Chapter 39 - Where The Secret Lies

8.6K 787 100
                                    

Buih-buih mengelilinginya ketika ia mengayun kedua tangan dan meluncur turun ke kedalaman bersama ruas-ruas cahaya subuh dari permukaan air bagai kilau permata. Gelembung-gelembung udara sedikit keluar dari mulutnya sebelum ia mengatupnya erat, menahan segala oksigen di paru-parunya. Dinginnya air tawar menyatu di kulitnya. Zveon memandang permadani pulau karang dan bebatuan raksasa yang menggunung serta curam relung yang menghitam di kejauhan. Air tawar tersebut memantulkan warna hijau kebiruan yang begitu jernih. Matanya menyapu ke sekeliling, berusaha mengacuhkan keindahan alga hijau yang menghampar di dasar, melambai-lambai padanya.

Penyihir beriris merah itu memfokuskan penglihatannya pada bias hijau-oranye yang berenang gesit jauh di bawahnya. Ia kontan melesat dengan gerakan lengan dan kakinya, merasakan tekanan air yang mendesak kepalanya. Zveon sungguh ingin berpikir mengapa hellbender berambut emerald itu membawa adiknya menyelam di dasar danau. Zveon adalah pangeran negeri itu—ia tahu hellbender tidak bisa bernapas dalam air. Apa ia ingin mati? pikir Zveon sampai ia telah mencapai kedalaman beberapa kaki dari permukaan. Hewan-hewan endemik memunculkan diri di sekitarnya, seakan ingin menyapanya sambil membubung dengan berkoloni.

Pandangan Zveon terhalangi oleh para penyu kecil yang melintas dengan kaki tumpul mereka. Zveon pun menyelam ke arah lain, mendapati jutaan ubur-ubur oranye yang berbentuk seperti jamur berukuran segenggam tangan dengan kaki-kaki empuk, mengembung dan mengempiskan kepala bundar mereka hingga mereka bertebaran seperti bunga-bunga yang bermekaran. Cassiopeia ornata. Zveon berusaha melintasi air melalui mereka, menghiraukan sosok-sosok kecil yang sesekali menabrak tubuhnya. Warna oranye lembut yang memancar dari makhluk lembut seperti jelly itu seakan berkamuflase menjadi rambut-rambut Ziella.

Ia terus berenang. Paru-parunya terasa seperti terbakar setelah beberapa menit ia mengarungi dunia biru yang ditumbuhi alga dengan jutaan ubur-ubur itu. Kini ia telah kehilangan jejak George dan Ziella. Zveon mengembungkan pipinya, melayang stagnan di antara ubur-ubur sambil menoleh ke sekelilingnya yang berdinding bongkahan batu. Zveon tak yakin ia dapat bertahan lebih lama lagi, sementara kedua dahinya berkerut, menahan rasa sakit yang menusuk-nusuk kerongkongan dan paru-parunya. Tiap detakan jantungnya kini terasa lebih berat, tetapi ia hanya memikirkan kedua pengendali neraka yang baru menghilang itu.

Zveon memutuskan untuk lanjut berenang dengan kekuatan yang tersisa di tubuhnya, meninggalkan makhluk air lain yang melayang di atasnya. Cahaya di sekitarnya semakin minim. Tak masalah baginya. Ia terus menembus tekanan yang makin menghimpit organ tubuhnya, kegelapan dasar danau menerkamnya utuh-utuh. Tak lama, sesuatu yang bercahaya datang di sekitarnya, menyeruak dari terumbu karang dan berbondong ke arahnya. Jumlahnya ribuan, dan sebelum Zveon salah mengira mereka adalah spesies hellbender, ternyata mereka adalah para ubur-ubur jenis lain, Aurelia aurita. Hewan-hewan itu bergerak lembut dengan tentakel seperti benang-benang halus, sementara kerlip cahaya yang berbentuk seperti bunga di kepala mereka bersinar memukau.

Danau jutaan ubur-ubur itu masih menguarkan hawa misterius yang menggelitik sensor magisnya. Diayunkannya lagi ekstremitasnya, mendekati dinding karang dan bebatuan tempat para hewan itu bersarang. Zveon merasa ia bisa tersedak air dan tenggelam kapan saja. Ia sudah tak bisa mengandalkan penglihatannya lagi setelah incarannya menghilang, tetapi ia tidak meragukan sensor magisnya ketika ia telah sampai pada dasar danau yang berlapis pasir dengan ikan-ikan kecil. Dentuman hebat bergaung di kepalanya. Begitu Zveon menganalisa bebatuan gelap di sampingnya, terdapat sebuah celah lebar yang memancarkan sinar putih mencerlang yang menjurus lurus ke dasar danau.

Zveon mendekati celah itu, tak ragu untuk melesat masuk hanya untuk diterpa silau cahaya yang makin terang. Zveon membelalak ketika ia mendapati gua dari batu putih pualam yang membentuk lorong luas, beberapa ratus meter persegi lebarnya. dasar gua itu menanjak dan memberikan ruangan berudara di atasnya. Belum sempat Zveon terbebas dari lingkup air tawar, paru-parunya sudah memanas nyeri dan ia tak sengaja menghirup air. Begitu ia memijak batu yang lebih tinggi, ia berlari menjulurkan kepalanya keluar dari permukaan air, menjatuhkan diri di atas dasar gua yang berudara sambil memuntahkan air dan terbatuk hebat. Zveon bernapas dalam-dalam sambil merasakan air mengucur turun dari rambut dan pakaiannya yang basah kuyup.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang