Chapter 38 - The Missing Hellfairy

7.8K 713 44
                                    

Gemeresak dedaunan yang bergesekan berbisik nyaring akibat embusan keji angin malam. Kegelapan menyelimuti kami seperti atmosfer hitam mencekam. Di depan pandangan hanya terhampar belantara rimba dengan penghuni binatang-binatang misterius, di antaranya termasuk para monster penyamun. Suhu di wilayah itu sanggup membuat hidungku gatal hingga aku terbersin beberapa kali dan bergidik memeluk diriku sendiri. Zveon hendak melepas jubah birunya begitu melihatku menggigil, namun seketika aku teringat bahwa aku telah membawa jubah pemberian Zveon—yang kukenakan ketika ia mengajakku berkencan di Demozre—di dalam tasku.

Zveon akhirnya kubiarkan membawakan tas ranselku yang sedikit berat. Pendar rambutku yang sebelumnya berpijar menyala bagai pelita siang hari, langsung padam begitu kupasang jubah mengitari punggungku. Meski aku tak dapat melihat di kegelapan, aku tahu rambutku telah berwarna cokelat muda tanpa menguarkan secercah cahaya pun. Jubah itu seakan menjadi perisai bagi ketahanan tubuhku, juga sebagai penyamaran agar para monster tidak melacakku melalui pancaran cahaya rambutku.

Karena ia satu-satunya yang dapat melihat dalam gelap, Zveon memimpin jalan terdepan. Kami mengikuti, melalui berbagai batang pohon yang menjulang kokoh di mana-mana. Lama-lama pohon-pohon itu nampak seperti jeruji-jeruji kegelapan yang memerangkap kami dalam sekapannya. Suara bisikan angin menghempas dahan terdengar berkesinambungan bersama lenguhan hewan-hewan malam yang bercicit, berkaok, berkukuk, bahkan menggonggong. Bayangan pasang-pasang mata makhluk melintas di sekitar kami. Aku nyaris terlonjak kaget, tetapi begitu kupastikan Zveon tak bereaksi apa-apa, aku langsung menenangkan diri. Jika ada monster yang mendekat, ia pasti langsung mengetahuinya.

"George!" Setelah beberapa lama, aku akhirnya memberanikan diri untuk berteriak. Kyle berjengit kaget karena ia yang berada terdekat dengan langkahku, otomatis yang lain memandangku terhenyak.

"George, di mana kau!?" Aku berjalan sambil memutar tubuhku ke segala arah, berteriak melalui kedua tangan yang kubentuk seperti toa. Suaraku menggempar ke segala arah dan menggema keras di udara. "George!!"

"Ziella," Zveon membalikkan tubuhnya ke arahku dan menghentikan langkahnya. Sepasang netra merah yang menyala dalam bayang-bayang hutan itu menatapku tajam. "Jangan berteriak di sini."

"Tapi bagaimana kita akan menemukan kakakku bila kita tidak memanggilnya?" protesku keheranan.

"Ini hutan, Ziella. Kau bisa menarik perhatian para monster jika kau menimbulkan kegaduhan..." imbuh Stella dari tempatnya berdiri.

"Itu benar," bisik Kyle dengan suara gugup saat suara lolongan serigala terdengar samar-samar.

Aku menelan ludah di saat kurasakan jantung kristalku berpacu cepat. "Maaf," bisikku pelan pada kawan-kawan yang masih menatapku itu. Aku tak bermaksud membahayakan kami semua, tetapi aku hanya ingin memastikan bila George ada di tempat ini, ia dapat mengetahui keberadaan kami dengan memanggilnya seperti tadi.

"Tidak apa-apa, Ziella," balas Zveon, masih dari barisan terdepan. Meski aku tak dapat melihat wajahnya dengan jelas, dilihat dari binar matanya, ia pasti sedang melemparkan senyum padaku. Ditatapnya anggota tim kami yang lain perlahan. "Baiklah. Aku akan menjelaskan bagaimana kita dapat menemukannya di hutan yang gelap ini."

Kami semua mengangguk, berusaha mengabaikan kelebat bayangan mencurigakan dengan suara-suara aneh di sekitar kami.

"Aku ingin kalian semua memejamkan mata, sekarang." Perintah Zveon pada kami. Sejenak, aku berpandangan dengan Kyle, Andrea, dan Stella keheranan. Mereka mengedikkan bahu, dan mulai memejamkan mata ungu kristal mereka sesuai titah Zveon. Lantas, aku pun menutup kelopak mataku. Kegelapan kini terasa menelanku utuh-utuh.

"Aa... aku takut gelap..." suara Kyle terdengar gemetaran.

"Tutup mulut, Kyle," bisik Andrea keras, lalu terdengar sesuatu memukul ceplas kulit seseorang.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang