"Ren, ini makanannya, dimakan, gih!"
"Eh, iya, Kak."
Rena mengambil piring yang Felix berikan dan mulai memakannya, "Kak Felix gak makan?"
"Nggak, saya nanti aja, yang penting kamu dulu."
"Jangan gitu, ayo makan bareng aja!"
Felix menurunkan sendok berisi nasi dan daging ayam suwir yang Rena arahkan kepadanya, "Nggak, kamu aja."
"Gak bisa gitu, Kak. Kita di sini tuh kerja, jadi harus menjaga kesehatan dan pola makan biar gak sakit seperti yang Kak Felix bilang ke aku tadi. Udah, ayo makan bareng!"
Felix pun pasrah menerima suapan dari Rena dan berakhirlah mereka makan siang bersama, sesekali Felix mengambil alih sendok lalu, menyuapi Rena juga menggoda Rena sehingga tercipta perasaan hangat merambat seketika di hati keduanya.
"Kamu suka banget bikin saya khawatir, heum? Gak cukup kamu yang keserempet mobil, berlagak baik-baik aja padahal memar, dan sekarang tiba-tiba pingsan, jantung saya hampir lepas dari tempatnya karena ulah kamu, Rena!" ungkap Felix membuat Rena tersenyum tipis.
"Kayanya aku punya hobi baru, ya, yaitu bikin Kakak selalu khawatir sama aku."
Cup.
"Benar, itu hobi yang sangat meresahkan!" tukas Felix mengecup kening Rena singkat.
Keduanya bercanda tawa tanpa beban, tetapi canda tawa harus terhenti ketika dering handphone milik Rena yang menampilkan nama 'Bunbun Cerewet' tertera di layar.
"Bunda nelpon, Kak."
"Angkat aja! Bunda pasti khawatir karena kamu gak pernah hubungi dia sejak sampai di sini," jawab Felix yang dibalas senyum menyebalkan oleh Rena.
"Halo, ass .... "
Allahu Akbar Rena ... kamu tuh yaa kurang ajar banget jadi anak! Dari sampai di Yogyakarta sampai beberapa minggu kamu di sana gak ada niatan buat hubungi Bunda, sesibuk apa kamu sampai lupa sama orang tua sendiri, hah? –omel Wika dari seberang sana.
Rena meringis melirik Felix yang terkekeh geli mendengar omelan ibu mertuanya, "Ya maaf, Bunda, aku lupa karena sejak sampai tuh aku jarang pegang handphone dan lebih sering pegang map."
Lupa? Astaghfirullah Rena ... kamu tuh, ya ... dari awal kerja sampai sekarang masih aja suka lupa buat kabarin Bunda ataupun ayah dan bikin kita di sini khawatir sama kamu, pasti kamu lupa waktu juga, 'kan? Lupa makan dan istirahat, 'kan?
"Ih, nggak, ya ... Rena ingat makan dan istirahat, kok, Bunda ..., " elak Rena.
"Bohong banget," gumam Felix yang masih didengar oleh Rena.
"Ih, tapi beneran, ya ... Rena gak lupa makan, Kak, buktinya ini sekarang Rena makan, nih!" seru Rena menyendokkan kembali nasi ke mulutnya dengan raut kesal.
Kamu lagi ngomong sama siapa, Rena? Bunda lagi kasih kamu nasehat, kamu malah ngabaikan nasehat Bunda, kamu mau Bunda kutuk jadi tikus, hah?
Rena menatap ke arah ibundanya yang kini menampakkan wajah merah padam akibat kesal, tatapan Rena kembali teralih pada Felix yang menaikkan sebelah alisnya dan entah mengapa tampak begitu menyebalkan bagi Rena.
Dengan kesal Rena mengambil handphone–nya dan mengarahkan kepada Felix, "Tuh, sama menantu Bunda yang nyebelin, tuh!"
"Assalamualaikum Bunda, Bunda gimana kabarnya?" sapa Felix.
Waalaikumussalam, alhamdulillah baik, kamu kok bisa sama Rena?
"Iya, Bunda, Felix lagi jagain anak bungsu Bunda, nih," balas Felix kembali menampakkan senyum menyebalkannya pada Rena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sincerity of Love (END)
RomanceBagaimana rasanya kala orang yang kita cintai datang melamar saudari kita sendiri? Sakit? Tentu! Itulah yang dirasakan Renata Samira, perempuan karir yang harus menerima kenyataan bahwa orang yang dicintai datang melamar Denata Samira-kakak kembarny...