Berkali- kali Ruby mencoba mengatur posisi tidurnya. Ia tidak bisa tertidur sama sekali, sudah mencoba segala cara tapi tetap saja gagal. Perutnya tiba- tiba saja berbunyi, Ruby memang melewati makanan malamnya dengan menolak panggilan pelayan. Selain karena malu, dirinya juga malas untuk bertemu dengan Victor.
"Argh! Kenapa harus lapar di malam hari," gumam Ruby yang memilih untuk bangkit dan berjalan meninggalkan ranjang. Tidak ada cara lain selain menemukan sesuatu yang dapat menghentikan perut laparnya, pelayan mungkin sudah tertidur Ruby akan menyiapkannya makanan untuk dirinya sendiri.
Saat ia membuka pintu kamarnya, Victor juga keluar dari ruang kerjanya. Mereka kembali bertemu secara tak sengaja di lorong yang sama, Ruby kembali di buat terdiam. Lalu Victor berlalu begitu saja darinya masuk ke dalam lift.
Ruby pikir ia bisa membiarkan Victor turun terlebih dahulu. Tetapi ia salah Victor menunggunya di dalam lift, Ruby yang menyadari hal itu dengan berat hati dirinya masuk ke dalam lift yang sama.
Victor bersandar di lift sedangkan Ruby yang berada di depannya. Mereka hanya berdiam beberapa detik, lalu Victor membuka suara untuk mengusir rasa penasarannya.
"Kau belum tidur? Kau akan pergi kemana?" tanya Victor menatap Ruby hanya dari sebuah pantulan pintu lift.
"Aku lapar," balas Ruby dengan singkat.
"Aku juga," sambung Victor bersamaan dengan pintu lift yang terbuka.
"Aku tidak mengikutimu. Aku juga lapar dan tujuan kita juga sama sekarang," kata Victor sedikit menoleh ke arah Ruby yang berada di belakangnya.
"Untuk apa kau menjelaskan kepadaku," sahut Ruby. Ruby melebar langkah kakinya ia ingin dulu sampai ke kitchen sebelum Victor.
"Apa aku harus memanggil pelayan?" tanya Victor berdiri di dekat meja kitchen, tangannya menekan pinggiran meja menggulung kemeja sebatas siku.
"Apa kau sadar sekarang sudah jam berapa? Kau hanya merepotkan mereka," imbuh Ruby yang menolak saran Victor.
"Lalu, siapa yang akan membuat makanan. Kau bisa memasak?" sahut Victor menatap ke arah wajah Ruby.
"Di bilang bisa juga tidak terlalu. Setidaknya aku tidak membakar dapur ini dan makanan yang aku buat masih layak untuk di makan," balas Ruby. Ia sibuk membuka kulkas dan mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak pasta dan juga steak.
"Ternyata kau masih hapal dengan denah mansion ini." Victor terus menatap pergerakan Ruby yang dengan cekatan mengambil barang- barang yang di simpan di setiap rak. Ruby juga terlihat hebat dalam memasak makanan, Victor salah jika ia meragukan Ruby awalnya.
"Kau memasak pasta? Aku sangat rindu dengan masakan pasta yang di buat oleh Mommy," gumam Victor tanpa sengaja mengundang perhatian Ruby yang menghentikan gerakan jemarinya.
Ruby menata pasta di kedua piring dengan irisan steak di atasnya.
Victor mengambil kedua piring itu dari tangan Ruby, dan membawanya menuju ke meja makan.Ruby menuangkan air ke dalam dua gelas saat ia ingin membawanya. Victor kembali lebih dulu datang dan mengambil kembali, Ruby hanya mengikuti Victor dengan tangan kosong. Ia duduk di salah satu kursi yang telah Victor tarik untuknya, ia tak ingin menolak dan bersikap terlalu keras kepala.
"Bolehkan aku makan terlebih dahulu?" tanya Victor kepada Ruby yang hanya diam, menatap ke arah piring mata mereka sempat bertemu lalu di balas Ruby dengan mengangguk kecil.
Dengan penuh semangat Victor menyicipi masakan yang di buat oleh Ruby. Suapan pertama langsung membuat Victor merasa kembali ke masa remajanya, di mana Zoe ibunya selalu membuat pasta setiap weekend. Tidak ada hari libur tanpa pasta dengan irisan tipis steak, sampai rasanya begitu muak untuk memakannya dulu. Tetapi sekarang Victor merasa ingin memakan pasta setiap hari. Setelah merasakan masakan Ruby yang memiliki rasa yang sama— dengan pasta yang di buat ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐁𝐀𝐁𝐘 𝐁𝐎𝐘𝐒 𝐌𝐑. 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄
Romance⚠️ Konten mengandung hal yang dewasa, brutal dan banyak bahasa yang kasar! CERITA AKAN DI PRIVATE SECARA ACAK JIKA INGIN BACA PART LENGKAP DI HARAPKAN FOLLOW DULU. BALAS BUDI! Begitulah yang terjadi Ruby tak menyangka. Victor Anthony meminta kemba...