Chapter 31 - Revived

9.2K 768 57
                                    

Biru lazuardi membentang bersama awan yang tersingsing samar, silau keemasan mentari berkilau di tepian setiap benda yang disorotnya, termasuk diri Zveon yang kini bertaut erat di atas punggung naga birunya. Sayap-sayap raksasa itu mengepak lantang hingga ia meluncur secepat angin laut yang berembus. Rambut biru gelap Zveon tersibak dan ia menyipitkan matanya saat uap air dari awan menerpa wajahnya. Satu tangannya menggenggam rantai kekang yang bergemerincing di sepanjang leher naga, satunya lagi menjaga seorang gadis tetap pada pelukannya.

Zveon mengalihkan pandangannya dari landskap angkasa, merenungi paras pulas gadis yang matanya terpejam itu, bulu matanya yang lentik menggelitik leher Zveon, sementara kepala gadis itu bertopang pada pundaknya. Senyuman yang kerap menungging di bibirnya tak terlihat saat ini, walau semu merah yang lembut masih mempesonakannya. Embusan napasnya ritmis seperti terbang mereka yang terombang-ambing di udara. Rambut bagai pantulan cahaya senja di laut berkilau-kilau membingkai wajahnya, berkibar dan menghampar jauh dari punggung Zveon.

Zveon memejamkan matanya, bersyukur terhadap apa yang dapat ia rasakan saat itu. Terhadap sinar matahari yang menyambutnya baik, ia merasa seperti sejulur kecambah yang berhasil mencuat dari tanah dan berfotosintesis. Terhadap kekuatan yang tak kunjung pupus dari raganya, ia merasa seperti singa yang merajai hutan belantara. Terhadap invulnerabilitas Ziella, ia merasa seperti prajurit yang mendapat pedang dan perisai untuk bertempur di medan perang.

Ziella.

Tanpa melihat cermin, Zveon tahu matanya menunjukkan binar merah yang marak. Segalanya yang dahulu milik Darcy menjadi miliknya. Termasuk Quartz yang kini mengitari peredaran darahnya. Kekebalan tubuhnya, kecepatan bergeraknya.

Namun sebenarnya Zveon tidak menginginkan itu semua.

Zveon tak akan pernah membayangkan sebuah kristal yang berakar dari jantung milik spesies Ziella menjiwai raganya. Tetapi begitu kini hal itu menjadi kenyataan, Zveon hanya bisa memandang gadis pengendali neraka itu dengan perasaan kalut. Kini, ia seakan hidup berkatnya. Walau segala cahaya kini terasa menyejukkan di kulitnya, ia tetap menganggap cahaya Ziella adalah satu-satunya kirana yang benar-benar meneranginya.

Zveon merunduk, mencium keningnya lembut.

*

Kabar gembira itu menyebar luas dengan cepat. Fantasia Cosmo digemparkan dengan sorak sorai masyarakatnya yang mengelu-elukan kesatuan dunia. Baik di timur maupun barat, jalanan penuh dengan karnaval yang menyemarakkan kota-kota. Euforia kemenangan itu kembali berlanjut ketika batalion naga dan phoenix berbondong-bondong datang dari angkasa, membawa serta para prajurit yang pulang dengan bekas-bekas luka bak medali emas. Sekali lagi peristiwa yang akan terus terpatri dalam catatan kemasyhuran sayap-sayap Fantasia Cosmo.

Ketika figur Zveon terbersit dari ambang pintu istana yang berderak terbuka, cahaya siang menyinarinya seakan ia meninggalkan nirwana untuk pulang. Rambut kebiruannya seperti bunga Centauria cyanus yang tenang dan anggun. Kulit pucatnya terlihat seperti porselen di bawah sorot matahari, dan matanya berpijar dalam warna relung lava kemerahan.

Berhadapan dengannya adalah Stella yang rambut lurusnya tergerai di balik bando yang menjalin kepalanya, dengan warna Centauria cyanus yang sama. Matanya membeliak, menonjolkan iris kristal violetnya yang berkaca-kaca. Stella menatap abangnya dengan tatapan tak percaya, seketika itu pun ia menarik napas bahagia. Namun sebelum ia menghambur pada Zveon, cercah-cercah cahaya memperjelas wujud seorang peri yang terbopong di lengan kakaknya.

Zveon tersenyum sekilas, ia menatap gadis yang ada di lengan-lengannya seakan menunjuk segala sebab dari keajaibannya.

Gadis itu tertidur pulas bersama gejolak senja yang berburai di rambutnya. Ia tidak dapat mendengar isakan Stella yang mengucapkan terima kasih padanya, berkali-kali.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang