Bagian 25

17 3 0
                                    

25| Penyakit Eilana

🍂🍂🍂

Kim memijat pelipisnya setelah menutup panggilan. Penolakan Ailish saat itu membuat pikirannya tak lagi ditempat. Dalam dua minggu terakhir, dia sudah membuat beberapa kesalahan sehingga mau tak mau dia harus lembur untuk memperbaiki kesalahannya. Sekarang tubuhnya terasa lelah.

Saat tengah beristirahat diatas kursi, pintu ruangannya tiba-tiba diketuk dari luar. Kim menulikan pendengarannya dan terus memejamkan matanya. Ruangan menjadi hening, dan setelah beberapa saat ketukan kembali terdengar. Kim menghela napas kasar dan  duduk dengan tegak sambil kembali fokus ke komputer.

"Permisi, Pak Kim. Saya datang mau mengantarkan makan siang dari adik perempuan Pak Kim." Kata seorang karyawan dengan sopan.

Kim mengangguk tanpa menoleh, "Taruh aja di atas meja."

Karyawan mengikuti permintaan Kim dan mengundurkan diri dari ruangan. Kim menggaruk-garuk kepalanya kebingungan menghadapi satu permasalahan pada pekerjaannya, dan tanpa sengaja dia melirik paperbag diatas meja. Kim menatapnya lama, sekilas ingatannya kembali ke hari-hari dimana Eilana yang sering mengantarkan kotak makan siang padanya.

Dihari pertama tanpa kotak makan siang Eilana, dia lupa bahwa hubungan mereka telah berakhir sejak hari itu di restoran. Kim menunggu kotak makan siang seperti biasa, tapi bahkan setelah hampir pukul tiga siang asistennya mengingatkannya untuk makan. Saat itu Kim sadar bahwa dia tidak akan mendapatkan kotak bekal lagi dari Eilana.

Kim membuang muka dan kembali fokus. Namun hanya beberapa menit kemudian Kim menyerah. Dia menutup layar komputer dan keluar dari ruangan menuju ke lantai atas. Hanya ada dua ruangan dilantai dua belas, yakni ruang rapat dan ruangan khusus untuk CEO.

Dia mengetuk pintu ganda berwarna cokelat kemerahan dengan sopan. Kim menunggu selama beberapa detik sebelum akhirnya pintu terbuka dan sosok laki-laki bertubuh lebih pendek darinya muncul dari balik pintu. Meja Pak Tio berseberangan langsung dengan pintu ganda sehingga Kim dapat melihat dengan jelas bahwa meja itu masih rapi dan bersih, namun ada setumpuk berkas diatas meja yang sepertinya sudah lama tidak diperiksa.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Pak Kim?"

"Saya ingin bicara dengan Pak presiden."

"Maaf, Pak Kim. Pak presiden masih belum pulang dari luar negeri, kalau Pak Kim ada keperluan saya bisa menghubungi beliau."

Alis Kim mengernyit. Sekali lagi dia melirik setumpuk berkas diatas meja. Biasanya meja itu tidak pernah penuh oleh banyak berkas karena Pak Kim langsung memeriksanya di hari berkas itu diberikan.

"Sudah berapa lama Pak Kim pergi?" Kim begitu sibuk dengan pekerjaannya sehingga dia tidak pernah sadar kapan mantan calon mertuanya itu pergi. Bahkan seminggu yang lalu dia sempat menelepon Pak Kim saat dia kesulitan menghadapi klien, Pak Kim menjawab dengan cepat dan tidak pernah memberitahunya bahwa saat itu dia tidak ada di Indonesia.

Asistennya terdiam sejenak seolah sedang menghitung hari. "Mungkin sekitar kurang lebih tiga minggu."

Kim syok. Tidak biasanya Pak Tio yang terkenal perfeksionis akan meninggalkan pekerjaannya dalam waktu yang lama kecuali jika terdesak oleh sesuatu.

"Kapan Pak presiden kembali?"

"Saya nggak tahu, tapi beliau akan lama disana. Kalau Pak Kim ada yang ingin disampaikan, katakan saja, saya akan menelepon Pak presiden."

Kim menggelengkan kepalanya linglung. "Saya akan meneleponnya sendiri." Setelah mengatakan itu dia bergegas pergi dan masuk ke dalam lift. Pintu lift tertutup otomatis, Kim tidak tahu liftnya akan berhenti di lantai berapa karena dia tampak sibuk dengan pikirannya sendiri sebelum lift berhenti.

Nahasnya Cinta [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang