Dianjurkan memutar lagu
1. Bawa Dia Kembali - Mahalini
2. Kembali Pulang - FebySelamat membaca!
TISU!
Jangan lupa vote and comment!✨✨✨
Hujan kembali turun di Minggu pagi, Selena mendongak menatap langit yang dihiasi gemuruh. Tatapannya sendu, bibirnya terkatup diam dengan ekspresi muram.
Dentingan notifikasi dari hp miliknya tak dia gubris, barangkali ada pesan yang tidak Selena inginkan di saat itu juga. Selena membuka payung, lalu berjalan keluar dari kosan.
Papa : Pulang, Selena. Saya sudah di rumah.
Cewek manis itu tak berencana memakai motor untuk pulang ke rumah, tapi menggunakan bus. Selena berhenti, menatap refleksi dirinya di toko. Mengenakan cardigan biru, rambut yang ditata rapi seperti cewek tomboy, celana selutut, dan gelang hitam pertanda dirinya tidak ingin diganggu oleh cowok manapun.
"Kok menyedihkan banget?" gumam Selena merasa sedih.
Selena menatap hpnya, dia sudah mengganti nama kontak Papa agar tidak dicurigai oleh siapa pun. Cewek itu mengusap leher, memilih berhenti di halte bus dengan pandangan kosong.
Selena takut.
Keringat dingin menetes mengaliri pipinya, dia gelisah dengan semua adegan yang terlintas di pikirannya. Selena takut dengan pembicaraan bersama Papa.
Lama Selena berdiri di halte, hingga akhirnya sebuah bus berhenti. Tanpa membuang waktu, Selena naik dan duduk di dekat jendela. Memandang jalanan tanpa peduli sekitar.
Selama perjalanan, Selena hanya mendengarkan musik dari salah satu artis yang dia kenal. Sampai di tempat tujuan, dia melepas headset dan kembali membuka payung untuk berjalan.
Entah sudah berapa kali Selena menatap refleksi dirinya di kaca toko, penampilannya tetaplah seorang cewek tegas dengan mata sipit tajam. Selena menelan saliva susah payah, dari jauh dia bisa melihat rumahnya yang terang, namun sunyi.
Selena menyentuh daun pintu pelan, ekspresinya tegang. Menenangkan diri, Selena menghirup napas dan menghelakan napasnya perlahan, lalu membuka pintu dengan tatapan datar.
"Selena pulang," ucap Selena getir.
Tidak ada satupun jawaban yang Selena tunggu, cewek itu terus berjalan masuk hingga ruang makan. Di sana, ada seorang pria paruh baya tengah berdiri membelakanginya, perlahan pria itu berbalik dengan raut bengis.
"Dari mana?" tanya Papa meninggi, menatap anaknya nyalang.
"Udah, ya, Pa? Aku baru aja pulang, kita bisa ngobrol nanti," ucap Selena tersenyum tipis, walaupun dalam hati dia terluka dengan tatapan itu.
"DARI MANA?!" Tanpa sadar, Papa menarik Selena kuat. "Kalo ditanya itu dijawab! Kamu makin besar makin ngelunjak, ya?! Identitas kamu bahkan tersebar lewat rekam medis!"
Deg!
"Pa, aku nggak sengaja," ucap Selena menunduk takut. "Apa Papa nggak khawatir sama aku? Kenapa ada rekam medis aku di rumah sakit? Apa Papa nggak mau nanyain hal itu sama aku?"
"Apa peduli saya?! Kamu hanya harus jadi laki-laki dalam batas waktu yang saya kasih, Selena!"
Selena tersenyum getir, tangannya sakit karena dicengkeram terlalu kuat. Dia benci dirinya sendiri, di saat seperti inilah dia merasa tak berdaya sama sekali.
"Kalo mau anak cowok, kenapa nggak sama wanita lain?" tanya Selena dengan nada lirih. "Kenapa harus aku, sih, Pa? Papa ngorbanin masa remaja aku sebagai cewek, harga diri aku rasanya jatuh sejatuhnya, Pa!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Boy
Teen FictionDevan Reliaz. Siapa bilang dia cowok? Dia adalah cewek tulen yang menyamar sebagai cowok di SMA Starlight, memiliki paras manis, tinggi, jago berkelahi, suka tebar pesona, bahkan sikapnya sudah persis seperti cowok pada umumnya. Tidak ada yang tahu...