3️⃣4️⃣

2.1K 53 0
                                    

"Kak, bagaimana ini? Anak kita, Kak ... anak kita ..., " raung Rena kembali terisak setelah sadar dari pingsannya.

"Hey, Baby ... tenang, ya ... kamu tau kan, kalau anak-anak kita adalah anak hebat dan kuat? Mereka gak akan kenapa-napa sekalipun jatuh dari tangga lantai dua rumah kita, Baby ... percaya sama aku, heum?" sahut Felix lembut.

"Aku percaya, tapi aku khawatir, Kak .... "

"Ma ... jangan sakit lagi, ya ... Cila gak suka liat Mama sakit ... Cila sama Papa khawatir Mama kenapa-napa," lirih Cila yang sejak tadi diam.

Pandangan Rena menyendu kala tatapan Cila menunjukkan kekhawatirannya, Rena mengelus lembut rambut Cila dengan sayang. "Cila, maafin Mama, ya ... Mama terlalu khawatir sama adik sampai-sampai kamu Mama lupain, padahal ... kamu juga ketakutan karena perbuatan oma, maafin Mama, ya .... "

Cila menggelengkan kepala cepat, "Mama ... Mama gak perlu minta maaf, Cila ngerti, kok. Mama, Papa, kakek, nenek, sama opa pasti khawatir banget, apalagi tadi adik kepalanya berdarah banyak," balas Cila yang dibalas pelukan erat oleh kedua orang tuanya.

***
Setelah beberapa hari berada di rumah sakit, akhirnya Dean bisa kembali pulang dengan keadaan yang bisa dikatakan membaik dari sebelumnya. Rena bernapas lega karena Rita menerima balasan dari segala perbuatannya, bukan bermaksud bahagia di atas penderitaan mertua. Namun, Rena hanya lega karena untuk beberapa bulan ke depan mereka atau lebih tepatnya Rena akan terbebas dari segala perbuatan buruk mami mertuanya, Rena berharap dengan mendekam selama beberapa bulan di penjara akan membuat Rita sadar dan berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

"Saatnya jagoan dan princess–nya Mama-Papa istirahat, yuk!"

Dean berteriak histeris ketika Rena dan Felix menuntunnya menaiki tangga, tentu saja Felix dan Rena khawatir dibuatnya. Mereka berusaha menenangkan Dean, tetapi usaha mereka tidak membuahkan hasil, Dean semakin histeris seakan dirinya tak ingin menaiki tangga.

"Sayang ... jagoan Mama kenapa, heum? Udah, ya ... cup, cup, cup ... gantengnya Mama ... jangan nangis .... "

"Kak ... gimana ini? Dean gak berhenti nangis," risau Rena.

"Ma ... Pa ... Cila mau bilang sama kalian gimana Adik Dean jatuh, tapi ... Papa harus janji jangan marah, Cila takut liat Papa marah ... Cila gak suka Papa marah-marah kaya kemarin ..., " ucap Cila melirik Felix.

Felix menyamakan tingginya dengan Cila dan mengelus lembut rambut Cila dengan sayang, "Papa janji, setelah dengar penjelasan Cila, Papa gak akan marah atau emosi di depan Cila, terima kasih, ya, Nak ... udah mau buka suara."

"Jadi, pas oma datang ke kamar Cila sama adik, oma .... "

***
Rita membawa Cila menjauh dari Dean dengan sekuat tenaga karena Cila yang keukeh tidak mau melepaskan Dean dari pelukannya.

"Cila gak mau, Oma ... jangan paksa Cila ... Cila gak mau sama Oma ... Cila gak mau!" pekik Cila berusaha melepaskan diri dari Rita.

Rita semakin kuat menarik lengan Cila, Dean yang memang bisa berjalan bangkit dari duduknya dan menyusul sang kakak. "Tatak ... Tatak ..., " panggil Dean berusaha meraih lengan kanan kakaknya.

"Menjauh darinya! Dia bukan Kakak kamu!" Rita menghentikan langkahnya dan berusaha mendorong Dean jauh dari Cila.

Cila semakin gencar melepaskan diri dari Rita yang juga semakin gencar membawanya menjauh dari Dean tanpa peduli bahwa Dean akan terjatuh akibat dorongannya. Aksi itu berlanjut sampai di tepi tangga, melihat Dean yang berhasil meraih lengan Cila, tanpa pikir panjang pun Rita mendorong keras Dean agar menjauh dari cucunya. Naaas ... niat hati menjauhkan Dean dari Cila malah berakibat jatuhnya Dean dari tangga sehingga Cila berteriak histeris dan Rena yang tergopoh mendekati tangga.

***
Felix dan Rena yang mendengar pernyataan Cila tak dapat mengendalikan emosi dalam diri mereka, wajah penuh amarah membara tercetak jelas di wajah mereka. Namun, keduanya kembali merubah raut penuh amarah ketika Cila menggenggam erat telapak tangan mereka.

"Mama, Papa, jangan marah .... "

Rena memberikan Dean pada Felix, wanita itu berlutut menyamakan tingginya dengan Cila yang menatap takut mereka berdua. "Maafin Mama ... andai aja Mama gak biarin oma ke kamar kalian sendiri, mungkin kamu gak akan ketakutan, andai aja Mama gak biarin itu ... mungkin Dean gak akan celaka bahkan mengalami hal yang tak diinginkan seperti kemarin, maafin Mama, Sayang ... maafin Mama ... Mama salah ... maafin Mama .... "

Cila menghapus jejak air mata di wajah sang Mama, "Mama, bukannya Mama pernah bilang sama Cila untuk tidak berandai-andai ketika ditimpa musibah? Mama sendiri yang bilang sama Cila kalau sebagai seorang muslim, gak boleh kita berandai-andai apa pun yang terjadi karena itu sama aja kita gak bisa terima semua takdir yang Allah swt tuliskan untuk kita, iya, 'kan?"

Felix tersenyum melihat interaksi kedua bidadarinya, "Apa yang Cila katakan benar, Ma, harusnya Mama gak boleh berandai-andai, semua udah terjadi, 'kan? Gak perlu kita sesali apa yang sudah terjadi, jadikan pelajaran untuk masa depan," timpal Felix membuat Rena mengangguk dan mengangkat Cila ke dalam gendongannya.

Rena mengaduh kecil, "Anak Mama udah besar ternyata, Pa, berat ih ... Mama gak kuat .... "

Cila dan Felix tertawa mendengar keluhan Rena, "Turun, Ma! Cila mau gendong Papa aja, Mama gendong adik, boleh?"

Rena terkekeh geli mendengarnya, "Boleh, dong! Sini Pa, Dean sama Mama, Cila sama Papa, kita tidur bersama, dan nanti malam kita .... "

"Ngapain?" tanya Felix dengan kedua alis yang bertaut.

"Ngapain, ya, enaknya?"

"Mama, Mama! Nanti kan malam minggu, gimana kalau kita barbeque with uncle Vero and uncle Zico?"

"Ide yang bagus, nanti Papa yang siapkan!"

"Setuju!"

"Kok Papa aja yang siapin? Kalian ngapain?" protes Felix.

"Kita bagian duduk manis aja, iya, 'kan, Ma?"

"Benar sekali, Sayang!"

"Gak adil, dong!"

"Adil, dong!" seru Rena dan Cila bersamaan.

"Papa tuh harus ngerti pekerjaan rumah, masa Mama aja yang siapin semua kebutuhan di rumah, sekali-kali Papa, dong!"

Rena mengangguk antusias menyetujui penuturan Cila, Felix hanya menghela napas pasrah melihat kelakuan anak-istrinya yang serempak jika berkenaan dengan hal yang merusak image–nya.

"Nanti kita ajak kakek, nenek, opa, ya?"

"Big no! Kakek, nenek, opa, jangan diajak!"

"Loh, kenapa?"

"Nanti mereka kuasai Dean, terus Cila gak banyak waktu buat main sama Dean, Mama sama Papa tau sendiri gimana mereka kalau udah keliatan Dean!" tukas Cila mengerucutkan bibirnya kesal.

"Omooo ... ceritanya anak Mama cemburu, nih? Iya? Anak Mama gak lagi posesif sama Mama, tapi posesif sama adik, heum?"

"Biarin! Pokoknya om Vero sama om Zico aja yang diundang, mereka bertiga jangan! Pokoknya jangan!"


Tbc?

Sincerity of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang