2️⃣1️⃣

3.3K 62 0
                                    

Matahari berada tepat di atas kepala, Wika menaiki tangga satu persatu 'tuk melihat keadaan putrinya yang akhir-akhir ini menjadi workaholic yang lebih suka menetap di kantor tanpa ingat waktu sehingga Wika dan Bima khawatir dibuatnya. Padahal, kandungan Rena lemah, wanita itu diminta untuk bedrest selama beberapa waktu untuk kesehatan Rena maupun bayinya.

Ceklek.
Deg!

Wika tertegun melihat objek di hadapannya, senyum kecil menyimpan pilu terbit dari wajah Wika. "Jika kalian saling mencintai, mengapa kalian lebih memilih jalan yang salah? Mengapa tidak kalian perjuangkan cinta kalian?" lirih Wika.

Terpampang jelas di hadapan Wika bagaimana Rena dan Cila tertidur begitu pulasnya dalam dekapan hangat Felix, tanpa mau mengganggu, Wika mengunci pintu kamar Rena dari luar dan memasukkan kunci ke dalam kamar dari bawah pintu yang memiliki lubang cukup tinggi untuk ukuran kunci kamar Rena.

"Bagaimana keadaan Rena, Bunda?"

Deg!

"A ... Ayah ... sejak kapan Ayah di sini?"

"Maaf, Ayah bikin Bunda terkejut. Ayah baru saja datang, Bunda ngapain jongkok di depan pintu Rena?"

"I ... itu, Yah ... Bunda barusan kunci kamar Rena dari luar, habisnya Rena tidur tanpa kerudungnya. Jadi, ya ... Bunda kunci aja pintunya takut Felix lewat dan lihat Rena tanpa hijabnya karena Cila tidur sama Rena saat ini," jelas Wika sedikit beralibi.

Bima mengangguk kecil, "Terus gimana?"

"Gimana apanya, Yah?"

"Kita mau ke anniversary rekan kerja Ayah kalau Bunda lupa, gimana sama Rena? Ayah yakin Felix akan mengajak Dena pulang agar tidak membuat masalah, Rena sendirian dong, di rumah. Ayah khawatir kalau Rena ditinggal sendirian dalam keadaan sakit gini, apa kita jangan datang aja?"

"Ayah udah janji sama rekan Ayah kalau Ayah mau hadir, janji harus ditepati jika tidak ingin masuk dalam golongan orang munafik. Yaudah, kita pergi sebentar untuk sekadar mengucap selamat dan pulang setelahnya," saran Wika.

Bima ragu menerima saran Wika sebab, ketika sudah menghadiri pesta anniversary seperti itu akan sangat sulit untuk pulang cepat. Tidak ingin hadir, tetapi benar apa yang istrinya katakan bahwa dirinya terlanjur janji dan harus menepati janji apa pun yang terjadi karena janji adalah sesuatu yang harus ditepati agar kita tidak termasuk dalam golongan orang munafik.

"Akan Ayah usahakan untuk pulang cepat, sebaiknya kita istirahat dulu sebelum nanti sore kita berangkat, perjalanan dari sini ke tempat rekan kerja Ayah lumayan jauh."

Keduanya pun memutuskan untuk beristirahat sejenak dari hiruk-pikuk masalah yang tengah berlangsung dalam keluarga mereka dengan berlayar menuju alam mimpi.

***
Felix sedang bersantai di taman belakang rumahnya dengan pikiran yang terus mengarah pada Rena, Felix mengkhawatirkan Rena karena sore tadi dirinya meninggalkan Rena tanpa pamit pada wanita itu.

Sejujurnya Felix masih ingin tinggal, tetapi Felix tidak ingin mengambil resiko mengingat bagaimana gilanya Dena sekarang yang suka sekali mencari masalah dengan Rena. Diakibatkan keresahan dalam hatinya tak kunjung reda, Felix pun memutuskan mengambil handphone miliknya yang berada di kamar guna menuntaskan keresahan dalam hatinya.

"Mau ngapain, Mas? Hubungi Rena?"

"Buka urusanmu!" tandas Felix kemudian melangkahkan kakinya menuju balkon kamar.

Dengan cemas Felix menghubungi Rena, panggilan pertama tak dijawab, panggilan kedua dan ketiga pun sama, Felix semakin khawatir, langsung saja pria itu mengambil kunci motor juga jaket kulit miliknya di atas nakas.

Sincerity of Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang