CHAPTER 36

9.6K 344 21
                                    

Jaxon bersenandung kecil sembari menatap pantulan wajahnya di kaca wastafel, ia usap embun pada kaca yang menghalangi ketampanan wajah paripurna. Bulu halus mulai tumbuh dengan malu- malu di sepanjang rahang tegasnya, Jaxon selalu rutin mencukur, setiap minggu tapi minggu ini. Ia rasa tidak perlu. Akan dia biarkan semua bulu- bulu yang ada pada tubuhnya memanjang dengan alami-kecuali bulu bagian bawah.

Kakinya melangkah dengan lebar keluar dari kamar mandi dengan handuk sepinggang. Berhenti pada meja di samping televisi, terdapat wine mahal pemberian Victor kepadanya. Sangat di sayangkan menikmatinya terlalu cepat, dengan hati- hati ia tuang pada gelas kaca dan menyesapnya dengan perlahan dengan mata yang terpejam. Malam ini akan ia romantiskan hidup melanjangnya, tubuhnya tersentak kaget mendengar nada telepon miliknya berdering sontak membuat  alisnya mengernyit.

"Keparat! Aku akan membunuh siapa pun yang merusak waktu romantisku!" umpatnya merampas ponsel serta melihat nama si penelpon.

"Victor?"

Rasanya ingin menarik umpatnya barusan. Jaxon mengatur pernapasannya sebelum menggeser tombol hijau, sedikit menjauhkan ponsel dari telinga-Seketika ia mendapatkan firasat kurang menyenangkan.

"Jaxon! Aku menunggumu di lapangan tenis. Dua puluh menit kau sudah harus sampai disini."

"Apa!"

"Jangan banyak bertanya!"

Belum sempat Jaxon membalas, sambungan telepon telah di putuskan secara sepihak. Ia mendengus menghentakkan kakinya seperti anak kecil, kalang kabut memilih pakaian yang akan dirinya kenakan. Victor menelponnya tiba- tiba lalu meminta bermain tenis! Fuck tidak dapat di percaya memang, tapi begitu faktanya pria kaya dengan pembagian otak setengah.

"Semoga aku tidak gila di buatnya." Jaxon bergumam menyisir naik surai sebelum masuk ke dalam mobil.

Ia mengendari mobil seperti kerasukan setan. Pikirannya hanya ingin segera sampai, dari pada mendapatkan amukan Victor.

Bunyi decitan ban mobil terdengar nyaring saat jemarinya dengan lincah memutar stir, memparkirkan mobil pada posisi sempurna. Mengambil dua tas raket tenis brand Chanel yang biasanya di gunakan Victor dan dirinya. Sudah lama mereka tidak bermain bersama, jika Victor mengajaknya bermain seperti angin tanpa hujan—maka ia anggap hari ini sebagai pertarungan sampai titik darah penghabisan.

Dari kejauhan dapat ia lihat Victor yang duduk dengan kepala yang tertunduk, bersama enam kaleng bir dan dua diantaranya telah diremukaan.

"Apa lagi yang terjadi padamu," kata Jaxon ikut duduk disisi Victor serta membuka satu kaleng bir. Meneguknya hingga setengah lalu meletakkannya kembali, pandanganya lurus ke depan. Ia biarkan Victor bercerita tanpa merasa kecanggungan.

"Jangan kau menikah Jaxon. Wanita terlalu rumit!" balas Victor berdiri mengambil raket tenis miliknya.

"Kenapa tiba- tiba kau melarangku menikah. Sedangkan beberapa jam lalu kau meminta aku menikah secepatnya,"balas Jaxon mulai memukul bola yang mengarah ke arahnya dengan sigap. "Terhitung belum dua puluh empat jam kau menikah."

"Ruby menyesal menikah denganku," cetus Victor memukul bola dengan keras hampir mengenai kepala Jaxon yang untung dengan cepat menghindar.

"Lelucon apa lagi ini. Kalian sudah menjadi suami istri bukan lagi sepasang kekasih, seharusnya kau bisa menjadi contoh yang baik bagiku yang masih melanjang ini," imbuh Jaxon dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku juga kesal kepada Ruby. Tiba- tiba dia mengungkit perceraian padahal tidak terjadi apa pun kepada kami berdua," pungkas Victor yang masih merasa marahnya masih berada di puncak kepala dengan api berkobar- kobar sedari tadi. Begitu putus asa, tak terhitung beberapa kali ia menghela napasnya.

𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐁𝐀𝐁𝐘 𝐌𝐑. 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang