Azriel tidak tahu ke mana Pastian membawanya, yang jelas dia disuruh mengikuti cowok itu. Hanya saja, jalan yang dilalui keduanya tak begitu Azriel kenal. Ini pertama kali bagi cowok itu jalan ke arah ini.
Begitu sampai di salah satu bangunan, Azriel menatap bangunan itu dengan seksama. Bangunan dengan luas 8 x 12 itu terlihat bersih, di dalamnya terdengar DJ keras yang membuat Azriel berpikir yang tidak-tidak.
"Takut lo?" tanya Pastian dengan nada meremehkan.
"Lo nggak bawa gue ke diskotik, kan?" Azriel menatap Pastian tidak suka, niat awal ingin belajar bela diri, malah diajak mabuk-mabukan.
Bukan itu yang Azriel inginkan.
Pastian menatap Azriel dengan kesal, demi rencananya untuk menyesatkan dan mengadu domba Devan dan boti itu, dia harus rela menahan semua emosinya. Kalau tidak, rencananya tidak akan berhasil. Biasanya Pastian akan main bogem saja, persis seperti yang dia lakukan pada Devan dulu.
Dia masih dendam soal jabatan kapten basket. Dan Azriel di sebelahnya benar-benar menguras segala emosinya, kalau bukan karena rencana itu, Pastian pasti sudah memukul cowok itu.
"Tempat gym," ucap Pastian singkat.
Ekspresi curiga tercetak jelas di wajah Azriel, Pastian tidak mempermasalahkan itu. Yang jelas, rencananya untuk menghancurkan Devan harus berhasil.
"Siapin mental dan fisik lo, Azriel."
✨✨✨
3 minggu telah berlalu dengan sangat cepat. Entah kenapa Devan merasa aneh dengan suasana SMA Bluemoon, terlihat suram dan tiada semangat hidup di dalamnya.
Minggu lalu, pelatih basket Starlight mengumumkan adanya sparing antara Bluemoon dan Starlight. Itu sebabnya tim Devan sudah berada di sekolah itu sambil berkeliaran menggoda cewek.
Hanya Zain dan Devan yang tetap duduk di DPR alias Di bawah Pohon Rindang. Terkadang ada beberapa siswi yang menyapa keduanya, tentu saja dibalas ramah oleh Devan.
"Cewek-cewek di sini pada cantik, ya, lo nggak mau gaet satu, Zain?" tanya Devan sambil menunjuk seorang cewek.
Tatapan Zain beralih ke arah cewek itu. Seragam yang pas melekat di tubuhnya, tidak longgar maupun ketat. Rambutnya panjang menyentuh punggung, sedikit ikal di bagian bawahnya. Struktur wajahnya kecil, imut, mirip seperti idol yang biasa Devan lihat di handphone.
Kenapa Zain tahu? Terkadang di kantin belakang, Devan selalu melihat idol group cewek di handphone dan melirihkan lagu mereka. Dan Zain tahu kalau Devan suka bernyanyi, walaupun bersembunyi seperti anak ayam.
"Nggak tertarik," balas Zain acuh tak acuh.
"Aneh lo, dikasih cecan nggak mau, trus tipe lo kayak apa?" tanya Devan mendelik kesal.
Zain menatap Devan lama, meneliti visual Devan yang di luar nalar baginya. Cewek cantik di sebelahnya, bukan, cewek ganteng di sebelahnya ini tipe Zain.
"Nggak perlu kepo, lo liat aja ntar ceweknya siapa," balas Zain sambil tersenyum miring. Tangannya bahkan mengacak-acak rambut Devan gemas, karena ekspresi cewek itu terlihat bingung dan heran.
Tak ingin berpikir lebih lanjut, Devan berdiri dari duduknya sambil menggendong tas dan pamit untuk ikutan berkeliling di sekitar. Dia penasaran, ke mana perginya Azriel? Sedari tadi dia berada di Bluemoon, batang hidung cowok itu tak terlihat sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Boy
Teen FictionDevan Reliaz. Siapa bilang dia cowok? Dia adalah cewek tulen yang menyamar sebagai cowok di SMA Starlight, memiliki paras manis, tinggi, jago berkelahi, suka tebar pesona, bahkan sikapnya sudah persis seperti cowok pada umumnya. Tidak ada yang tahu...