"Kapan terakhir kalian melihat Ruby pergi?" tanya Victor penuh selidik kepada semua pelayan yang berkumpul di ruang utama.
"Mrs. Antony meninggalkan mansion sejak pagi. Tepatnya setelah tuan pergi berkerja." Salah satu pelayan memberanikan diri untuk menjawab.
"Lalu, dia pergi sendiri mengendari mobil tanpa meninggalkan pesan? Kalian bahkan tidak merasa curiga! Sudah aku katakan, beritahu apa pun yang terjadi mencurigakan!" tanda Victor dengan kilatan marah yang berapi- api.
"Aku tidak perduli! Bantu aku temukan Ruby! Ia sudah pergi berjam- jam tanpa kabar dan ponselnya juga tidak dapat di hubungi," sambung Victor memijat pelipisnya. Kepalanya seperti akan lepas sekarang, panik dan rasa takut kembali menghinggapi perasaanya. Victor takut Ruby dalam keadaan bahaya, tapi yang lebih menakutkan baginya adalah kehilangan Ruby. Victor takut Ruby akan pergi lagi meninggalkan dirinya.
Seperti tamu yang tak di undang. Ruby muncul dari pintu masuk, berjalan dengan santai melewati pelayan dan Victor. Ia melepaskan heels dan menggantinya dengan sendal rumahan, melepaskan mantel lalu meletakan tas dan juga kunci mobil di atas meja kaca.
"Ada apa?" tanya Ruby kepada Victor yang menatapnya dengan bola mata yang membesar, seperti akan menelan dirinya bulat- bulat.
"Fuck shit! Dari mana saja kau, kenapa ponselmu sulit sekali untuk di hubungi!" Bentak Victor yang tidak lagi dapat menahan dirinya. Sampai makian ia lontarkan, tangan yang terkepal kuat sampai memutih. Rahangnya mengencang, ia tilik intens Ruby lekat- lekat. Sangat gila, Victor nyaris di buat gila oleh wanita ini.
"Ponselku rusak. Terlindas motor," balas Ruby mengeluarkan ponsel miliknya yang sudah tidak berbentuk terbungkus dalam kantong plastik.
"Jangan konyol! Kau bukan lagi anak berusia 17 tahun. Kau bisa meminjam ponsel siapa pun, atau mengunakan telepon umum! Aku sampai menyewa beberapa orang untuk menyelusuri jalan Boston. Hanya untuk kau Ruby! Hanya untuk menemukan Rubyjane yang pergi tanpa meninggalkan pesan."
"Victor, kau terlalu berlebihan. Tenangkan dulu dirimu, mari berbicara di dalam kamar. Jangan membuat drama rumah tangga yang di saksikan 20 pelayan dan enam supir," cetus Ruby dengan nada tenang serta wajah tanpa ekspresi.
Ia ambil satu langkah lebih cepat dari Ruby. Menarik tangan Ruby, membuat tubuh itu ikut tersentak dan kembali berbalik menatap ke arahnya. "Apa yang terjadi padamu? Kau marah karena hal kemarin malam, kau marah padaku. Hingga kau bersikap dingin dan sengaja menghindari?"
"Victor, Victor, Victor. Berhenti untuk menarik kesimpulan dan berasumsi yang tidak- tidak akan diriku. Sudah aku katakan, akan aku jelaskan kepadamu setelah kita berada di dalam kamar," ucap Ruby menghempaskan tangan Victor yang mencekram terlalu erat lengannya.
Victor mengangguk. Ia ikuti langkah kaki Ruby yang memang akan menuju ke kamar utama, Ruby duduk di sofa. Kakinya bersilang naik lalu memutar tubuhnya memberikan sedikit ruang. "Kemari, duduk disini," katanya seperti sebuah perintah ketimbang permintaan.
Victor duduk tepat di sofa panjang yang sama dengan Ruby. Ia ikut memutar posisi duduknya menjadi menyamping, masih ada jarak antara dirinya dan Ruby. Kembali ia tilik dalam mata Ruby, menunggu Ruby menjelaskan kemana saja dirinya sejak tadi pagi.
"Saat aku menjelaskan kepadamu. Jangan menyela ucapanku, dengarkan aku sampai selesai. Setelah itu kau bebas berbicara," kata Ruby memberi larangan kepada Victor dengan meletakan jari telunjuknya tepat di depan bibir Victor.
"Aku bertemu dengan dua orang di masa lalu hari ini. Satu orang berasal dari masa lalumu dan satu lagi berasal dari masa laluku, pertama- pertama aku pergi menemui Carly. Aku menuntutnya atas apa yang ia lakukan kepadaku di masa lalu dan apa yang ia lakukan baru- baru ini kepada suamiku."
"Aku tidak sengaja bertemu dengan Noah, pria itu mengajakku untuk bertemu di salah satu restoran. Sulit untuk menolak ajakannya, ia memintaku untuk kembali bersama padanya. Serta mendesak aku untuk bercerai denganmu." Ruby terus berbicara meksipun raut wajah Victor telah berubah dan tak tahan ingin mengeluarkan perkataannya.
"Dan aku tegaskan kepada Carly untuk tidak lagi menganggu suamiku begitu juga dengan Noah. Aku tegaskan bahwa aku bukan piala yang bergilir, tidak akan ada lagi pernikahan kedua dan kesekian kalinya."
Raut wajah Victor berubah. Ia menahan senyumnya, menyapu basah bibirnya. Victor merasa salah tingkah tatkala mendengar ucapan Ruby yang menyakinkan Victor, Ruby yang ia lihat saat berusia enam tahun. Kini telah tumbuh jauh lebih dewasa dari dirinya.
"Ada apa dengan raut wajahmu. Kau tidak percaya dengan perkataanku? Setidaknya aku berusaha jujur," imbuh Ruby.
"Aku percaya." Singkat padat, begitulah yang dapat Victor katakan. Ia meraup dagu Ruby, dengan cepat mengecupnya kecil. Ia peluk dengan erat sembari menghirup dalam- dalam wangi tubuh yang sangat membuatnya tenang. "A-aku pikir. Aku kembali kehilangan dirimu," sambungnya dengan air mata yang telah membasahi kedua pipinya.
"Kau menangis? Suaramu bergetar, aku tersentuh," tanya Ruby terkekeh. Ia sudah tau Victor menangis, kemejanya basah. Deru napas Victor juga terdengar berat, saat di tanya bukannya menjawab. Victor semakin memeluk erat tubuh Ruby, sampai ia merasa sesak serta mencubit kecil telinga Victor dengan kencang. "Lepaskan, kau membuatku susah bernapas!"
"Ceritakan kepadaku kemana lagi kau setelahnya? Apa kau pergi berjalan- jalan bersama pria itu ketempat- tempat lainnya?"
"Mungkin..."
"MUNGKIN! Sayang, apa maksudmu dengan mungkin!" Victor berdecih memalingkan wajahnya. Mencoba untuk menghibur diri dengan tertawa sumbang.
"Mungkin bodoh! Mana mungkin aku mau berjalan dengan pria lain. Aku seorang istri dan seorang ibu, sangat tidak bermoral terlihat berjalan dengan pria lain. Apa lagi jika pria itu lebih tampan dari-" perkataan Ruby terpotong, Victor menarik tengkuknya dan melumat bibir Ruby dengan brutal.
Ia tarik pinggang Ruby dan ia dudukan tepat di atas pangkuannya. Masih dengan bibir yang saling melumat secara intens. "Ruby aku rindu. Teramat sangat rindu, kau harus tau bahwa aku mencintaimu sampai hampir ingin mati," bisik Victor di depan bibir Ruby napasnya berhembus kasar. Matanya telah sayu, menatap wajah Ruby yang begitu indah.
Ruby merona, dadanya kembang kempis. Sungguh tipu pria paling sulit untuk di hindari yaitu kata- kata manis yang keluar dari bibir pria tua bangka seperti Victor Antony. Betapa murahnya Ruby sampai rasanya tak berdaya. Lemas, jemarinya menyentuh pipi Victor yang membawa telapak tangannya dan mengecupnya dari telapak tangan sampai ke lengan. Kecupan berubah menjadi jilatan basah yang membuat Ruby semakin merasa tidak waras. Kepalanya mendongak, memberikan akses Victor mendorong tubuhnya berbaring di atas sofa. Kecupan- kecupan basah menjalar sampai ke celuk lehernya, deru napas hangat membuat bulu kuduk Ruby merinding.
Manik mata kecoklatan Victor menilik bibir Ruby, perlahan- lahan naik lalu memusatkan padangannya pada mata Ruby. "Haruskah kita buat adik untuk Rune?" bisiknya mengecup seluruh permukaan wajah Ruby.
*****
Berapa minggu author enggak update?
Thank you atas dukungan kalian.
Author kembali up hari ini karena seseorang pembaca yang memberikan komentar serta dukungan.
Tinggalkan 200 vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐁𝐀𝐁𝐘 𝐁𝐎𝐘𝐒 𝐌𝐑. 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄
Romance⚠️ Konten mengandung hal yang dewasa, brutal dan banyak bahasa yang kasar! CERITA AKAN DI PRIVATE SECARA ACAK JIKA INGIN BACA PART LENGKAP DI HARAPKAN FOLLOW DULU. BALAS BUDI! Begitulah yang terjadi Ruby tak menyangka. Victor Anthony meminta kemba...