Pulang dari sekolah, Selena memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Bukan kos, tapi rumah satu-satunya yang pernah dia tempati sebelum menyamar menjadi Devan Reliaz.
Saat ini, cewek itu berada di parkiran Starlight, merenung di atas motor dengan segala pemikiran yang berkecamuk. Dia tidak sadar kalau Zain tengah memperhatikan dari kejauhan.
Mengacak-acak rambut yang mulai memanjang, Selena menumpu tangannya di motor dan bersandar di sana. Mengumpulkan niat sebelum benar-benar pulang ke rumah.
Ada rasa takut di hatinya, bagaimana saat dia pulang nanti Arkan berada di rumah? Akan lebih mudah menemui pria itu dengan pakaian cowok, tapi Selena ingin menegaskan bahwa dirinya cewek.
Selena tidak ingin mengubah gender selamanya jika hanya bersangkutan dengan keinginan serta rasa takut akan trauma dianiaya. Cewek itu penasaran, bagaimana pandangan Arkan padanya?
"Van."
Selena menoleh, mendapati Zain dengan senyum tipis, tangan cowok itu merapikan rambutnya yang berantakan. Ahh ... cewek itu ingat kalau dia mengacak-acak rambutnya tadi.
"Lo kenapa?" tanya Zain lembut.
"Gue nggak apa-apa," balas Selena singkat.
"Yakin? Dari raut wajah lo aja udah kayak punya masalah," gumam Zain yang masih terdengar oleh Selena.
"Gue ... bisa sendiri," gumam Selena miris.
Entah bagaimana nantinya, dia akan menghadapi apa pun yang terjadi, mau dipukul atau dianiaya, sepertinya memang sudah menjadi kebiasaan sejak 2 tahun lalu.
"Van," panggil Zain, namun Selena tak merespon. Manik hitam itu terlihat kosong.
Zain memegang bahu Selena lalu mengguncang pelan, cewek di depannya ini terlihat mengkhawatirkan sekali. Beberapa masalah bahkan sudah mulai diselesaikan, walaupun belum seratus persen.
"Gue mau pulang ke rumah," ungkap Selena tiba-tiba.
"Rumah? Bukan kos?" tanya Zain hati-hati, entah kenapa Zain memiliki firasat yang amat buruk.
Mendengar perkataan Zain, Selena terdiam sejenak. Cewek itu ingat kalau dia tak pernah membicarakan rumah pada semua temannya. Tiba-tiba dirinya tertawa, menertawai dirinya yang terlalu tertutup dan bodoh.
Apa boleh buat, jika salah satu rahasianya terbongkar, maka rahasia lain akan ikut terbongkar. Jadi, Selena tak punya pilihan lain, selain menyembunyikan seluruh fakta yang ada. Rasanya cukup frustasi menyimpan rahasia hampir selama 2 tahun ini. Hanya Arkan, orangtua Zain, dan Syena yang tahu dirinya cewek.
"Lo nggak boleh ikut, gue mau pulang," ucap Selena menepuk bahu Zain, awalnya ingin menepuk kepala, karena tidak sampai dia hanya menepuk bahu.
"Nggak mau, gue pengen ikut, sayang," ucap Zain lembut.
"A-apa? Ngapain, sih? Balik sana!" Selena membuang muka, perlahan pipinya merona.
"Baliknya bareng lo, Devan sayang."
Selena menatap Zain horor, tak ayal pipinya makin memerah malu. Tapi, dia ingat sedang jadi Devan. "Homo, ya? Jauh-jauh sana, gue alergi homo!"
"Homo ke lo doang." Zain terkekeh geli.
Menyerah mengusir Zain, Selena langsung naik ke atas motornya. Dan diikuti oleh Zain sambil memperhatikan sekitar, takut kalau Rafly tiba-tiba datang lalu ikut dengannya.
Begitu Selena melajukan motornya dengan pelan, Zain mengikuti dari belakang. Bahkan keningnya menyerngit halus saat memasuki kawasan perumahan mewah. Melihat Selena berhenti di sebuah rumah dengan pagar tinggi yang terbuka. Zain ikutan berhenti dan menghampiri cewek itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Boy
Teen FictionDevan Reliaz. Siapa bilang dia cowok? Dia adalah cewek tulen yang menyamar sebagai cowok di SMA Starlight, memiliki paras manis, tinggi, jago berkelahi, suka tebar pesona, bahkan sikapnya sudah persis seperti cowok pada umumnya. Tidak ada yang tahu...