"Ziella."
Aku terus berlari bersama perasaan kalut yang menyelubungiku. Menaiki tangga-tangga hingga paru-paruku terasa terbakar, napasku pun tersengal. Tetapi aku terus memaksa kakiku. Aku memandang lorong dengan wallpaper klasik keemasan sambil menyipitkan mataku dan tak menengok ke belakang barang sejenak saja. Jubah penyihir masih terpatok di sekeliling pundakku, berkibar menembus udara.
Zveon telah menghadang di ujung lorong itu, entah dari mana datangnya. Aku mendadak berhenti. Ia merenungiku dengan paras sedih, sementara netra merahnya bergetar memantulkan bayanganku.
"Ziella ..." Ia memanggilku lagi. "Kau pikir kau akan dapat lari dariku?" Ia menapakkan langkah mendekat sambil menengadahkan tangannya, ingin meraihku. Aku hanya menarik napas dalam-dalam karena aku telah menempuh perjalanan yang cukup jauh untuk menghindarinya. Dari keramaian Pasar Platonia, tepi trotoar Demozre, hingga Istana. Aku memang bodoh bisa berharap ia takkan mengejarku, padahal ia vampir tercepat di West Wing.
Ia telah berada di sisiku, menggaetkan jemari pucatnya yang dingin pada jemariku. Aku nyaris terlena dengan kelembutannya kembali. Buru-buru aku menepis tangannya, berbalik arah untuk berlari.
Namun, sebelum aku dapat menjauh, Zveon mendekapku dari belakang dengan lengan-lengannya yang kuat. Aku tercekat sementara suhu dinginnya kini mengelumuniku hingga membuatku bergetar, karena perih dan dingin.
"Kumohon ... lepaskan aku," pintaku pilu, menggenggam kedua lengannya. Dekapannya erat sekali, hingga aku hanya bisa berdiri diam, menyesali segala bara dalam hubungan kami. Napas dingin Zveon berembus melalui rambut serta telingaku. Tanpa ingin kusadari, ritme pernapasannya sedikit menenangkan gelisahku.
"Mengapa kau menghindar dariku?" Nada Zveon terdengar perih. Aku membungkam mulutku, meratapi kedua tangannya yang kuat, sama sekali tak melepasku. Tubuh kekarnya menjadi sandaran teguh di punggungku. Aku amat menginginkannya, tetapi nalarku terus menentang perasaanku, bahwa ia bukan milikku, dan tidak seharusnya aku bersamanya.
"Apakah aku ... telah melakukan kesalahan?" tanyanya lagi. Aku makin memejamkan mata, menahan tangis. Kau sama sekali tidak berbuat salah, itulah yang salah darimu. Aku menggigit bibirku.
"Zveon," kataku akhirnya. "kau tahu, 'kan, kalau kita tidak akan pernah bisa bersama?"
Zveon bergeming. "Mengapa?"
"Zveon ... kau adalah seorang pangeran," bisikku, suaraku bergetar. Aku menolak pedih sensasi dingin yang paling kuinginkan itu, walau aku tak bisa bergerak dan penglihatanku pun terhalang buram.
Zveon hening sejenak. "Lalu?" tanyanya lagi, sama sekali tak melonggarkan pelukannya.
Aku bernapas sedu untuk beberapa lama. "Aku hanyalah gadis biasa. Kau dan aku ... kita tidak mungkin ...."
"Ziella!" Zveon menyentakku, nadanya terdengar marah. "Berhenti berkata yang tidak-tidak. Siapa yang berhak mengatur seseorang yang patut kucintai?"
"Zveon ... belum terlambat untuk melupakan ini semua." Aku memejamkan mata untuk mencegah air mataku keluar dari kelopaknya. "Kau pasti mengerti bahwa kelak, cepat atau lambat, dan terpaksa atau tidak, Putri Noola dan kau akan bersama. Ia tulus mencintaimu, ia akan menjadi permaisuri yang ideal. Kau tidak bisa ... memilihku."
Aku merasakan tubuh Zveon terguncang, aku menebak karena syok. Aku terdiam, tak yakin apakah aku baru saja membuka pintu hatinya hingga ia mengerti maksudku.
Zveon menyandarkan dagunya pada pundakku, mengelus pipinya pada sisi kepalaku.
"Ziella, aku mencintaimu." Zveon meraih kedua tanganku dan menggenggamnya erat di depan tubuhku. "Hanya kau yang selalu kupikirkan. Aku akan melindungimu dengan sepenuh hati, aku tidak ingin kau terluka. Bahkan aku tidak ingin kau terlalu hanyut dalam kesedihan karena hubungan ini. Aku hanya ingin kita bersama, sekarang, selagi kita bisa bersama. Entah masa depan macam apa yang bisa mengubah segalanya, aku tetap ingin bisa bersamamu sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark and Light (Wattys 2016 Winner)
FantasyPemenang Wattys Award 2016 @WattysID kategori Cerita Unik / Trailblazers. ROMANCE - FANTASY - ACTION - ADVENTURE *** Ziella dan kakaknya, George, adalah spesies Hellbender yang terakhir. Para penyihir telah memburu spesies mereka, hingga kini...