Chapter 20 - Pain

9.7K 750 21
                                    

Zveon tak pernah melihat pemandangan semengerikan itu.

Bangunan-bangunan kota yang berdiri di sepanjang matanya memandang seperti telah digerogoti dengan hama pemakan batu, menyisakan kerangka-kerangka besi dan ruangan kosong yang tak beratap. Bongkahan-bongkahan besar tembok dan puing-puing bebatuan menjadi alas seluruh kota. Sedikit saja langkah yang dipijak akan menyebabkan abu putih semen menyeruak di udara. Tak ada tempat yang dapat membuatnya berdiri tegak, kedua kakinya selalu bertumpu di atas kerikil dan bebatuan yang tercecer seperti domino raksasa yang hancur.

Anna berjalan maju dengan ragu, matanya masih menyapu pemandangan kota itu, tak sedikit pun mendeteksi setitik banyangan hijau pepohonan atau sesemakan yang rindang. Segalanya rata dengan semen dan pasir bangunan yang masih terserpih dari rumah-rumah bobrok. Udara yang kering menyimpan aroma kuat asap serta debu yang menyesakkan. Sinar matahari siang seakan memanggang suhu di sekitarnya, seperti sebuah padang pasir—bukan. Padang Kehancuran.

"Kita harus benar-benar menghentikan Damagus. Sekarang," ujar Ratu Anna setelah mereka berdiam diri selama beberapa lama di sana, diheningkan oleh reruntuhan kota itu.

Zveon menyipitkan matanya, sebagian karena rasa pilu yang tumbuh di hatinya, dan sebagian karena ia tak tahan dengan sinar matahari yang begitu menyengat sekalipun ia mengenakan kalung kristalnya. Diraihnya tudung jubahnya hingga kepalanya tertutupi dari teriknya siang.

"Ayo kita ke markas Damagus."

***

Setelah melalui perjalanan di atas awan bermil-mil jauhnya, mereka mendarat di atas sebuah lahan perbukitan yang luas, sebuah kota besar terpampang manis di depan mereka.

Zveon dan Anna berjalan berdampingan, sementara para prajurit mereka kerahkan untuk siap-siaga di atas bukit tempat mereka mendaratkan naga-naga itu. Mereka memutuskan untuk mendatangi markas tanpa para prajurit agar tidak menimbulkan kecurigaan. Keduanya melangkah melalui sebuah jalanan beraspal yang kemudian mengarah ke arah tembok besar yang membatasi wilayah Damagus yang amat luas. Tembok itu terlihat kukuh dan terdiri dari bebatuan putih, permukaannya tak tergores dengan sedikit pun kerusakan.

Prajurit Damagus yang berjaga di depan pintu gerbang kayu raksasa segera membukakan pintu untuk keduanya setelah ia tahu bahwa Pemimpin Fantasia Cosmo sedang berdiri di hadapannya. Pintu-pintu itu berderak terbuka, menampakkan deretan rumah-rumah dan bangunan-bangunan besar yang sama sekali utuh.

Seringai tajam muncul pada wajah Anna, mengingat kerusakan yang dibuat Damagus pada Stockmess sementara wilayah Damagus sendiri bersih dari puing-puing kehancuran. Di sinilah di mana keadilan harus ditegakkan, walau ada keinginan besar yang timbul dari hati Anna untuk menumpas habis Pemimpin Damagus yang lancang itu tanpa melalui negosiasi. Prajurit yang membukakan pintu tadi mengantar mereka menuju sebuah rumah manor yang megah, terletak jauh setelah mereka melangkah menyusuri jalanan berbatu yang berada di antara rumah-rumah penduduk yang tersusun rapi. Makhluk-makhluk kegelapan di dalamnya hidup dalam suasana yang damai. Aroma harum roti dan kepulan asap sup yang mendidih menguar dari cerobong asap penduduk, suara celotehan iblis dan vampir meramaikan suasana, terutama karena kedatangan Anna dan Zveon yang mengundang perhatian mereka.

Rumah manor itu berdiri menjulang di hadapan mereka, taman-taman penuh dengan bunga-bungaan yang berwarna-warni menghiasi bagian depan rumah itu. Pemandangan itu membuat Anna dan Zveon bergidik benci, seluruh kemewahan dan kerapihan yang ada di kota ini hanyalah sebuah selimut untuk menutupi kebengisan yang busuk. Bayangan akan bangunan bobrok Stockmess melekat seperti magnet kuat di kepala mereka, semakin indah pemandangan yang mereka lihat di Damagus, semakin hati mereka terbakar dengan perasaan jengkel.

Mereka tiba di bagian dalam rumah manor yang bercat putih itu, karpet tebal berwarna merah membuat kaki-kaki yang mereka pijakkan terasa nyaman, namun sekali lagi kebencian semakin menggelitik hati mereka, mengingat jalanan abu dengan puing-puing lapuk yang menghiasi lantai Stockmess terasa menyakitkan di kaki-kaki mereka. Segalanya begitu penuh dengan kemewahan yang zalim.

Dark and Light (Wattys 2016 Winner)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang