୨୧⋆PATUNG KERAMAT KANG JAJANG༶

0 0 0
                                    

"AAAAAAAAAAAAA!"

Teriakkan Arga Seto membuat Mahajana, Raihan dan Santoso secara kompak mengarahkan pandangannya kearah lelaki itu. Awalnya, mereka bingung dengan apa yang membuat lelaki itu berteriak, namun, setelah Arga Seto menunjukkan sesuatu, secara bersamaan ketiga manusia itu juga ikut-ikutan berteriak.

Sebuah patung berbentuk serigala dengan gigi taring, mata melotot memerah dan juga cakar tajam membuat keempat lelaki tersebut ketakutan bukan main. Terutama Raihan, ia bahkan tak segan-segan berteriak meminta tolong seperti seorang korban kecopetan.

"Demi Bapa di Sorga... Patung apa ini? Apakah ini, patung penyembah ilmu hitam?" Santoso menutup matanya rapat-rapat.

"I-ilmu hitam? Du-dukun kah maksudnya?" Raihan tambah panik.

Mahajana berjalan mendekat kearah patung tersebut. Di perhatikan secara jelas badan patung itu, lalu kemudian Mahajana menemukan sebuah ukiran nama seseorang.

"Poenya Jajang -1969"

Batin Mahajana bertanya-tanya, siapa itu Jajang? Kenapa dia sembarangan meletakkan patung menyeramkan di gudang?

"Lho, ada apa ini, kok kumpul-kumpul di gudang?"

"Kami cuma mau-AAAAAAAAA!"

Arga Seto kembali berteriak ketika melihat seorang perempuan dengan daster berwarna kuning pudar berdiri di ambang pintu gudang. Rambutnya dibiarkan tergerai, dan wajahnya penuh dengan masker berwarna putih.

"Kok kaget? Kenapa? Apa saya menyeramkan?" Tanya perempuan itu. Orang-orang lebih akrab memanggilnya dengan sebutan "ibu Jum", alias istri dari kang Jum. Perempuan paruh baya itu menatap heran keempat penghuni kontrakannya. Kenapa sih? Cantik-cantik gini kok pada takut?

"Eh, ibu," Mahajana menggaruk tengkuknya. Untuk mencairkan suasana, dia berusaha berbasa-basi.

"Ini kalian teh lagi ngapain? Kumpul-kumpul di gudang malam-malam begini?"

"Anu, kita lagi-"

"Sudah malam kok berisik sekali?" Tiba-tiba saja kang Jum datang menghampiri mereka. Lelaki itu menggunakan baju pendek berwarna putih dan sarung andalan berwarna merah.

"Kok gudang jadi berantakan?" Tanya kang Jum. Mahajana, Santoso, Raihan dan Arga Seto saling tatap. Ini kalaupun mereka kena marah, antara siap atau tidak siap maka harus siap.

"A-anu kang," Mahajana berusaha menjelaskan. "Saya dan yang lain sering mendengar suara aneh dari dalam gudang, saya berusaha untuk memastikan bu, kang. Dan, ternyata suara itu berasal dari beberapa anak kucing dengan induk kucingnya tentunya."

"Lalu, itu, kenapa berlubang?" Kang Jum menunjuk langit-langit gudang yang berlubang.

"Itu... Itu karena kucingnya lompat dari situ, kang."

Kang Jum masuk ke dalam gudang. Dia kemudian mendapati beberapa ekor anak kucing yang sedang tidur di samping induknya.

"Ini kucing nya?"

"Iya kang."

Lelaki paruh baya itu kemudian menunjuk sebuah kain yang digunakan sebagai penutup patung. Mahajana menyiku lengan Arga Seto untuk memberikan kode.

Belum sempat Arga Seto melarang kang Jum, pemilik kontrakan itu sudah lebih dulu membuka kain. Dia sedikit terkejut, namun tidak sampai berteriak. Diamatinya patung menyeramkan itu, kemudian ia tersenyum.

Catat, seorang kang Jum yang biasanya judes akhirnya tersenyum hanya karena patung menyeramkan!

"Eleuh eleuuh, neng kadieu. Ieu tingali." ["Aduh aduh, neng sini. Lihat ini] ucap kang Jum sambil menyuruh ibu Jum untuk mendekat kearah patung serigala tersebut. Sama halnya seperti kang Jum, ibu Jum juga tersenyum. Mahajana dan Arga Seto kebingungan.

"Ini patung yang sudah saya cari sejak dulu, saya kira patungnya sudah hilang. Eh, rupanya masih disini." Kang Jum tersenyum lebar.

"Ini punya kang Jajang. Mendiang pakde saya. Dulu, patung ini jadi sasaran para pencuri, karena dari bentuk dan juga pemilihan bahan untuk membuat patung ini tidak sembarangan."

Mahajana bertanya dalam hati.

"Sasaran para pencuri? Pencuri mana yang mau mengambil patung aneh dan menyeramkan begini?"

"Besok, kita akan membenahi gudang ini. Dan, terutama..." Kang Jum menunjuk Santoso. "Kau harus ikut membantu, tidak ada alasan tidur, atau ketiduran."

Mampus kau Santoso!

"Dan kucing-kucing ini, nanti akan dilepas-,"

"Jangan kang," potong Mahajana. "Biar, saya, Santoso dan Arga Seto yang merawat. Oh, dan juga Raihan. Iya, kami akan merawatnya."

Arga Seto dan Raihan terkejut.

"Maksud kau apa? Kau menyuruhku untuk mengurus kucing?" Bisik Arga Seto.

"Ssst, tinggal jawab 'iya' saja apa susahnya?"

Arga Seto menggeleng. "Kalau mengurus satu kucing, aku tidak masalah. Lah, ini? Lima ekor kucing!"

Sama halnya dengan Arga Seto yang tidak terima, Raihan pun begitu. Raihan bahkan mengatakan kepada kang Jum bahwa ia alergi kucing.

Sudah tentu itu bohong. Raihan sama sekali tidak alergi kucing. Dia mengarang ucapannya agar kang Jum tidak mengikutsertakan dirinya untuk mengurus hewan berbulu itu.

Jujur, meskipun Raihan menyukai kucing, bukan berarti dia mau memelihara kucing.

"Berhubung sekarang sudah malam, kalian lebih baik tidur. Ingat, besok kita akan membereskan gudang ini. Saya harap, kalian tidak akan lupa."

***

Arum melihat kalender yang digantung di dinding kamar. Ia sedang mencari-cari waktu yang pas untuk berlibur. Rencananya, Arum akan pergi ke Bandung, untuk bertemu dengan Mahajana. Setelah itu, dia akan pulang ke Cirebon untuk melepas rindu dengan kedua orang tuanya. Rencana berlibur ini sudah ia bicarakan dengan Rita, dan Rita menyetujuinya.

Kata Rita, kalau ada waktu, ia juga ingin ke Cirebon untuk menemui Laras dan Lasmi dan juga mengenang masa kecilnya. Sudah lama ia tidak melihat kota kelahirannya, sudah lama juga ia tidak berkunjung ke pemakaman kedua orang tuanya.

Setelah lama melihat kalender, Arum memutuskan untuk mengambil libur di akhir bulan. Dia sengaja tidak mengabari keluarganya dan juga Mahajana, katanya, ia ingin memberikan kejutan.

"Bu, pak, tunggu aku pulang ya,"

______________________________________

You can follow my ig :
@rbiellaa.e
@rahmabiella.world






ROMANTIKA MAHAJANA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang