Kehadiran Dena dan keluarganya semakin menghidupkan suasana di rumah, Rena yang tak lagi lelah setiap pulang kerja karena melihat bagaimana cerianya kedua orang tua, Kakak, dan keponakannya dalam berinteraksi yang berhasil menghangatkan hati. Yaa ... meskipun setiap kali Felix hadir di tengah mereka Rena kembali menelan pil kesesakan melihat bagaimana lembut dan penuh kasihnya Felix memperlakukan Dena bak ratu.
Seperti saat ini, Rena harus menyaksikan bagaimana Dena menyuapi Felix dan Cila dengan penuh perhatian serta kedua orang tuanya yang tersenyum lebar melihat keharmonisan keluarga kecil sang Kakak.
"Yah, Bun, Kak, Rena ke kamar dulu, ya, soalnya ada laporan yang harus Rena kerjakan malam ini juga."
"Yaudah, jangan tidur kemalaman, ya, Nak, ingat kesehatanmu!" nasehat Wika.
"Gak janji, Bunda, soalnya laporan ini harus diserahkan besok juga karena akan ada proyek pembangunan nantinya!" Pungkas Rena tersenyum tipis dan berlalu dari ruang makan setelah mengecup pipi keluarganya satu persatu, kecuali Felix yaa karena gak boleh!
"Dena, lihat tuh, adik kamu! Selalu aja bikin Ayah dan Bunda khawatir karena sikapnya itu, tolong deh, ya ... kamu bilangin adik kamu yang keras kepala itu!" kesal Wika.
Dena terkekeh, "Iya, nanti Dena bilangin anak Bunda yang keras kepala itu, ya!"
"Harus itu! Masa dia kerja gak jaga kesehatan, kamu tau kan, kalau dia itu gak bisa kecapean? Dia malah kerja keras kaya gitu, bahkan bulan lalu dia sakit hampir satu bulan loh, karena ngurusin proyek pembangunan di Bali. Kalau bukan karena pekerjaan itu impian Rena, udah lama Bunda suruh adik kamu resign!"
"Bunda, namanya juga lagi kejar target, wajar dong kalau Rena berusaha maksimal, apalagi proyek pembangunan emang udah bidangnya Rena. Doain aja yang terbaik buat anak kita," sela Bima mengelus pundak istrinya untuk menenangkan emosi di hati sang istri.
"Ya gak gitu juga konsepnya, Ayah! Kesehatan itu yang utama, kesehatan gak bisa ditukar dengan kebahagiaan dunia yang sementara!"
Felix yang sedari tadi menyimak pun mengeluarkan suara, "Apa yang Bunda katakan benar adanya, Yah, menurut Felix dalam mengejar target tidak harus bekerja sekeras itu sampai mengorbankan kesehatan diri sendiri."
"Tuh, 'kan, Felix yang bos perusahaan aja setuju sama pendapat Bunda!"
"Udah, Dena ke Rena dulu dan bilangin Rena, ya? Bunda dan Ayah jangan debat ataupun khawatir lagi, Cila, habis makan langsung tidur sama Papa, ya, nanti Mommy nyusul ke kamar."
"Cila mau tidur sama tante Rena, Mom!"
"Tante lagi kerja, Sayang ... besok malam aja, ya?"
Cila melemaskan bahunya, "Yaudah deh, Cila tidur sama Mommy dan Papa, tapi janji ya ... besok Cila boleh tidur sama tante Rena?"
"Iya, janji!"
"Hore!" Dena tersenyum dan mengecup seluruh wajah putri kecilnya yang begitu girang.
Felix mengelus lembut rambut Cila dengan sayang, "Anak Papa girang banget kalau udah berurusan sama tante Rena, sama Papa aja Cila gak segirang ini."
Cila dan kedua orang tua si kembar—Rena juga Dena—terkekeh kecil mendengar protesan Felix, "Habisnya Papa gak seru kaya tante Rena, jadinya Cila lebih sayang sama tante Rena dibandingkan Papa sama mommy. Papa, Cila mau tidur sama tante Rena," pinta Cila dengan puppy eyes–nya.
"Mommy tadi bilang apa?"
"Papa, Cila tuh gak bisa jauh dari tante Rena, kalau Cila gak tidur sama tante Rena, yang ada nanti tante Rena dimonopoli sama mommy, Pa, Cila gak suka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerity of Love (END)
RomansBagaimana rasanya kala orang yang kita cintai datang melamar saudari kita sendiri? Sakit? Tentu! Itulah yang dirasakan Renata Samira, perempuan karir yang harus menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai datang melamar Denata Samira-kakak kembarny...