2. Cafe Dejavu

698 62 6
                                    

Cek absen!

Dapat cerita ni dari mana?

Wahai pembaca Budiman

😶‍🌫️✨✨✨

SMA Starlight adalah salah satu SMA swasta ternama yang ada di Indonesia. Selain seragamnya yang sangat beragam, kantin lengkap, wifi lancar jaya, tentu saja ekstrakurikuler yang lengkap. Bahkan, kegiatan yang jarang ada di sekolah lain pun ada sesuai minat dan bakat para siswa Starlight.

Devan masuk ke sekolah ini karena keinginannya sendiri, bukan Papa. Lagian, keinginan si Papa cuma satu, dia pengen anak cowok.

Dulu, Devan pernah berdebat soal itu dengan Papanya. Kenapa tidak dibikin lagi biar anaknya jadi dua sekalian. Dan si Papa cuman menjawab, memangnya Devan mau punya Mama tiri?

Tentu saja tidak. Mama kandung Devan sudah meninggal 5 tahun lalu, dan Papa tidak ingin lagi menikah dan hanya mengenang Mama tercinta.

Devan menghela napas, dia sedari tadi berada di parkiran sekolah dengan motor gedenya, menatap malas ke segala arah. Banyak yang berlalu lalang di depannya sambil menyapa. Apalagi hari-hari pertandingan masih saja berlanjut sampai seminggu.

Kadang, Devan memperhatikan seragam para siswi, mereka pasti menggunakan rok, dan Devan yang krisis identitas tengah memakai celana panjang layaknya cowok.

"Bro! Akhirnya lo dateng!" Zain merangkul bahu Devan gembira.

Tanpa berperasaan, Devan mengeluarkan parfum dan menyemprotkan ke mana-mana sampai mengenai mulut Zain.

"Nggak usah deket-deket, lo pasti nggak mandi, kan?" tanya Devan sarkas.

Zain terkekeh. "Gue kesiangan, cuman mandi bebek doang tadi, pinjem parfumnya dong!"

Merebut parfum miliknya, Devan cuma bisa berdecak tipis. "Minimal lo ngasih gue promo atau diskonan cafe terdekat, nyet."

"Diskonan mulu hidup lo, macem cewek-cewek aja," balas Zain nyeleneh.

Devan memutar bola matanya malas, lah, diakan memang cewek. Tidak ada salahnya juga mencari diskonan, dia cuma ingin menghemat apapun itu dalam hidupnya.

"Tapi, karena lo baik, ada cafe di dekat sekolah. Namanya Cafe Dejavu, lo pergi ke sana, ada diskonan sampai hari Minggu, ntar sekalian kita nongkrong di sana, deal?" Zain menyodorkan tangannya.

"Oke, deal," balas Devan menjabat tangan Zain.

Sorenya, Zain memboyong Devan ke Cafe Dejavu, dengan seragam khas SMA Starlight, rompi warna hitam dengan aksen kemerahan, lalu kemeja warna putih dan celana hitam. Membuat keduanya menjadi pusat perhatian.

"Sini, deket jendela, gue nggak bisa hidup tanpa matahari," ucap Zain menarik Devan kuat.

"Nggak! Gue mau di sana! Nggak suka matahari, cok!" Kini, Devan yang menarik Zain ke arah sebaliknya.

Zain mengalah, keduanya duduk jauh dari jendela dan lebih dekat ke pojokkan karena hanya ada sedikit cahaya. Zain memesan lebih dahulu, meninggalkan Devan yang berdecak sebal.

Manik cokelat terang itu menatap sekitar, bibirnya berkedut kala menemukan seorang cowok tengah makan dengan amat pelan, dia hanya sendiri tanpa ada orang lain.

"Macem vampir lo, udah nggak suka matahari, minum yang lo pesen malah mirip darah," omel Zain dengan wajah dengki.

"Sorry, it's Red Velvet, bro," balas Devan enteng.

"Nyenyenye!"

Zain mencebik, meminum apa yang dia pesan lalu penasaran dengan arah tatapan Devan. Mengikuti arah pandang temannya, Zain dibuat melongo karena temannya itu tengah menatap seorang cowok yang terlihat sangat lembut, kulitnya putih bersih, bahkan memiliki mata sipit yang tajam.

"Devan, are you seriously?! You like him? Fuck!" maki Zain tak percaya.

"Apa salahnya? He look like a doll, isn't he a gentle guy?" balas Devan jujur.

"Cok! Lo cowok anjir! Masa cowok suka cowok, sih? Trus siapa yang omega? Lo atau dia?" Bukannya melerai, Zain malah penasaran.

Devan menyerngit. "Diam, gue mau nyamperin tuh cowok manis."

"HEH! DEVAN!"

Tak menghiraukan, Devan beranjak berdiri. Dia sepertinya jatuh cinta pada pandangan pertama pada cowok itu, haruskah Devan ingat bahwa dia hanyalah cowok gadungan? Akan ada kesalahpahaman nanti, tapi Devan tak peduli.

Devan mengetuk meja cowok manis itu, rasanya waktu berjalan pelan kala cowok manis itu menatapnya dalam diam. Oh, lihat, sepertinya Devan memang sudah jatuh hati padanya.

"Hai, boleh gue duduk di sini?" tanya Devan ramah.

Cowok itu mengangguk, lalu menunduk sambil minum jus jeruk yang dia pesan. Devan menopang dagu, menahan bibir agar tak tersenyum lebar. Ya ampun, Devan suka cowok ini! Dia manis sekali.

"Nama lo siapa? Gue Sele--, maksud gue, Devan. Anak sekolah mana lo? Kayaknya gue nggak pernah liat seragam lo deh," ucap Devan penasaran setengah mati.

Bukannya menjawab, cowok manis itu malah makin menunduk. Ingatkan Devan bahwa dia terlalu agresif untuk memulai, salahkan cowok manis itu karena bertingkah imut, Devan suka! Dia akan jadi cegil saat ini juga.

"Maaf, siapa? Jangan sok akrab."

Sial! Suaranya pun sangat manis! Mengalun bagaikan biola merdu bagi Devan, tak peduli dengan ucapan menusuk yang dilontarkan, Devan tetap suka mampus pada cowok itu.

"Gue Devan! Ingat nama gue, ya, cowok manis. Gue dari SMA Starlight, kapten basket dan bisa main gitar, gue bisa ngajak lo main pakai moge, gimana? Lo mau jadi pacar gue?" tanya Devan terdengar tidak masuk akal.

Cowok manis itu menelan saliva takut-takut, dia merasa dalam marabahaya karena tiba-tiba dihampiri seseorang dengan perawakan seperti preman, tapi wajahnya manis tanpa baret luka. Apalagi orang itu berjenis sama dengannya, sama-sama cowok, apakah ... dia disukai oleh cowok?

Gay?!

"Gue ... harus pergi!"

Cowok manis itu melarikan diri, ketakutan setengah mati sambil melajukan motornya secepat mungkin. Devan yang ditinggal hanya bisa melotot tak percaya, apa?! Dia baru saja ditolak?! What?!

"Zain, gue ditolak!" ucap Devan sedikit kecewa.

"Udah pasti," balas Zain mengangguk mengerti.

"Kok bisa? Gue deketin dia lembut, nggak bawa parang apalagi sabit malaikat maut, kok dia ketakutan gitu ama gue?!" Devan mencengkram kerah baju Zain kuat, gemas dengan kelakuan orang yang ditaksir tadi.

Zain terbatuk-batuk, dia menepuk tangan Devan agar temannya itu melepaskan cengkramannya. "Sakit, anjir! Lepas dulu!"

"Oke."

"Well, harusnya lo sadar, Van, kalian sesama cowok, tuh cowok pasti normal. Yang aneh, lo sebagai kapten basket kok malah belok, nyet?!"

Devan tak mendengarkan ucapan Zain, cowok itu terus mengomelinya dari dalam cafe sampai ke parkiran. Menyuruhnya jadi luruslah, apalah, tapi kenyataannya Devan lurus-lurus saja. Pakaiannya saja yang berkedok seperti cowok tulen.

"Zain."

"Ck, apa?"

"Kapan, ya, gue ketemu tuh cowok manis?"

"TOBAT DEVAN! KASIAN BAPAK LO NGGAK PUNYA PENERUS!"

To be continued!

*****

Asrama Starlight

Lilis masih saja menghantui Arikeyy di sudut asrama. Mendesak agar cerita About Die update terlebih dahulu.

"Diam, Lis, gue fokus besarin Devan sama si Omega dulu."

"Kok lo belok gini, Ari! Lo suka BL?!"

"Nggak, ya, kan lucu aja gitu liatnya. Padahal si Devan cewek."

Devan yang disebut-sebut hanya bisa diam, dia sedang krisis gender dan identitas. Dia di pojok bersama bayangannya.

I'm (not) a BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang