23. Fatal Trouble

375 51 5
                                    

Disarankan mendengar lagu Fatal Trouble- Enhypen.

Tapi, mereka lagi di boikot!

Selamat lebaran idul adha!
Jangan lupa rendangnya, guys?

✨✨✨

Sabtu Pagi.

Devan tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan dengan modal nekat. Dengan topi 2 tanduk di sisi kanan dan kiri, kemeja kebesaran, kaos putih, dan celana hitam yang Devan kenakan, dia terlihat seperti anak hilang.

"Malu," gumam Devan sambil menarik topinya ke bawah, pipinya bersemu merah karena diperhatikan banyak orang.

Cowok gadungan itu berkeliling dari lantai 1 hingga ke lantai 4. Wajahnya yang bingung itu mengundang tanda tanya dari salah satu pemilik butik, pria paruh baya itu bersandar dengan raut serius.

"Nak, kamu mencari apa?" tanya pria itu heran.

Devan membatu, dia menoleh dengan gerakan patah-patah, lalu tersenyum kikuk. Tujuannya ke Mall adalah meminta foto pada orang random, tapi Devan tidak percaya diri untuk meminta hal tersebut.

"Anu, saya cuma gabut," ucap Devan meringis pelan, lalu merutuki diri karena tak berbicara jujur.

"Bukan karena kamu kehilangan orangtuamu, kan?" tanya pria itu balik.

Devan menggeleng, dia hanya kehilangan peran orangtua di hidupnya. Bukan berarti Papa benar-benar meninggal dunia, hanya Mama yang pergi.

"Saya keliatan kayak anak hilang, ya, Om?" Devan mengusap leher.

"Iya," ucap pria itu jujur.

Meringis pelan, Devan menatap pria paruh baya itu terang-terangan. Fitur wajah orang itu terlihat seperti Papanya. Devan menghela napas, apa dia bisa minta tolong pada pria yang tidak dia kenal untuk foto bersama?

"Kamu ada masalah, Nak?"

"Bukan masalah, Om. Tapi, apa saya boleh minta tolong?" tanya Devan sopan dengan senyum manis.

"Minta tolong apa?"

"Foto bersama saya, untuk tugas Bimbingan Konseling, Om. Saya diberi tugas untuk foto bersama orangtua," ucap Devan menjelaskan tugas unik itu.

"Kenapa? Bukannya Om tidak mau, tapi ke mana orangtuamu, Nak?"

Devan menelan ludahnya susah payah, Papa kandungnya tidak akan mewujudkan tugas kecil itu. Yang ada dirinya akan dilempari barang-barang tajam dan melukainya lagi. Devan tidak sanggup dengan hal itu.

"Mama udah meninggal dunia, lalu Papa ... nggak nganggap saya ada, karena satu dan dua hal," ucap Devan dengan senyum pahit.

Devan tersentak saat topinya tiba-tiba terangkat, kepalanya ditepuk lembut beberapa kali, rambutnya dielus pelan seperti berusaha menenangkan dirinya. Tanpa sadar, mata Devan berkaca-kaca. 

Pria itu —Gerald— menatap Devan dengan senyum tipis, dia menepuk bahu Devan. "Ya sudah, ayo kita foto bersama. Jangan nangis kamu."

"Saya nggak nangis!" Devan mengusap wajahnya malu, dia ditertawai oleh Gerald karena wajah mellow-nya.

Devan mengambil handphone lalu membuka kamera. Dia mengarahkan kameranya pada dirinya dan Gerald, lalu tersenyum sebelum mengambil foto. Ada sekitar 8 foto yang Devan ambil dengan pose yang berbeda, yang jelas foto itu membuat Devan terharu dan sedih sekaligus.

"Om tidak yakin kamu laki-laki, wajah kamu terlalu cantik," ucap Gerald meneliti wajah Devan serius.

Devan menatap Gerald kaget.

I'm (not) a BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang