6. Azriel!

539 60 9
                                    

Malam itu, Devan kehilangan Azriel di cafe Kenangan. Dirinya sudah mencari di toilet cowok, tapi cowok kesayangannya itu menghilang tanpa kabar yang berarti. Dan tiba-tiba saja, Devan cuma mendapatkan pesan singkat dari Azriel.

Azriel (calon pacar) ❤️: Udah pulang, maaf, ya? :)

"Oh God! Please, no!" teriak Devan frustasi berat. "Bujang! Apa dia takut sama gue gara-gara dielus kayak gitu?! Tapikan, gue bukan cowok!"

"Ngelus siape?"

Devan menoleh cepat, ada Zain tengah duduk di depannya sambil menyeruput lemon tea yang segar. Cowok itu menatap heran kelakuan teman basketnya sekilas.

"Trus, dari sudut mananya lo bukan cowok? Suara berat, tinggi, rada gila, kapten basket lagi. Bilang sama gue, dari sudut belahan bumi mana kalo lo bukan cowok?" tanya Zain datar.

"Bacot lo! Bapak lo gue nikahin ntar!"

"Bapak gue udah meninggal," balas Zain.

'Enggak deng, jangan,' lanjut Zain dalam hati.

Devan mendengus kesal, apa yang dia bilang itu fakta duniawi! Mereka saja yang mengira dirinya cowok berbatang, yah, bukan salah mereka juga. Devan saja yang suka membohongi gendernya, dia lelaki gadungan tersolit di abad ini.

"Ngelus siape?" tanya Zain lagi penasaran.

"Cowok manis," balas Devan lesu.

Brak!

"What the hell?! Lo beneran suka sama si boti? Gue kira cuman boongan kemarin, udah sampe tahap mana lo grepe anak orang?" ucap Zain setelah menggebrak meja cafe.

"Gue nggak pernah boong. Cuma ngelus pipinya doang," gumam Devan tak merasa bersalah.

"Lo menjijikkan!"

Zain kembali terduduk, teman sejagat rayanya itu ternyata bisa jatuh cinta. Parahnya, dia menyukai sesama jenis dan cowok manis lemah gemulai macam Azriel. Zain tidak habis pikir, padahal reputasi Devan tidak main-main di sekolahnya.

Kapten basket, anaknya friendly, bisa main gitar, bahkan membawa moge ke sekolah. Gayanya juga bukan main, benar-benar mencerminkan cowok keren dan ramah lingkungan. Zain memastikan kalau Devan hampir disukai semua cewek di SMA Starlight.

Hanya satu yang tidak Zain tahu, Devan adalah cewek tulen pecinta K-Pop, menyukai dance, dan bisa bernyanyi dengan nada tinggi.

"Trick and tips buat mancing cowok suka sama gue," ucap Devan menatap Zain melotot.

"Kagak ada," balas Zain datar.

"Kok nggak ada?!"

Zain memutar bola mata malas. "Lo pikir aja, deh, emang ada cowok normal berpasangan sama cowok? TOBAT DEVAN TOBAT! Dosa lo udah numpuk, nambah lagi lo kayak kaum pelangi, nggak habis pikir gue, fuck!"

"Bahas-bahas dosa segala, lo yang minum bir apa kabar?" cibir Devan.

"Itu, sih, khilaf." Zain mengibaskan tangannya.

Devan menelungkupkan kepalanya ke atas meja, sedikit menyayangkan perannya sebagai cowok gadungan. Andai kata Zain tahu dirinya adalah cewek, mungkin cowok itu akan memberinya tips untuk mendekati cowok.

Tidak, Devan paling gampang dekat dengan cowok. Cuma spesies Azriel saja yang menolak pesonanya.

"Gue capek, Zain."

"Kalo capek itu istirahat di kos, Van. Jangan malah keluyuran," nasihat Zain menepuk kepala Devan pelan.

Devan menatap Zain lama, kadang Zain itu sudah seperti kakaknya saja. Ada saja tingkah yang cowok itu buat agar Devan tak gundah gulana.

"Thanks, udah jadi sahabat gue, Zaindra Alfarez."

"You're welcome, Devan Reliaz."

✨✨✨

Minggu yang cukup tenang di kosan milik Selena. Tapi, penghuninya tengah disibukkan dengan kegiatan dapur. Saat ini Selena tengah membuat lemon tea hangat untuk dibawa lari marathon di sekitar kompleks.

Walaupun kelakuannya minus sebagai cewek, Selena tetap menjaga badannya agar tetap sehat dan ideal. Lupakan dadanya yang tepos, terpenting Selena bugar tanpa kekurangan.

"Mantap, oke juga style gue."

Selena menatap dirinya di cermin. Dengan celana hitam selutut, sepatu warna putih, lalu jaket warna biru dengan tulisan AD warna putih, dia tampak sedikit feminim dengan gaya itu.

"Sesekali jadi cewek nggak ada salahnya juga," gumam Selena tersenyum diam-diam.

Sip, Selena siap untuk berangkat. Cewek itu mengunci pintu kos, lalu mulai lari ke sekitar dengan napas normal. Cewek manis itu terus berlari sambil membalas sapaan nenek-nenek yang lewat.

Sesekali Selena berhenti hanya untuk menyapa anak kecil yang tengah bermain dengan peliharaan mereka. Puas dengan kegiatan ringan, akhirnya Selena berhenti di taman terdekat.

Cewek itu menatap langit. "Segar banget, gue nggak nyangka kalo jadi diri sendiri bakal semenyenangkan ini."

"Devan?"

Selena melotot kaget, dia tak menoleh, hanya membeku di ujung bangku taman dengan debaran jantung menggila. Setahunya di sekitar komplek kos tidak ada satu pun anak SMA Starlight maupun Bluemoon.

Apa dirinya ketahuan?!

Sedangkan cowok yang menyapa itu kini duduk di sebelah Selena, dia sedikit ragu untuk menyapa orang di sampingnya ini. Takut salah orang, karena biasanya orang yang dia kenal selalu berpakaian rapi dan menawan. Beda dengan orang di sebelahnya ini, berpakaian olahraga dengan lekuk badan persis cewek.

"D-devan, kan? A-atau gue salah?" bisik Azriel takut-takut.

Selena menunduk, cewek itu mengenal persis suara di sebelahnya. Dia tersenyum tertahan, ada apa gerangan sampai Azriel nyasar di sekitar kosnya? Dan lagi, cowok itu hebat bisa mengenali dirinya yang sudah kembali ke mode awal.

"Maaf?" ucap Selena dengan suara aslinya.

Azriel tertegun, menatap wajah Selena begitu lama. Antara Devan dan cewek di depannya ini sangat mirip, mata, bibir, hidung, bahkan rambutnya pun begitu mirip. Bedanya, Devan memiliki suara berat sedangkan cewek di depannya memiliki suara lembut dan tajam.

"M-maaf, gue salah orang!" Azriel menunduk minta maaf.

"Gue kira ... lo temen gue, fisik kalian mirip," bisik Azriel takut.

"Maaf!"

Belum sempat Selena mencegah, Azriel sudah melarikan diri dengan wajah yang memerah. Tanpa sadar, Selena tertawa geli melihat hal itu.

Ahh ... calon pacarnya memang menggemaskan.

****

Asrama Starlight ✨

Arikeyy tepar di tengah-tengah asrama, dalam 1 hari dia sudah mengurus dua hal yang menurutnya menguras otak.

"Gue butuh healing, mau Hiatus, pengen cokelat," gumam Arikeyy terbang ke mana-mana.

Para pemain dari berbagai cerita saling bertatapan. "Kasian, mana masih muda lagi penulisnya."

I'm (not) a BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang