Nanya dong gue.
Kalian dapat cerita ini dari mana?
Dijawab, ya :)
✨✨✨
Keesokan harinya.
Pada jam 16.00 WIB, tiap hari Selasa dan Kamis, pelatihan di lapangan basket rutin diadakan. Saat ini para anggota basket berkumpul sambil melempar bola basket sebagai pemanasan.
Ada juga yang hanya berlarian mengelilingi lapangan, duduk di tepi lapangan, mengatur posisi sebagai center, dan lain sebagainya sambil menunggu pelatih.
Selama berada di lapangan basket, Zain melihat tingkah laku Devan dengan sangat teliti. Bagaimana cowok gadungan itu bersikap, melompat dengan hati-hati, bahkan berusaha menghindar dari matahari, walaupun tetap disinari matahari.
"Zain, lo jadi defense. Gue mau ngetes kemampuan," ucap Devan menghampiri Zain sambil jongkok, dia mengusap keringat yang mengalir di keningnya samar.
"Oke, Van."
Keduanya berdiri di tengah lapangan, Zain menghadang sambil menatap manik hitam Devan lurus. Dia tak tahu harus bersikap bagaimana, yang pasti pandangannya pada Devan sudah berubah total semenjak kemarin.
"Gue mulai," gumam Devan serius.
Tanpa sadar Zain tersenyum samar, dia menghalangi Devan untuk mencetak poin, berusaha sekuat mungkin agar tak menyentuh lawan mainnya. Saat Devan berancang-ancang untuk melompat, Zain dengan cepat menepis bola itu dan mundur.
Tidak, dia mundur bukan karena kehilangan keseimbang, tapi Devan dengan sengaja mendorong bola itu padanya untuk membuat gaya tipuan. Mendapat kesempatan, Devan langsung shoot dan bola itu masuk ke dalam ring.
Devan menghela napas. "Yang tadi itu bahaya banget, gue hampir jatuh."
"Kalo pun lo jatuh, gue pasti nangkep badan lo pas itu," balas Zain sambil menatap ring basket serius.
"Yang bener? Nggak jijik lo nangkep badan cowok kayak gue?" tanya Devan dengan raut meremehkan.
Zain tertawa kecil. Mana mungkin dia jijik, cowok itu bahkan menjaga jarak agar Devan merasa aman dan nyaman. Zain tidak lagi merangkul, memeluk, bahkan bersentuhan fisik.
Bagaimana pun Devan bukanlah cowok, tapi seorang cewek yang tengah menyamar. Walaupun Zain tidak tahu alasannya menyamar, mungkin suatu saat nanti akan dia tanyakan.
"Ngapain ketawa? Harusnya lo jijik, apalagi gue keringetan gini," lanjut Devan sambil berjalan, berteduh di bawah pohon sambil mengipasi dirinya.
"Keringat lo nggak bau, jadi gue nggak jijik sama sekali," balas Zain jujur.
Devan menyipitkan matanya curiga, tak biasanya Zain bersikap tenang dan kalem seperti itu. Biasanya dia bersikap sembarangan, merangkulnya, bahkan mendekat tanpa ragu.
Tapi, sekarang? Jangankan merangkul, mendekat saja tidak. Zain seolah-olah menjaga jarak dengannya, Devan sedikit sedih menyadari hal itu. Entah kenapa dia sedikit kehilangan momen itu.
"Lo ada masalah?" tanya Devan penasaran.
"Nggak, kenapa lo nanya gitu?" balas Zain terduduk di sebelah Devan, dia menatap langit.
"Gue cuma ngerasa lo agak beda sore ini, lo marah sama gue? Gue ada bikin lo kesel?"
Zain menggeleng. "Nggak ada alasan khusus, lo tenang aja. Selama gue masih deket sama lo, Van, gue baik-baik aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (not) a Boy
Teen FictionDevan Reliaz. Siapa bilang dia cowok? Dia adalah cewek tulen yang menyamar sebagai cowok di SMA Starlight, memiliki paras manis, tinggi, jago berkelahi, suka tebar pesona, bahkan sikapnya sudah persis seperti cowok pada umumnya. Tidak ada yang tahu...