33. End

267 32 6
                                    

Ada kalanya gue mikir, apa gue bisa bikin naskah ini tamat?


✨✨✨

Sebenarnya jika ingin Devan katakan, lebih baik dia pergi ke rumah Azriel dan memukul cowok itu karena sudah berperilaku menyimpang. Masalahnya, siapa yang membuat cowok lembut itu berubah kasar?

Pasti ada dalangnya.

Sembari termenung di kantin depan ——kantin khusus di Starlight—— Devan membuka handphone miliknya, mencari-cari Instagram Azriel. Karena nomornya masih di blokir oleh cowok itu.

"Tumben sendiri?" tanya Zain begitu duduk di seberang Devan.

"Lagi pengen." Devan menatap Zain lama, lalu berpikir sejenak. "Lo punya kontak Faisal?"

Zain mengangguk.

"Bisa gue minta tolong? Tolong hubungi Faisal, trus minta sama dia username instagram punya Azriel," ucap Devan serius.

Lama Zain terdiam, lalu mengangguk perlahan sambil menatap handphone. Begitu mendapatkan username milik Azriel, cowok itu langsung meneruskannya pada Devan.

"Lo ...."

"Kenapa?" tanya Devan bingung, karena Zain menggantung kalimatnya ragu-ragu.

Zain hanya menggelengkan kepala, Devan tersenyum tipis tanpa berkata-kata, lalu kembali fokus pada handphonenya. Kadang ... Devan merasa kalau Zain patut diwaspadai.

Semenjak kejadian di Bluemoon kemarin, Zain lebih banyak diam sambil memperhatikannya. Memang, Devan tak pernah bertanya soal itu, tapi cewek itu tahu kalau yang menghentikannya kemarin adalah Zain.

"Eh, Zain, lo nggak mau bilang sesuatu apa kek gitu sama gue?" tanya Devan sambil beringsut mendekat ke arah Zain.

"Harusnya lo yang bilang sesuatu itu sama gue," balas Zain melirik sekilas.

"Maksudnya?"

Zain berdiri, menarik tangan Devan lembut ke arah rooftop. Jujur saja, Zain sempat melihat kelakuan Devan tempo lalu saat bersama Azriel, dan cowok itu berencana melakukannya.

Atau tidak?

"Mau ngapain?" tanya Devan heran.

"Nggak jadi, temenin gue aja di sini," balas Zain santai.

"Aneh," cibir Devan.

Zain tersenyum singkat, lantas duduk di kursi sambil bersandar. Manik almond itu menatap Devan yang berdiri di pagar pembatas, ekspresinya datar, bahkan manik hitam itu tak berkedip persekian menit.

"Lo percaya kalo Azriel mukul orang karena keinginan dia?" tanya Devan tiba-tiba.

"Percaya," balas Zain singkat.

"Alasannya?"

Terdiam sejenak, Devan berbalik, memperhatikan raut Zain yang biasa. Cowok itu membalas tatapannya lalu menerawang jauh.

"Tiap manusia itu punya perubahan masing-masing, entah ke arah yang baik maupun jahat. Yang paling berpengaruh itu lingkungan, bisa aja Azriel berada di lingkungan yang buruk atau diajak oleh seseorang yang menjadi musuh lo," ucap Zain mengeluarkan pendapatnya.

"Musuh gue?"

Zain mengangguk. "Coba lo inget-inget, siapa sejauh ini yang punya dendam sama lo?"

Rasanya tidak mungkin, Devan mengelus dagu berpikir. Dari banyaknya manusia yang berstatus teman dengannya, hanya segelintir orang saja yang merasa kesal.

I'm (not) a BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang