Chapter 2 - Fear of The Darkness

15K 1.3K 27
                                    

Ziella masih memejamkan matanya. Ia terpuruk di atas tanah hutan yang lembab dan gelap, hanya diterangi nuansa oranye dari rambutnya. Seluruh tubuhnya bergetar ketakutan, menyadari bahwa sang Pangeran berdiri beberapa meter dari tempatnya, dan telah melesatkan panah api ke arahnya.

"GROOOAAAHHHHH!!!"

Ziella terkejut mendengar suara itu. Ia membuka mata, penglihatannya langsung menampakkan pangeran berjubah yang menjulang di depannya. Pangeran Zveon telah menembakkan panahnya, entah ke mana, dan Ziella terkejut saat menyadari bahwa panah itu ditembakkan jauh di belakang Ziella, dan bukannya ke dirinya.

Ziella menoleh ke belakang, dan melihat seekor monster pembunuh yang terbakar akibat panah pangeran yang menancap di matanya. Monster itu meraung, menggelepar di tanah, lalu mati dalam sekejap. Monster itu memiliki cakar dan taring yang besar, dan bisa saja membunuh Ziella apabila ia tidak dibunuh Pangeran Zveon. Pangeran menurunkan busurnya, lalu melangkah mendekat ke arah Ziella.

Ziella bergidik ngeri, ia terkejut karena ia salah menyangka bahwa pangeran itu akan membunuhnya. Ziella menatap sang pangeran yang akan membantunya berdiri dengan terheran-heran.

"Halo, nona," sapa pangeran itu sambil menyerahkan tangannya. Tudung gelapnya masih menyembunyikan wajahnya yang misterius. Suaranya sangat tenang, berusaha tidak membuat Ziella takut.

Ziella tidak menanggapi bantuan sang pangeran. Ia masih tertegun melihatnya. "K..Kau..." katanya terbata.

"Ya, aku penyihir dari Demozre. Aku datang untuk membuat perdamaian," jelasnya tenang. "Maafkan aku, sudah menakutimu. Tapi aku tak bermaksud begitu. Aku berlari kemari untuk mengejar monster itu."

Ziella masih terkesiap. Ia berpikir, tak mungkin penyihir bersikap baik seperti ini. George selalu berkata, apa pun yang dilakukan penyihir adalah taktiknya untuk berbuat jahat. Ziella diam untuk beberapa lama. Ia terus menatap pria berjubah itu. Biasanya saat Ziella atau George bertemu dengan seseorang untuk yang pertama kalinya, mereka selalu terheran-heran akan rambut mereka yang berkilau. Siapa pun akan bertanya-tanya mengapa rambut mereka bersinar, dan setelah dijelaskan sekalipun, mereka masih asing dengan spesies 'hellbender', karena memang mereka spesies yang hampir punah. Namun, pangeran itu tidak menampakkan rasa terkejut sama sekali, seakan-akan dia menganggap rambutnya normal dan bukan mahluk langka. Pangeran Zveon bersikap biasa saja, masih terus membiarkan Ziella terhenyak dengan ketakutannya.

"Ziella!!" seruan Gerard membesar saat ia telah sampai di tempat Ziella dan pangeran berada. Gerard memandang mereka berdua kebingungan. Lalu ia menghampiri Ziella. "Ziella, kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.

Ziella tiba-tiba bangkit dan memeluk Gerard, lalu bersembunyi di sampingnya seperti anak kecil yang ketakutan. Ia berusaha menjauh dari pangeran itu.

"Ziella," kata Gerard khawatir. Ia merangkul Ziella.

"Maafkan aku," kata Pangeran Zveon kemudian. "Aku hanya akan membidik seekor monster yang telah kuburu selama seharian ini." Pangeran itu berjalan menjauh dari mereka, dengan harapan tidak akan membuat Ziella semakin takut. "Monster itu telah menyakiti banyak penduduk setempat. Aku ingin membunuhnya. Tapi, aku tidak ingin menyakitimu, sungguh."

Gerard yakin dengannya. Ia masih menenangkan Ziella. "Tindakanmu itu mulia sekali, pangeran. Aku percaya padamu." Ziella terkejut, tidak percaya sahabatnya itu akan membela pangeran. Ia merasa sedikit dikhianati, namun memang dia merasa Pangeran Zveon telah melakukan hal yang benar. Mungkin, Gerard sama sekali benar tentang Zveon.

Pikiran kelam masa lalunya-lah yang membuatnya merasakan takut itu. trauma. Menjadi salah seorang dari jenis spesies terakhir tidaklah mudah. Dia tetap merasakan takut terhadap pangeran penyihir itu.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang