"Sah!"
"Alhamdulillah."
Pernikahan Dena dan Felix berjalan dengan sempurna nan penuh kebahagiaan, ah ... mungkin tidak dengan Rena yang memancarkan binar kesedihan dengan tatapan terarah pada sepasang insan yang resmi menjadi suami-istri.
"Semoga Kakak bahagia, fighting Rena ... ini bukan akhir dari segalanya, ayo lupakan perasaanmu!" monolog Rena menyemangati dirinya.
"Rena, kenapa diam di sini? Gak mau ucapin selamat sama kakak kamu?" sapa Rita membuat Rena buru-buru menghapus air matanya.
"Eh, Tante, ini aku mau ke sana, kok! Lagi tunggu ayah dan bunda aja di sini."
"Ayah dan bunda kamu bisa nanti, ayo ke sana sama Tante!"
"Gak usah Tante, aku tunggu di sini aja, biar puas juga foto-fotonya nanti," balas Rena tersenyum.
"Udah, ayo!"
Dengan terpaksa akhirnya Rena berjalan perlahan mengikuti langkah Rita dan Reno menghampiri pasutri² baru di atas pelaminan, walaupun hati juga matanya tak dapat berkompromi, tetapi Rena berusaha kuat nan tegar menerima segalanya.
"Kak, selamat, yah! Udah jadi istri orang aja, serasa baru kemarin kita tengkar rebutan sepeda dari ayah," ucap Rena menangis terisak di pelukan hangat sang Kakak.
"Terima kasih, ya! Cepet nyusul gih, ajak pria tercintamu datang ke rumah buat lamar kamu!"
Dia udah milih Kakak, gimana ceritanya aku minta dia datang ke rumah, Kak?
Rena tersenyum di tengah isak tangisnya, "Udah, jangan nangis, dong! Gak malu tuh, diliatin orang banyak, heum?" tegur Dena.
"Gak bisa, aku gak bisa berhenti nangis!"
"Kenapa sih, adik Kakak yang cantik ini, heum? Lihat, make–up kamu luntur tuh, jadi gak cantik lagi, dong! Senyum, yuk!"
"Aku gak punya temen tengkar lagi, Kakak ikut suami, nanti yang ajakin aku tengkar dan lindungi aku dari kemarahan ayah sama bunda siapa kalau bukan Kakak?" keluh Rena dengan wajah sembabnya yang tampak menggemaskan.
"Kalau gitu, kamu gak boleh lagi bikin ayah sama bunda marah karena gak ada Kakak yang akan lindungi kamu, dewasa, ya? Sekarang udah jadi tugas kamu buat bahagiain ayah dan bunda, jagain mereka berdua, jangan dibikin marah lagi, ya ... Kakak yakin adik Kakak ini bisa paham."
Rena menghapus jejak air mata di wajahnya dan kembali menerbitkan senyum manisnya di hadapan sang Kakak, "Rena paham, terima kasih udah jadi Kakak terbaik buat Rena, ya, Kak, Rena sayang Kakak!"
"Kakak juga sayang Rena, sini peluk Kakak!"
Berakhirlah sepasang kakak-beradik itu berpelukan saling mengungkapkan kasih sayang mereka dengan tangis haru tanpa peduli bahwa kini perhatian seluruh tamu undangan terarah pada mereka dan ikut terharu melihat kedekatan keduanya.
Rena menatap Felix yang kini juga menatapnya, "Kak Felix, jagain Kak Dena, ya, bahagiakan dia, jangan pernah kasarin dia karena ayah dan bunda gak pernah kasarin Kak Dena, apalagi main tangan sama Kak Dena, aku percaya ... Kak Felix adalah orang yang tepat buat bahagiakan Kak Dena menggantikan peran ayah."
Felix tersenyum dan mengelus kepala Rena yang ditutupi oleh hijab, "Tentu, saya akan menjaga Kakak kamu, bahkan saya rela mempertaruhkan nyawa saya untuk kebahagiaan Kakak kamu, kamu bisa percaya hal itu," balasnya.
Aku benci ini, tetapi apa boleh buat? Ijab kabul telah terucapkan, bisakah hamba menjalani hari dengan rasa cinta padanya yang pasti tak akan pernah pudar?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerity of Love (END)
Lãng mạnBagaimana rasanya kala orang yang kita cintai datang melamar saudari kita sendiri? Sakit? Tentu! Itulah yang dirasakan Renata Samira, perempuan karir yang harus menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai datang melamar Denata Samira-kakak kembarny...