella menggeleng. Dia terkikik. "Tidak apa-apa, Ziella. Lagipula, aku tidak membelinya sendiri kok."
Aku menatapnya heran. "Pangeran Zveon yang memberimu ini semua?" tanyaku. "Wah, dia pasti sangat sayang kepadamu ya?"
Stella kembali menggeleng.
Aku terhenyak kaget. "Jangan bilang... ini semua dari pacarmu?" pekikku.
Stella memandangku kaget. "Da ... dari mana kau bisa tahu?" pekiknya pula.
George selalu mengatakan kalau aku memiliki insting yang kuat. Kurasa ia benar. "Wah, Stella, kau tak pernah mengatakan kau punya kekasih!" seruku heboh. "Seperti apa rupanya? Pasti dia sangat tampan ya?"
"Sssstt." Stella meletakkan telunjuk di mulutnya. "Ziella, tolong pelankan suaramu, oke?"
"Mengapa? Kau takut ketahuan kakakmu?"
Stella terperanjat. "Bagaimana bisa kau tahu?? Astaga, sudahlah Ziella. Ya, memang aku tidak mendapat restu dari kakak." Stella menghela napas. Aku tersenyum penuh kemenangan karena dapat menebaknya. Namun, rasa bersalah merambati hatiku kemudian.
"Mm,.. maafkan aku Stella," kataku sedih. "aku tahu pasti berat rasanya tidak mendapatkan restu dari Pangeran Zveon..."
"Yah, tapi dia bukan kekasihku kok, Ziella," timpalnya.
"Benarkah? Berarti pasti dia sangat menyukaimu, yah. Apa kau suka dia, Stella?"
Stella hanya bersemu merah.
Aku tertawa pelan. "Aku penasaran dengannya. Seperti apa ya, rupa orang yang disukai Stella? Hihihi."
Stella menyenggol tanganku. "Sudahlah, kau ini tidak bisa berhenti mengusiliku ya?" Aku terkikik. "Hanya bercanda. Jangan kesal begitu dong," kataku sambil menggoda.
"Sudahlah, ini percuma, oke?" Stella mendesah sedih. "Hubungan ini takkan berjalan ke arah manapun. Zveon sudah berkali-kali memperingatkan aku untuk tidak mendekati laki-laki, siapapun itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and Light (Wattys 2016 Winner)
FantasyPemenang Wattys Award 2016 @WattysID kategori Cerita Unik / Trailblazers. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Ziella dan kakaknya, George, adalah spesies Hellbender yang terakhir. Para penyihir telah memburu spesies mereka, hingga kini...