Chapter 14 - Blood, Love, and Dust

10.3K 872 25
                                    

Aku memandangi Pangeran Zveon yang berdiri di hadapanku. Kegelapan menyelimuti kami berdua, hanya sinar rambutku sajalah yang membuatku dapat melihatnya dalam cahaya kejinggaan. Sekilas, dalam kegelapan sekelam ini, rambutku terlihat lebih terang dari biasanya, aku bahkan dapat melihat pantulan cahaya oranyeku dalam kedua mata merah vampir Pangeran Zveon yang sedang menatapku sambil tersenyum agak menyeringai itu. Rambut pangeran Zveon yang biru gelap juga berkilau dalam cahaya kejinggaan.

Aku mengerutkan keningku. Pangeran Zveon tetap memandang mataku, namun aku dapat merasakan bahwa pandangannya itu terletak lebih jauh lagi menembusku. Pangeran tak lagi tersenyum. Ekspresinya muram, sementara ia sama sekali tak berkedip saat cahayaku bergejolak terang di matanya.

"Pangeran Zveon," panggilku saat kurasa pikirannya sudah melayang jauh. "apa kau baik-baik saja?" Pangeran Zveon kembali memfokuskan matanya padaku, masih tak menunjukkan ekspresi apapun. "Apa kau sudah meminum cukup banyak darah? Apakah kau sudah bertransisi sepenuhnya?"

Pangeran Zveon terperangah mendengar pertanyaanku itu. Ups... aku menutup mulutku rapat-rapat, lalu memalingkan wajahku. Kurasa aku telah menanyakan pertanyaan yang tidak tepat.

"Ya, aku baik-baik saja," jawab Pangeran Zveon setengah menggumam.

Aku memandangnya yang diam saja sambil menatap ke arah bayangan hitam di sampingnya. Aku menghela napas gusar. Kurasa ia masih terlihat tidak enak badan. Atau dia sedang memikirkan sesuatu.

Aku memandang Pangeran Zveon sedih. Dia seharusnya bercerita kepadaku tentang hal ini. Namun aku kembali menyalahkan diriku sendiri, karena posisi Pangeran pasti sangat berat, tak mungkin ia sempat menceritakan padaku tentang ini. Aku memandangi matanya yang terhalangi beberapa helaian rambut birunya yang mencuat-cuat.

Ingin rasanya aku mengetahui apapun tentangnya. Jika saja ia tidak menutup diri dariku.

"Denna menceritakan segalanya padaku," kataku, memecahkan kesunyian di antara kami. "Aku tak tahu sebelumnya kalau kau mengalami kejadian ini setiap bulan." Aku mengusap-usapkan kedua ujung jemariku satu sama lain dengan gugup. "Dan aku hanya ingin memberitahumu bahwa kau tidak sendirian, Pangeran."

Pangeran Zveon terdiam, menyimakku.

"Aku telah mengalami masa-masa di mana aku terus menerus bersembunyi di dalam rumahku. Aku dan kakakku. Kami tak pernah ke luar dari desa Noreville sekalipun. Kami bahkan jarang ke luar rumah, kecuali jika kami ingin mendagangkan hasil panen kami di pasar. Aku dan kakak bekerja banting tulang setiap hari. Dan hari-hari yang melelahkan itu sudah menjadi keharusan bagi kami untuk bertahan hidup," ucapku sambil terus memandang tanganku yang kugerak-gerikkan.

"Pikiran kelam masa lalu terus menghantui kami. Rasa takut akan binasa. Seluruh kerabat sejenis kami telah musnah semuanya. Dan kami hidup dalam rasa takut kami," lanjutku muram. "Aku yakin, Pangeran Zveon pasti juga memiliki masa lalu yang kelam. Aku terus menerus memikirkan Pangeran. Betapa beratnya penderitaan Pangeran yang harus menjalani masa transisi vampir setiap bulannya."

Mataku merana, perlahan menatap Pangeran Zveon yang menerawangku. "Aku tahu apa yang Pangeran rasakan. Jadi, kumohon janganlah merasa sendirian," kataku lagi dengan suara tercekat.

Aku memandang Pangeran Zveon yang terlihat anggun dalam parasnya itu. Elok, misterius, dan mematikan. Tapi aku tahu, di dalamnya, Pangeran merasakan takut. Takut akan kehilangan orang yang dicintainya. Stella.

"Kau sangat menyayangi adikmu. Aku tahu kau sebenarnya orang yang penyayang. Kau juga selalu melindungi adikmu dengan baik," lanjutku sambil menggigil sedih. "Aku merasakan hal yang sama pada kakakku. Kadang-kadang aku merasa sangat bersalah karena aku sering menentangnya. Dan sekarang, aku meninggalkannya sendirian. Ia telah menyelamatkanku dari kobaran api bertahun-tahun silam, sewaktu aku sangat kecil.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang