Chapter 11 - Awesome Day

13.5K 957 26
                                    

Aku dan Kyle berjalan keluar dari gerbang utama istana yang berdiri kokoh dari jeruji besi-besi dan baja hitam yang menjulang setinggi sepuluh meter dari tanah dan mengelilingi seluruh penjuru istana tapi menyisakan taman yang sangat luas di sekelilingnya, dipenuhi dengan semak-semak berbunga mawar dan pohon-pohon yang tertanam rapi layaknya taman yang sangat terawat. Dari pintu masuk istana hingga gerbang terdapat jalan setapak berbatu untuk tempat berjalan di antara rerumputan yang menghadang di kiri-kanan. Aku menikmati pemandangan taman istana yang sebelumnya tidak pernah kulihat itu. Aku hanya pernah melihat taman belakang istana, tempat naga-naga mendarat.

Penjaga-penjaga gerbang membukakan pagar yang tinggi itu dengan sihir, lalu pintu gerbang berderak nyaring layaknya suara besi-besi yang bergesekan hingga membuka dan menyisakan celah bagiku dan Kyle untuk dapat kami lewati.

Aku dan Kyle berjalan ke luar kawasan istana. Aku melihat jalan setapak yang berliku-liku di depan pandanganku, dengan pepohonan yang terpatri di sepanjang tepi jalanan itu. Jalanan ini menanjak dan menukik sesuai bentuk bukit yang terus ada sepanjang kami berjalan.

Aku memandang Kyle yang berjalan santai di sampingku. Jubah poncho-nya berkibar tertiup angin dan menampakkan baju lengan panjangnya yang berwarna biru. Rambut cokelatnya sedikit berkilau, perlahan aku dapat mencium bau wangi aroma lidah buaya yang kurasa berasal dari rambutnya. Matanya berkilat dalam warna ungu cerah bagai permata. Kyle cukup menarik, aku yakin ia akan dapat memikat banyak gadis dengan gayanya dan penampilannya itu. Oh iya, penampilannya. Mengapa ia menggunakan jubah pendek itu? Ia terlihat berbeda dengan penyihir lain yang biasanya menggunakan jubah panjang bertudung. Dan, topi piyama itu begitu tidak umum.

Tiba-tiba, Kyle menyadari aku sedang menatapnya. Ia terkejut, lalu ia menatapku dengan senyuman nakal. "Hei, kau memandangku dari tadi," ujarnya menggoda.

Aku cepat-cepat mengalihkan pandangan. "Jangan kepedean," jawabku ketus, membuang muka ke arah pepohonan di sampingku. "aku hanya penasaran mengapa kau menggunakan poncho dan bukannya jubah panjang."

"Oh, ini?" tukas Kyle sambil meraih jubah pendeknya. "Kurasa poncho amat praktis. Ini membuatku keren. Dan aku tidak mudah terpeleset saat menaiki tangga. Kau bisa membayangkan menggunakan jubah panjang setiap saat? Itu terlalu memuakkan."

Aku sedikit tertawa mendengarnya. "Kurasa ada benarnya. Tapi mengapa kau menggunakan topi piyama?" tanyaku lagi.

"Topi piyama sangat populer di kalangan penyihir," jawab Kyle, memperbaiki posisi topinya. "Mungkin kau selama ini hanya melihat penyihir yang berjubah seperti Zveon dan Stella. Tetapi nanti di Demozre, kau akan banyak melihat penyihir yang berpenampilan sepertiku. Sungguh, aku tak terlihat sedemikian aneh kok."

Aku mengangguk-angguk mengerti. Kyle melihatku sembari tersenyum. "Hei," katanya, menyadari sesuatu. "Rambut kita berwarna sama begitu kau menggunakan topi itu."

Aku menggelengkan kepalaku ke kanan-kiri, dapat merasakan juntaian topi piyama yang berayun-ayun dan terasa sedikit berat di atas kepalaku, lalu aku meraih ikatan kepangan rambutku. Cokelat muda. Lalu aku melihat rambut Kyle. Cokelat muda, sepertiku, hanya saja lebih cerah.

"Yah, nyaris," jawabku sambil tersenyum. "Tetapi aku lebih suka rambutku yang asli."

"Tentu saja. Rambutmu yang oranye itu indah sekali," timpal Kyle sambil memandangku lembut. "Tapi sekarang pun rambutmu indah kok."

Aku berusaha untuk tidak tersipu. Ingat, Ziella, ingat! Kyle adalah seorang penggoda. Aku takkan tertipu. "Terima kasih," jawabku singkat.

Kami terus berjalan menyusuri jalan setapak yang seakan tak ada ujungnya. Aku masih tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan di sekitar sini, kecuali pepohonan dan ilalang, tentu saja. Beberapa burung gagak bertengger di dahan-dahan pohon dan berkaok-kaok beberapa kali, memecahkan kesunyian di antara kami.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang