Bagian 01

95 7 2
                                    

01| Gosip

🍃🍃🍃

"Pak Abram!" Ailish memanggilnya dari jauh, spontan saja laki-laki berusia lima puluhan itu menoleh dan terkejut mendapati Ailish berlari kecil ke arahnya.

"Lho, kenapa keluar?"

"Pak, saya cuma mau tanya, bapak beneran resign?"

Ailish awalnya tidak percaya ketika teman-temannya mengatakan bahwa bahwa Pak Abram, direktur favorite mereka, meminta resign tiba-tiba. Beberapa hari beliau tidak muncul di kantor, dan Ailish memutuskan untuk menunggu informasi dari pak Abram daripada hanya berspekulasi.

Dengan senyuman tipis, Pak Abram menunjukkan kedua sudut bibirnya yang samar-samar berkerut, terlihat lesu dan tak bersemangat. "Benar, saya baru saja memberikan surat resign kepada HRD."

"Tapi mengapa, pak? Bapak melakukan pekerjaan dengan cukup bagus, Selama ini Pak Vito juga sering memberikan bonus untuk bapak. Mengapa bapak tiba-tiba ingin berhenti?"

Sungguh disayangkan jika beliau harus berhenti ditengah-tengah karir gemilang sebagai direktur di perusahaan besar. Belakangan ini mereka sering mendapatkan bonus atas hasil kerja keras yang mereka capai sejak tahun lalu.

Pak Abram menghela napas panjang dan menjelaskan, "Mau bagaimana lagi, Lish, istri saya tidak ada yang merawat, belum lagi Refa baru saja menikah dan tinggal bersama suaminya di Surabaya. Kamu tahu sendiri saya tidak punya kepercayaan lagi terhadap pengasuh setelah kejadian terakhir. Itulah sebabnya saya memutuskan untuk mengundurkan diri saja."

Penjelasan Pak Abram membuat Ailish terdiam. Istri Pak Abram mengalami stroke sejak tiga tahun yang lalu. Beliau pernah menyewa seorang pengasuh untuk merawat istrinya di rumah, namun sayangnya pengasuh pertama meninggal dunia saat pulang kampung karena sakit.

Pengasuh kedua mereka juga berhenti bekerja setelah setahun setengah merawat, dengan alasan akan menikah. Pengasuh terakhir ini sering mengabaikan istri pak Abram saat Pak Abram dan Refa tidak berada di rumah. Akibatnya istri pak Abram tidak terurus dan dilarikan ke rumah sakit setelah jatuh dari tangga.

Dengan alasan-alasan yang kuat, Ailish mau tak mau setuju dengan jawaban pak Abram. Beristirahat di rumah bukanlah masalah, mengingat gajinya di masa lalu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan jika tidak memiliki penghasilan, suami Refa yang sangat kaya raya dapt dengan mudah menghidupi  akan mampu menghidupi kedua orang tua istrinya.

Dengan berat hati, Ailish menghela napas, "Kalau begitu, apa boleh buat. Saya cuma bisa berdoa untuk kesembuhan Bu Marina."

"Terimakasih, Ailish. Kamu perempuan yang baik dan bersahaja, saya senang bisa bertemu kamu sebagai rekan kerja."

Ailish tersenyum, "Saya juga, pak. Kalau begitu hati-hati, titipkan salam saya untuk Bu Marina."

"Tentu, kalau begitu saya pergi dulu."

Pak Abram menaiki mobilnya dan melambaikan tangan saat mobil mulai melaju keluar dari perkarangan parkir. Dia kembali ke lantai 9, mengejar pak Abram sejauh itu hanya untuk menanyakan perihal resign-nya beliau.

Saat hendak memasuki ruang karyawan, Ailish tidak sengaja mendengar teman-temannya membicarakan perpindahan direktur baru dari perusahaan cabang. Alisnya berkerut, dia memelan saat mendekati sekelompok orang yang bergosip.

"Saya dengar sendiri dari pak Tio-nya langsung." Rere bersikeras.

Zay mengangguk setuju, "Nggak ada salahnya, toh kita memang lagi butuh direktur kreatif untuk melancarkan tugas. Apa jadinya kalau tiba-tiba bagian itu kosong, tugas kita bakalan terhambat."

"Jadi kapan direktur baru itu datang?" tanya Ailish penasaran.

Mereka secara serempak menoleh ke sumber suara. Terkejut, mereka menggaruk tengkuk dengan canggung karena tertangkap basah sedang bergosip.

"Kok diam?" tanya Ailish dengan tatapan bingung, membuat mereka semakin kikuk dalam situasi yang memalukan.

"Anu, Mbak. Saya juga kurang yakin," jawab Rere, "Soalnya saya cuma dengar kalau bakal ada direktur baru pengganti pak Abram dalam waktu dekat."

Ailish mengangguk paham.

"Mbak, Ailish! Mbak dipanggil Pak CEO ke ruangannya sekarang " ujar Joana yang tiba-tiba muncul dari pintu dan langsung memberitahu Ailish yang kebetulan sedang berada di ruangan itu.

Ailish mengangguk, "Ya sudah, kalian lanjut saja dengan tugas yang saya berikan. Usahakan secepatnya selesai agar kita bisa langsung mempresentasikannya minggu ini."

"Siap, Mbak."

Ailish mengetuk pintu ganda didepannya dua kali sebelum mendengar seruan dari dalam yang menyuruhnya masuk.

"Silahkan duduk, Ailish."

"Terimakasih, Pak," jawabnya sembari menarik kursi dan duduk.

"Bagaimana dengan proyek di Trior Hotel. Sudah sampai di tahap mana pengerjaannya?"

"Masih dalam proses, pak. Alhamdulillah untuk saat ini sudah hampir 85%. Saya usahakan siap dalam beberapa hari sebelum rapat final diadakan."

Pak Tio menganggukkan kepalanya puas, namun ekspresinya tiba-tiba menjadi serius. Dia menatap Ailish, dan bertanya, "Kamu pasti sudah dengar gosip tentang direktur baru itu, 'kan?"

Mata Ailish berkedip, sedikit kaget karena Pak Tio mengetahui informasi tersebut.

"Saya sengaja meminta kepala cabang di kota Suwarta untuk memindahkan direktur disana ke pusat, ke perusahaan kita," ujar pak Tio sambil menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Mau bagaimana lagi, saya juga tidak bisa memaksa Pak Abram untuk tinggal."

"Saya mengerti, Pak. Jadi, kapan direktur baru itu tiba?"

"Karena kota Suwarta itu cukup jauh dari kota ini, kemungkinan dia akan masuk kurang lebih seminggu lagi. Dia perlu mencari tempat tinggal dan memindahkan barang-barangnya. Kalau bisa lebih cepat, tentu saya lebih bersyukur. Dengan begitu kita dapat memulai pengerjaan proyek selanjutnya," jelas pak Tio panjang lebar.

"Jadi, apa yang sebaiknya saya lakukan selagi menunggu, pak?" tanya Ailish dengan penuh antusiasme.

"Fokuslah terlebih dahulu pada proyek Trior Hotel, jangan terganggu oleh hal-hal yang lain. Saya tidak ingin kamu memaksakan diri dan akhirnya jatuh sakit."

Ailish mengangguk, "Saya mengerti, Pak."

"Yah, itu saja."

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi."

***

BERSAMBUNG...

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang