28. Bunuh Diri

241 38 6
                                    

Beberapa saat lalu sebelum Devan masuk ke kafe.

"Tumben banget lo main ke kafe, biasanya nyudut di rumah," ejek seorang cewek sambil merangkul bahu Azriel akrab.

"Gue nggak senolep itu," balas Azriel melepas rangkulan itu, dia menghela napas sejenak, dan menyuruh cewek itu duduk terlebih dahulu saat dia memesan menu.

Cewek itu ——Reina—— memandang penjuru kafe, menatap figur Azriel yang sudah layak dipandang. Jika biasanya cowok itu selalu jalan membungkuk, maka sekarang cara jalannya lebih tegap dan santai.

Reina menopang dagu, banyak sekali perubahan yang terasa untuk sepupunya itu. Dan cewek itu suka dengan perubahan besar, Azriel yang awalnya seperti cowok cupu, lemah tak berdaya, bahkan ditindas pun rela. Sekarang dia lebih gentle, penuh kharisma, tentunya lebih tegas dengan keadaan.

"Nih, pesanan lo," ucap Azriel tiba-tiba memberikan salad pada Reina.

"Thank you, sayang," balas Reina centil.

"Najis," balas Azriel kesal.

"Hahaha! Gue suka gaya lo!" Reina memukul lengan Azriel kesenangan.

Azriel berdecih pelan, mengusap lengannya yang nyeri karena kekuatan Reina bukan main kuatnya. Cowok itu duduk sambil menghela napas pelan, lalu makan dalam diam, tanpa peduli Reina yang menatapnya aneh.

"Lo napa, tuman? Aneh banget kelakuan lo, kayak habis diputus cinta aja," ucap Reina sambil memutar bola matanya malas.

"Mirip, tapi bukan," balas Azriel jujur.

"Maksud lo?"

Azriel meletakkan sendok, menatap Reina dengan lelah. "Gue bingung, beberapa minggu lalu gue dideketin sama orang, dia suka sama gue. Dan gue juga suka sama dia karena effort-nya bukan main."

"Trus, masalahnya apa?" tanya Reina heran.

"Dia cowok, ini fotonya."

Reina melotot kaget, tersedak minumannya sendiri sampai terbatuk-batuk hebat. Cewek itu menyeka mulutnya dengan tisu, menatap Azriel tak percaya. Menatap foto di handphone Azriel syok.

"What the fuck?! Bercanda lo? Nggak lucu sumpah," ungkap Reina merasa aneh.

"Gue serius, kita udah deket, jalan bareng, gue kadang ngajak makan malam di rumah gue. Tapi, ada satu kejadian yang bikin gue ngerasa bersalah banget."

Reina tak menyela, dia memperhatikan dengan seksama, walaupun di otaknya berteriak keras soal homoseksual atau sejenisnya dengan lantang.

Cerita Azriel mengalir lebih lanjut, dan Reina tahu kenapa Azriel sampai murung tidak karuan. Karena, sepupu orang yang Azriel suka menyuruhnya menghilang demi kebaikkan orang itu.

Jika ditanya bagaimana dengan Reina? Itu keputusan yang sangat baik, lebih baik mereka berpisah daripada menjalin hubungan terlarang.

"Gue pengen ketemu dia," ungkap Azriel setengah menunduk.

Tanpa sengaja, mata Reina menatap pintu masuk kafe. Di sana berdiri seorang cowok manis, mata segelap gulita malam, rautnya penuh kekecewaan. Cowok itu membalas tatapannya dan berbalik setelahnya.

"Eeee ... El, gue rasa lo emang harus jauhin cowok itu," ucap Reina serius.

Azriel berdecak. "Nggak lo, nggak sepupu dia, selalu aja ngelarang gue buat deket sama orang yang gue suka!"

"Gila lo?" Reina memaki dengan raut jijik, lalu menyentil dahi Azriel. "Heh, bocah gendeng! Kalian tuh segender, gue laporin juga nih sama bokap lo, kalo anak botinya ini suka sesama jenis!"

I'm (not) a BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang